Dialog Seni+Teknologi, Diskusi Peneliti Unggul di Bidang Sains dan Teknologi
Oleh Adi Permana
Editor Adi Permana
BANDUNG, itb.ac.id--Program webinar Dialog Seni+Teknologi merupakan inisiasi Prof. I Gede Wenten selaku Wakil Rektor Bidang Riset dan Inovasi ITB untuk mendorong diskusi peneliti-peneliti unggul bidang sains dan teknologi di ITB bersama para pengajar seni dan desain FSRD ITB. Diskusi ini untuk mendorong kemunculan karya seni yang berfusi dengan sains dan teknologi.
Dalam dialog tersebut Prof. Wenten menyampaikan visinya dalam fusi seni+teknologi yang dibagi atas 3 bagian.
(1) Seni Estetika yg memberi nilai tambah,
(2) Seni+Teknologi yang melibatkan kearifan alam,
(3) Seni+Teknologi yang membuka visi untuk peradaban baru.
Beliau mencontohkan Seni dengan aspek-aspek Estetika memberi gambaran tentang produk-produk yg diproduksinya selama ini. Sedangkan untuk Seni yang Melibatkan Kearifan alam, contoh yang ditampilkannya adalah teknologi mata air buatan yang menggunakan Hollow fiber Membranes (HFMs) tertanam. Sementara itu, visi besar tentang Seni+Teknologi dalam membangun peradaban baru dicontohkan dengan apa yang beliau istilahkan sebagai MODERN TROPICAL COASTAL CIVILIZATION, semacam usaha untuk membangun peradaban baru pesisir laut pantai tropis.
Ini khas untuk benua maritim nusantara. Visi tersebut didukung dengan beberapa teknologi yang selama ini dikembangkannya seperti underwater photosintesis & respiration, alat desalinasi air laut portable, serta hunian tengah laut yang dilengkapi dengan sumber energi matahari dan atmospheric water harvesting.
Visi besar Prof. Wenten tentang Seni+Teknologi dalam membangun peradaban didasari berbagai potensi strategis geografis dimana Indonesia yang memiliki 17.000 lebih pulau, dan juga negara dengan garis Equator terpanjang yang mencakup 20% dari garis Equator dunia sehingga Indonesia juga mendapatkan paparan sinar matahari terbanyak. Hal-hal seperti ini menurut beliau harus menjadi modal bersama dalam membangun peradaban baru pesisir laut pantai tropis.
Dekan FSRD ITB, Dr. Andryanto Rikrik Kusmara memberi tanggapan bahwa FSRD dengan keberadaan 9 Kelompok keahlian tajam pada 3 area (1) Art, Craft, Design, Innovation; (2) History, Conservation, Culltural Studies; (3) Digital, Experience & Learning. Beliau melengkapi bahwa FSRD masih berkutat di seputar Seni Estetika yang memberikan nilai tambah dan masih sedikit Seni+Teknologi yang melibatkan kearifan alam maupun Seni+teknologi yang membuka visi untuk peradaban baru. Selain upaya fusi maupun kolaborasi telah cukup banyak diupayakan seperti Kolaborasi Prof Wenten dan seniman Tisna Sanjaya untuk kampanye air bersih di Cigondewah.
Upaya fusi teknologi dengan bidang desain dan kriya juga sudah banyak menuju Seni +Teknologi yang membuka visi seperti KK Manusia dan Desain Produk Industri dengan Musashino Art University membuat struktur bangunan kubah dari bambu; Sepeda listrik dengan kerangka sepeda dari bambu; motor listrik off-road; penemuan lukisan dinding tertua di Karst Sangkurilang; Nano Textile (SMARTEX); Biobased and Biodegradable Zipper, dls. Kolaborasi dan fusi seni dengan teknologi akan semakin dimungkinkan melalui persiapan Magister Multidispilin FSRD dan rencana pembangunan ITB Design Center.
Dr. Tisna Sanjaya, seniman dan dosen ITB yang turut hadir merespon bahwa salah satu contoh kolaborasi beliau bersama Prof. Wenten adalah tantangan yang sangat inspiratif. Dalam sejarah-nya seni rupa memang dekat dengan teknologi, kita mengingat masa-masa kejayaan Renaissance dimana seni dan teknologi berpadu di era Leonardo da Vinci, Michelangelo. Kita kenal para maestro tersebut sebagai seniman besar yang sekaligus ahli dalam teknologi seperti roda gigi, derek, hidrolika, sepeda, mesin terbang, pekerjaan sipil, benteng kanal, kubah.
Saat ini, spesialiasi keilmuan juga semakin membangun jarak antar keilmuan. Apa yang Prof Wenten dan Tisna Sanjaya lakukan dalam kolaborasi seni dan teknologi menjadi upaya saling memadukan keilmuan. Dicontohkan, Cigondewah dahulunya merupakan lumbung padi jenis hawara geulis dan memiliki sungai yang jernih. Kini Cigondewah menjadi lumbung plastik bekas dan sungainya kotor, padahal daerah sungai tersebut banyak terdapat masjid dan mushalla, akan tetapi tidak nampak pada sungai itu peradaban intelektual, peradaban sosial dan peradaban kemanusiaan. Tisna Sanjaya bersama Prof. Wenten mencoba merespon fusi Seni+Teknologi yang melibatkan kearifan alam. Me-mimikri sifat dan kebaikan alam, tanah yang kotor dan bekas tempat pembuangan sampah kemudian dibersihkan dan ditumbuhi pohon, dari pohon yang tumbuh menjadi rindang sehingga dapat menyaring air.
Karya Seni Air Tisna Sanjaya disempurnakan melalui teknologi membran ultrafiltrasi air karya Prof. Wenten yang memikri sifat-sifat alam, bersanding dengan konsep kesenian Tisna Sanjaya yang partisipatif. Air hasil perpaduan teknologi dan seni tersebut yang tidak hanya bersih namun juga dapat diminum langsung oleh warga sekitar Imah Budaya Cigondewah. Teknologi membran ultrafiltrasi air bisa saja kita temui di berbagai tempat, namun dari kolaborasi ini menghasilkan peristiwa gerakan kebudayaan di Cigondewah yang prosesnya tidak mudah, sehingga menjadi peradaban baru di satu daerah (Cigondewah) yang juga sudah diakui oleh Wali Kota Bandung.
Sumber: Rilis LPPM ITB