15 Guru Besar ITB Berkunjung ke PT Pindad di Bandung
Oleh Fivien Nur Savitri, ST, MT
Editor Fivien Nur Savitri, ST, MT
BANDUNG, itb.ac.id - Jumat, (23/3/2018), sebanyak 15 Guru Besar dari berbagai disiplin ilmu di Institut Teknologi Bandung (ITB) berkunjung ke PT. Pindad di Bandung. Kunjungan ini diprakarsai oleh Prof. Tutuka Ariadji, Ketua Forum Guru Besar (FGB) ITB.
Tutuka mengatakan bahwa kegiatan ini merupakan pertama kali di FGB, sekaligus untuk penyegaran bagi para Guru Besar yang selalu serius saat rapat pleno bulanan. “Pindad kan sebenarnya aset yang ada di Bandung, tapi belum banyak yang diketahui bahwa itu merupakan karya anak bangsa yang patut dibanggakan. Ini pertama kali kita kunjungan ke industri,” tukas Tutuka saat akan memimpin rombongan ke Pindad.
Vice President Quality Assurance dan K3LH, Isrady Sofiansyah, menyambut kedatangan para Guru Besar ITB di Gedung Direktorat Pindad. Isrady mewakili kelima Direksi PT Pindad yang sedang berhalangan hadir. Isrady berharap kedatangan para Guru Besar ITB, membuka diskusi dan masukan-masukan untuk pengembangan industri di masa depan. Dirinya juga tidak menampik diperlukannya kerjasama yang erat antara industri dan perguruan tinggi. “Kerjasama dengan kampus saya rasa sangat perlu, supaya perkembangan teknologi sesuai dengan ilmu-ilmu, yang tentunya sangat banyak sekali kaitannya, seperti halnya (keilmuan) yang ada di ITB,” ujar Isrady.
Sebelum memulai tur ke beberapa tempat produksi, rombongan diberikan pengetahuan tentang keamanan dan keselamatan selama berada dalam lingkungan perusahaan. Sebuah video juga sempat ditayangkan untuk mengenal sejarah berdirinya PT. Pindad. Diketahui pada masa sebelum Indonesia merdeka, Pindad bernama Artillerie Constructie Winkel (ACW), atau dalam bahasa Indonesia disebut sebagai pabrik konstruksi artileri. Pabrik yang berlokasi di Kota Surabaya ini merupakan bengkel persenjataan milik Hindia Belanda. Usai perang dunia pertama, ACW menempati ‘rumah baru’ di Kota Bandung, yang kemudian berkembang menjadi industri militer. Kemudian pada tahun 1950, pabrik ini diambil alih oleh Tentara Nasional Indonesia hingga akhir 29 April 1983 berubah status menjadi Badan Usaha Milik Negara dan bernama PT. Pindad.
Kelima belas Guru Besar ITB ini diantaranya adalah Prof.Dr.Ir. Mardjono Siswosuwarno, dari Ilmu dan Teknik Material, Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara (FTMD), yang juga salah seorang staff ahli di PT. Pindad, kemudian Prof.Ir. Iwan Sudradjat, dari Sejarah, Teori dan Kritik Arsitektur, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan (SAPPK), Prof. Dr. M. Salman, dari Matematika Kombinatoria, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), Prof. Pantur Silaban, Guru Besar Fisika Pertama di Indonesia yang mendalami relativitas dan teori kuantum, lalu, Prof.Dr.Eng. Pradono, dari Kelompok Keahlian Sistem dan Pemodelan Ekonomika SAPPK, Prof. R. K Sembiring, Guru Besar matematika FMIPA ITB, Prof. Ridwan Suhud, Guru Besar ITB di bidang Teknik Sipil dan Lingkungan, Prof. Roos Akbar dari SAPPK, Prof. Tjia May On, Guru Besar Fisika ITB, Prof. Tubagus Ahmad Fauzi, dari Kelompok Keahlian Konversi Energi FTMD, Prof. Prijatna Koesoemadinata, Prof. Haryo Winarso, dan Prof. Sri Hardjoko.
Setelah melihat berbagai produk senjata dan amunisi, para Guru Besar ITB juga diberikan kesempatan untuk mencoba senapan laras panjang buatan PT. Pindad. Setiap orang yang turut dalam rombongan dibekali dengan helm khusus dan penutup telinga. Saat diminta kesan dan pesan selama kunjungan ke PT. Pindad, beberapa orang mengaku kegiatan serupa perlu sering digalakkan untuk mendekatkan industri dengan perguruan tinggi.
Prof. Ismunandar yang juga turut menjajal senapan, mengatakan bahwa PT Pindad terlihat banyak memiliki potensi dan kedepan diperlukan dukungan Pemerintah lebih jauh lagi. “Banyak sekali potensi PT Pindad, tapi memang perlu dukungan dari pemerintah untuk Pindad dan industri pendukungnya, atau istilahnya keberpihakan, karena seperti materialnya sebagian besar masih import dan hasil-hasilnya perlu diserap pasar lokal dan dibantu memasarkan keluar,” ujar Ismunandar. Dirinya memberikan contoh material-material awal yang dibutuhkan PT. Pindad seharusnya sudah dapat di-supply oleh industri-industri dalam negeri seperti halnya Krakatau Steel, sehingga tidak perlu di-import. Di sisi pengembangan teknologi, dirinya mengatakan bahwa ITB juga bisa berkontribusi dalam berbagai hal, seperti riset dan Pengembangan tentang material baja, polimer, dan juga pemrosesannya.
Kesan positif juga datang dari Prof. M. Salman, dirinya mengatakan kunjungan seperti ini sangat bagus dan perlu dilanjutkan ke industri lain. “Saya rasa ini acara yang bagus dan perlu dilanjutkan ke industri yang lain, agar ITB mengetahui kemampuan masa kita sekarang, dan juga apa yang bisa dilakukan dan dibantu oleh ITB,” pungkas M. Salman.