WORKSHOP AKUNTABILITAS KEGIATAN KERJASAMA DI PERGURUAN TINGGI

Oleh Yayat Ruhiyat

Editor Yayat Ruhiyat

AKUNTABILITAS KEGIATAN KERJASAMA Sebagai salah satu perguruan tinggi BHMN, ITB telah memperoleh pelimpahan otonomi dalam melakukan pengelolaan kegiatannya, baik kegiatan akademik maupun kegiatan pemanfaatan dan pengembangan sumberdayanya. Namun demikian, ITB juga dituntut untuk menyelenggarakan kegiatannya tersebut secara akuntabel sebagai bentuk tanggung jawab dari kewenangan/otonomi yang telah diperolehnya. Berbagai upaya perbaikan sistem pengelolaan kegiatan telah dilakukan ITB, salah satunya adalah dengan melakukan pengaturan kembali semua kegiatan kerjasama ITB yang ditetapkan dalam Surat Keputusan Rektor mengenai Pengelolaan Kerjasama Kelembagaan, nomor 127- 131/SK/K01/KU/2007. Untuk memfasilitasi upaya sosialisasi dari kelima SK tersebut, ITB melalui program IMHERE pada hari Rabu, 27 Juni 2007 bertempat di Aula Timur telah melaksanakan workshop dengan tema : “Akuntabilitas Kegiatan Kerjasama di Perguruan Tinggi: Peluang dan Tantangan”. Tujuan workshop tersebut adalah : a) Mendapatkan masukan mengenai akuntabilitas pengelolaan program kerjasama antara Perguruan Tinggi dengan Mitra; b) Mendapatkan masukan mengenai upaya peningkatan kerjasama antara ITB dengan Mitra; c) Mensosialisasikan konsep sistem pengelolaan program kerjasama anatara ITB dengan Mitra. Dalam sambutannya, Ketua MWA, Prof.Dr. Haryanto Dhanutirto menyampaikan harapannya bahwa dengan adanya penataan kembali pengelolaan kerjasama ini diharapkan ada peningkatan kerjasama antara ITB dengan masyarakat dan industri. Sedangkan Prof.Dr.Ir. Adang Surachman menyampaikan bahwa penataan kembali pengelolaan kerjasama ini dimaksudkan untuk mendapatkan kerjasama yang bersih, yang diatur secara institusional sehingga merubah konotosi buruk yang selama ini ada yaitu dosen ITB “ngobyek”, menjadi konotasi yang baik yaitu dosen ITB bekerja secara sah dan tentunya dengan imbalan yang sah pula (halal dan toyib). Pembicara dalam workshop tersebut antara lain Ir. Heri Akhmadi (Wakil Ketua Komisi X DPR RI), menyampaikan bahwa otonomi Universitas/Perguruan Tinggi Tidak sama dengan Korporatisasi. Otonomi Perguruan Tinggi berarti kebebasan akademis dan manajemen, dan tetap disubsidi oleh pemerintah akan tetapi itu bukan satu-satunya sumber pendanaan. SPP (Dana Masyarakat) saat ini menjadi sumber pembiayaan terbesar di PT BHMN. Kegiatan usaha yang dilakukan oleh PT BHMN belum memberikan sumbangan yang signifikan dalam pembiayaan (kecuali ITB). Pembicara yang lain, Ir. Prasetyo Suhardi, MBA dari Tusin Adjas Suhardi & Stamboel Consulting menyampaikan bahwa untuk melaksanakan kerjasama agar akuntabel ada 3 syarat, yaitu : a) ada kejelasan dan kesepahaman dengan mitra; b) ada kejelasan peran dan tanggungjawab yang akan melaksanakan kerjasama; c) ada keterbukaan kemajuan kerjasama. Untuk mewujudkan itu, maka ITB harus mepersiapkan peraturan dan kebijakan dalam pengelolaan kerjasama, dan mempersiapkan infrastruktur untuk mendukungnya serta membuat laporan kepada stakeholder yang bisa diterima oleh mereka. Pembicara lainnya pada workshop tersebut adalah wakil dari Sampoerna Foundation, serta wakil dari ITB yang membahas “Rencana dan Kesiapan Implementasi 5 SK Rektor tentang Pengelolaan Kerjasama Kelembagaan”. (ND/YR)