Wind Tunnel : Aset Berharga Pengembangan Kedirgantaraan di ITB

Oleh Abdiel Jeremi W

Editor Abdiel Jeremi W

BANDUNG, itb.ac.id - Di tengah belantara gedung beton yang kokoh berdiri, terdapat banyak laboratorium di lingkungan kampus ITB sebagai tempat pengejawantahan ilmu dan teknologi. Masing-masing program studi di ITB ditunjang dengan fasilitas laboratorium yang sesuai dengan keilmuannya. Tak terkecuali dengan Program Studi Aeronotika & Astronotika yang memiliki Laboratorium Teknik Dirgantara. Berlokasi di sebelah barat gedung Labtek II, laboratorium yang berada dalam hangar pesawat ini menunjang riset mengenai aerodinamika, mekanika terbang, aeroelastisitas, astrodinamika, hingga perancangan pesawat udara.


Laboratorium Teknik Dirgantara memiliki banyak instrumen dan peralatan uji coba kedirgantaraan. Namun, ketika memasuki ruangan berdinding abu-abu yang ditopang besi-besi merah ini, kita dapat menemukan sebuah instrumen yang menyita perhatian. Instrumen tersebut merupakan sebuah kotak kayu yang membentuk terowongan tertutup dengan ujung-ujung yang saling bertemu. Pada salah satu bagian dari terowongan tersebut, terdapat kipas besar yang berfungsi sebagai turbofan. Di seberangnya, terdapat sebuah kotak transparan berbahan mika sebagai test section. Inilah instrumen yang disebut sebagai terowongan angin atau wind tunnel.

Terowongan angin ini adalah instrumen penelitian yang didatangkan ke ITB melalui kerjasama dengan Belanda. Kerja sama tersebut diprakarsai oleh Dr. Ir. Djoko Sardjadi, salah satu dosen di Program Studi Aeronotika & Astronotika ITB. Terowongan angin ini telah ada di ITB sejak tahun 1987. "Sewaktu saya pertama kali kerja di ITB tahun 1983, alat ini belum ada. Sekitar tahun 1987 seingat saya alat ini datang ke lab ini," ujar Pak Dali, salah satu teknisi yang bekerja di laboratorium tersebut. Meski sudah berusia hampir 30 tahun, alat ini masih berfungsi dengan baik. Terowongan angin ini merupakan aset yang berharga bagi ITB karena tidak semua lembaga penelitian di Indonesia memiliki alat ini. Di Indonesia, tercatat hanya ITB, BPPT, dan Lapan yang memiliki terowongan angin.


Terowongan angin yang ada di ITB adalah jenis closed loop wind tunnel dan open loop wind tunnel. Jenis closed loop wind tunnel adalah terowongan angin yang ujung-ujungnya saling bertemu membentuk lintasan tertutup. Jenis ini digunakan untuk menghitung tekanan pada setiap sisi spesimen yang diuji. Alat ini dilengkapi sensor dan manometer untuk memperoleh profil tekanan. Sementara jenis open loop wind tunnel adalah terowongan angin yang memiliki bentuk mirip terompet dengan tempat udara masuk di salah satu ujung dan turbofan di ujung lainnya. Jenis ini digunakan untuk menghitung force balance, gaya angkat dan gaya hambat dari spesimen yang diuji.

Instrumen Diva Aeronotika

Untuk kegiatan akademik di Program Studi Aeronotika & Astronotika ITB, terowongan angin utamanya digunakan untuk praktikum mahasiswa tingkat 2 pada mata kuliah Instrumentasi, Pengukuran dan Eksperimen. Dalam mata kuliah ini, mahasiswa menggunakan terowongan angin untuk menghitung ketebalan lapisan batas pada pelat datar. Untuk itu, terowongan angin digunakan dua kali seminggu untuk praktikum mata kuliah tersebut.

Di luar jadwal praktikum, terowongan angin digunakan oleh mahasiswa tingkat akhir yang sedang mengerjakan skripsi. Mahasiswa tingkat akhir kerap melakukan flow visualization dengan mengalirkan asap di dalam terowongan angin dan menembakkan laser sehingga aliran udara yang melalui suatu penampang dapat terlihat dan diteliti profilnya. Selain itu, terowongan angin juga bisa digunakan untuk pengukuran performa sayap dan profil aliran turbulen.

Sarana Berbagai Kalangan Akademis


Sebagai instrumen penelitian yang populasinya tidak banyak di Indonesia, terowongan angin yang dimiliki ITB sering digunakan oleh banyak pihak selain pihak dosen dan mahasiswa ITB. Sebut saja PT Dirgantara Indonesia (PTDI) dan PT Pindad. PTDI kerap kali melakukan uji coba di ITB. "PTDI ngga punya terowongan angin karena fokusnya adalah manufaktur, jadi kalau lagi uji coba atau riset, biasanya numpang di sini" ujar Zaim Sidqi Islami, mahasiswa S2 Aeronotika & Astronotika ITB. Beberapa waktu terakhir PTDI menguji produk baling-balingnya di terowongan angin ini. Sementara itu, PT Pindad juga pernah melakukan uji coba model sayap yang sedang dikembangkan. Di waktu mendatang, PT Pindad telah menyatakan akan kembali menggunakan terowongan angin ini untuk menguji coba model roket.


Tidak hanya instansi atau perusahaan yang berhubungan dengan kedirgantaraan yang menggunakan terowongan angin. Setahun lalu, ada perusahaan yang menggunakan terowongan angin untuk menghitung banyaknya daun yang rontok jika dihembuskan angin dengan kecepatan tertentu. "Saya lupa nama perusahaannya, yang jelas dia minta kita menguji pengaruh kecepatan angin dan banyaknya daun yang rontok. Seingat saya katanya untuk keperluan dekorasi outdoor," ujar Zaim.

ITB Journalist Apprentice 2016
Gilang Audi Pahlevi (Teknik Metalurgi 2014)
Raymond Napitupulu (Teknik Geofisika 2013)