ITB Gelar FGD Angkat Isu Pendanaan Citarum Harum dan Penyediaan Air Baku
Oleh Adi Permana
Editor Adi Permana
BANDUNG, itb.ac.id— Air merupakan kebutuhan makhluk hidup yang membutuhkan pengelolaan yang optimal. Pengelolaan air yang baik tentu tidak lepas dari pembangunan infrastruktur yang berkelanjutan dan layak. Permasalahan infrastruktur di sektor air telah menjadi perhatian bersama khususnya Institut Teknologi Bandung (ITB) bersama dengan pemerintah.
Institut Teknologi Bandung (ITB) melalui CIBE-ITB (Center for Infrastructure and Built Environment) menyelenggarakan acara Focus Group Discussion (FGD) dengan topik “Penerapan Blended Finance Mendukung Program Citarum Harum dalam Penyediaan Air Baku” di Aula Timur, Kampus ITB Ganesha, Senin (7/8/2023). Acara dihadiri oleh Rektor ITB Prof. Reini Wirahadikusumah, Ph.D., Dirjen Pembiayaan Infrastruktur PUPR Dr. Ir. Herry Trisaputra Zuna, S.E., M.T., Kepala Dinas Sumber Daya Air Provinsi Jawa Barat Dikky Achmad Sidik, S.T., M.T., Kepala CIBE-ITB Prof. I Wayan Sengara.
Acara FGD bertujuan mendukung The 10th World Water Forum 2024 yang mengangkat berbagai permasalahan terkait penyediaan infrastruktur di sektor air. Acara FGD merupakan tindak lanjut workshop sesi kedua yang mengusung “Blended Finance for Water Sector” di Aula Barat ITB pada tanggal 20 Maret 2023 yang menghasilkan luaran alternatif mekanisme pembiayaan pembangunan infrastuktur dan pemulihan lingkungan di Sungai Citarum. Hal ini mengingat provinsi Jawa Barat memiliki Sungai Citarum yang memiliki peran penting untuk kebutuhan hidup penduduk untuk Pulau Jawa dan Bali.
Rektor ITB Prof. Reini menyampaikan bahwa ITB siap mendukung pemerintah dalam pengembangan infrastruktur khususnya di sektor air. Tantangan ini mampu sebagai ajang pembuktian ke negara luar bahwa bangsa kita merupakan bangsa yang berbudaya (globally respected).
Berbagai upaya yang telah dilakukan ITB mulai mengaktifkan kembali LPPM ITB untuk kembali melakukan riset dan inovasi di sektor air. Bekerja sama antar fakultas seperti Fakultas Ilmu Teknologi dan Kebumian (FITB) serta Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan (FTSL) untuk bersama melakukan kajian terkait isu kebumian dan lingkungan. Selain itu, dengan hadirnya CIBE-ITB (Center for Infrastructure and Built Environment) dikhususkan sebagai pusat dalam mendukung pengembangan infrastruktur dan lingkungan dan promosi kebijakan pengembangan hal-hal tersebut.
Sungai Citarum berada dalam urutan keempat sungai tercemar di dunia dengan Indeks Kualitas Air (IKA) 51 atau Cemar Sedang. Sedangkan, kegunaannya banyak digunakan oleh masyarakat sekitar untuk kebutuhan hidup sehari-hari. Oleh karena itu, Mempertimbangkan pentingnya Sungai Citarum ini maka sejak tahun 2018 telah diluncurkan Program Citarum Harum melalui Peraturan Presiden No. 15 tahun 2018 tentang Percepatan Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Daerah Aliran Sungai Citarum. Sehingga di tahun 2025, IKA Sungai Citarum mampu mencapai 40,86 atau cemar ringan.
Selain kualitas air, permasalahan terbatasnya ketersediaan air baku di Kota Bandung juga menjadi perhatian pemerintah Dinas Sumber Daya Air Provinsi Jawa Barat. Peningkatan jumlah penduduk dan perkembangan pembangunan tidak dapat diimbangi dengan peningkatan infrastruktur penyediaan air baku untuk memenuhi kebutuhan air penduduk. Sehingga pada saat ini sebagian aktivitas domestik, komersial, dan industri, masih bergantung pada air tanah dalam yang dikhawatirkan dapat memicu terhadap peningkatan laju penurunan tanah (land subsidence).
Kepala Dinas Sumber Daya Air Provinsi Jawa Barat Dikky Achmad Sidik juga mengimbau penyediaan air baku diprioritaskan pada pemanfaatan air permukaan. Namun, pada kondisi nyata terdapat keterbatasan jumlah air permukaan sehingga membutuhkan rekayasa. Proses rekayasa tentu membutuhkan dana. Sehingga pusat permasalahan dari segala permasalahan yang dihadapi yakni sumber daya keuangan yang sangat besar.
Hal ini juga didukung oleh Dirjen Pembiayaan Infrastruktur PUPR. Dr. Ir. Herry menyebutkan bahwa alokasi anggaran tahun 2023 untuk Program Citarum Harum adalah sebesar Rp1,37 triliun yang didominasi oleh APBN (sebesar 58,22%) dan APBD Kabupaten/Kota (sebesar 36,99%) dan sisanya berasal dari sumber pembiayaan lainnya, termasuk APBD Provinsi Jawa Barat, CSR, BUMN, dan swasta/pendanaan lainnya. Sedangkan, dana yang tersedia masih Rp836 miliar yang bersumber dari APBN.
Herry juga memberikan beberapa solusi pendanaan yang dapat diimplementasikan dalam program Citarum Harum. Pertama, melibatkan pihak swasta yang tentunya membutuhkan biaya yang besar namun dapat dikombinasikan dengan riset yang lebih murah. Sehingga secara bersama didorong dengan proyek sehingga lebih besar ditangani dan target dapat ditangani. Kedua, dana abadi (Endowment Fund) dengan menerapkan pengurangan pajak PPh badan usaha.
“Dalam rangka akselerasi 2025, perlu kita ubah mindset dari yang sebelumnya infrastruktur saat ada uang menjadi infrastruktur dibangun saat dibutuhkan dan pembayarannya saat ada uang. Atau berarti kita prioritaskan pembangunan infrastruktur sesuai urgensi kebutuhan dengan meminimalkan dana yang ada sambal mengumpulkan uang,” ungkap Herry.
Dalam rangka mencapai pembangunan infrastruktur yang berkelanjutan tentu tidak lepas dari pendanaan yang memadai. Pemerintah berharap penuh melalui acara FGD yang diselenggarakan ITB diharapkan dapat menghasilkan suatu alternatif mekanisme pembiayaan implementasi program-program Citarum Harum, sehingga memungkinkan akses ke sumber daya keuangan yang lebih besar dengan penggunaan yang efektif untuk mengatasi berbagai persoalan di Sungai Citarum.
Reporter: Pravito Septadenova Dwi Ananta (Teknik Geologi, 2019)