Wujudkan Kemandirian Indonesia akan Kebutuhan Katalis untuk Industri

Oleh Medhira Handinidevi

Editor Medhira Handinidevi

BANDUNG, itb.ac.id- Katalis bukanlah merupakan hal yang asing dalam industri kimia. Katalis merupakan suatu zat yang dapat mempercepat dan mengarahkan reaksi kimia supaya menghasilkan produk yang diinginkan. Hampir 90% proses di industri kimia melibatkan katalis sehingga hal ini merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam pengembangan dan penyelenggaraan industri kimia, industri perminyakan, dan perlindungan lingkungan. Akan tetapi, belum ada industri di Indonesia yang mengembangkan katalis, sehingga kebutuhan industri kimia Indonesia akan katalis terpaksa harus dipenuhi dengan melakukan impor dari negara lain terutama Amerika,  Jepang, dan Eropa.

Inilah yang mendasari tim peneliti dari Laboratorium Teknik Reaksi Kimia dan Katalisis (TRK) ITB untuk terus menggencarkan penelitian dan pengembangan katalis dalam rangka mewujudkan kemandirian Indonesia akan katalis. Untuk mewujudkan hal ini, Laboratorium TRK ITB dengan Subagjo sebagai pimpinan dan dibantu oleh : Melia Laniwati, IGBN Makerti Harta, serta mahasiswa S3, S2, dan S1 di Lab TRK, melakukan banyak upaya untuk menjalin kerja sama dengan industri-industri kimia di Indonesia dalam rangka mengembangkan katalis hasil karya dalam negeri.

Tidak mudah untuk menjalin kerja sama dengan perusahaan-perusahaan, karena banyak pemimpin perusahaan yang masih berpikir untuk tetap mengimpor katalis dari luar negeri dengan alasan lebih praktis dan biaya katalis merupakan komponen kecil dari total biaya produksi, umumnya sekitar 0,1-0,4 %. Tetapi hal ini tidak menyurutkan semangat tim Laboratorium TRK ITB untuk tetap menjalin kerja sama dengan perusahaan-perusahaan dalam negeri, "Kami berharap bertemu dengan pimpinan yang ada garuda di dadanya, yang berani mengambil risiko demi terwujudnya pengembangan katalis dalam negeri," jelas Subagjo.

Kerja sama dengan Industri Tanah Air
Dengan kegigihan dan semangat yang tinggi, Lab TRK ITB berhasil menjalin kerja sama dengan berbagai industri dalam negeri, "Alhamdulillah, kami bertemu dengan pemimpin perusahaan yang peduli terhadap kemajuan Indonesia," tutur Subagjo. Kerja sama pertama kali dijalin dengan Pupuk Iskandar Muda (PIM) menghasilkan adsorben berbasis Oksida Besi untuk adsorpsi H2S dalam gas Bumi. H2S ini berbahaya karena dapat merusak seluruh katalis yang digunakan di pabrik amoniak. Penelitian ini dimulai pada 1995 hingga 2003 dengan dibantu oleh mahasiswa S3. Formulasi dan pengujian kapasitas adsorpsi menggunakan reaktor dengan 1 gram adsorben diawali di Laboratorium TRK ITB. Kemudian setelah kinerjanya terbukti baik, pengujian dilakukan di PIM Lhok Seumawe menggunakan reaktor skala pilot dengan 40 kg adsorben, dan dilanjutkan pengujian akhir di unit demonstrasi dengan 680 kg adsorben. Dari hasil pengujian, adsorben menunjukkan kinerja yang baik, bahkan lebih baik daripada katalis yang digunakan sebelumnya. "Adsorben tersebut kami beri nama PIMIT-B1, gabungan antara PIM dan ITB," jelas Subagjo. Kemudian di tahun 2009, PIMIT-B1 akhirnya diproduksi massal  di PIM Lhok Seumawe, Sumatera. Hasil dari Pabrik ini sudah digunakan oleh PT. Pertagas Sumbagut sebesar 5 ton, dan akan digunakan oleh Medco Lematang sebesar 15 ton.

Kerja sama yang kedua dijalin dengan Pertamina untuk mengembangkan katalis hydrotreating Nafta (NHDT) berbasis Ni-Mo/y-AI2O3. Katalis NHDT ini digunakan untuk menyingkirkan senyawa sulfur dan nitrogen pada fraksi minyak bumi, khususnya nafta, sebab senyawa sulfur dan nitrogen pada bahan bakar akan menghasilkan SOx dan NOx ketika ikut terbakar dan senyawa ini dapat menyebabkan hujan asam serta akan membahayakan lingkungan. Penelitian yang dimulai pada tahun 2004 ini mengambil tempat formulasi dan pengujian awal di Lab TRK ITB. Setelah teruji dengan baik,  kemudian diuji ulang pada reaktor skala pilot dengan 100 g katalis di Laboratorium Research and Development Pertamina. Setelah itu, bersama Pertamina dilakukan pengujian katalis sejumlah 3,6 ton di unit hydrotreater kilang Dumai. Pengujian ini menunjukkan kinerja yang baik, lebih baik daripada katalis sebelumnya dan rencananya pada tahun 2014 akan diproduksi 30 ton katalis untuk kilang-kilang lainnya.  Berkat keberhasilan proyek katalis NHDT ini, kerja sama ITB dengan Pertamina berlanjut untuk melakukan pengembangan katalis DHDT untuk hydrotreating diesel dan katalis HDO untuk konversi minyak nabati menjadi biosolar dengan bilangan setan yang sangat tinggi, dan katalis Fluid Catalytic Cracking untuk proses perengkahan fraksi berat minyak bumi.

Kerja sama yang ketiga dijalin dengan PT. Ecogreen Oleochemicals untuk mengembangkan katalis hidrogenasi lemak ester menjadi lemak alkohol. Selama ini Ecogreen harus mengimpor katalis bubuk CuCr 100 ton/tahun dari luar negeri. Penelitian ini dimulai pada tahun 2011, kemudian berhasil diformulasikan katalis CuCr pertama produk dalam negeri di skala pilot sebesar 2 L dengan hasil yang memuaskan. Pada April 2014 direncanakan produksi katalis CuCr sebesar 5 ton. "Mudah-mudahan katalis ini menunjukkan kinerja yang baik pada skala industri seperti katalis-katalis yang telah kami kembangkan sebelumnya," tutur  Subagjo.

Perkembangan pembuatan katalis di tanah air telah berada pada fase pertumbuhannya. Namun ini tak akan ada artinya jika generasi muda tidak peduli akan kemajuan bangsanya sendiri. Sudah saatnya bibit-bibit muda Indonesia berkarya di tanahnya sendiri, bukan di negara orang lain. "Indonesia menunggu kalian, kalian generasi muda yang punya potensi dan semangat berjuang demi Indonesia," tutup Subagjo saat berbicara pada mahasiswanya.


Oleh : Bangkit Dana Setiawan IJA 2013