6 Cara Mengelola Stres dan Pentingnya Support System Agar Kuliah Semakin Produktif

Oleh M. Naufal Hafizh

Editor M. Naufal Hafizh

Psikolog, Febriani Sabatini S.A., S.Psi., M.Psi.

BANDUNG, itb.ac.id - Himpunan Mahasiswa Elektroteknik (HME) ITB menggelar webinar “Stress Management”, Minggu (18/2/2024), yang membahas cara mengelola stres hingga pentingnya support system untuk menuangkan tekanan yang ada.

Terdapat dua pembicara dalam kegiatan tersebut, yakni Psikolog Subdit Kesejahteraan Mahasiswa ITB, Febriani Sabatini S.A., S.Psi., M.Psi., dan Alifia Zahratul Ilmi (Teknik Biomedis, 2019).

Stres adalah respons alami tubuh terhadap situasi menantang atau mengancam kesejahteraan. Seseorang dikatakan stres saat tidak dapat menghadapi persoalan yang ada. Ketika merasa stres, tubuh akan merespons dengan dua cara, fight atau flight.

Saat mengalami stres, terdapat tiga tahapan yang dialami seseorang. Pertama, alarm, yakni adanya hormon adrenalin yang meningkat. Kedua, resistent, yakni tubuh ingin mengerahkan segala sesuatunya, seperti jantung berdebar lebih kencang. Ketiga, exhausting, yaitu ketika diri sudah merasa lelah dan sampai pada tahap stres.

Dalam ilmu psikologi, terdapat dua macam stres, yaitu stres yang positif (eustress) dan stres yang negatif (distress).

Stres berkepanjangan dapat terjadi kaena faktor dalam diri, seperti cara berpikir dan nilai yang dipegang. Stres dianggap wajar apabila seseorang masih produktif. Stres dinilai tidak wajar jika terdapat tanda-tanda seseorang akan membahayakan dirinya.

6 Cara Mengelola Stres bagi Mahasiswa

Febriani Sabatini mengatakan, terdapat 6 cara mengelola stres bagi mahasiswa, yaitu olahraga, melakukan hobi, tidur, mengonsumsi makanan bergizi, istirahat yang cukup, dan terapi.

Jika seseorang ingin menuangkan stres, dia memerlukan support system seperti keluarga, teman, dosen, terapis, atau dokter. “Karena kita sejatinya makhluk sosial sehingga perlu berinteraksi dan berkomunikasi,” ujarnya.

Beliau mengatakan, mahasiswa dapat membuat strategi untuk mengelola stres, seperti mengenali respons reaksi tubuh dan melakukan breath in breath out untuk merilekskan tubuh. Kemudian, mahasiswa dapat menyadari pikiran otomatis negatif, menemukan fakta, dan berpikir realistis.

“Berpikir realistis diperlukan karena pikiran, perasaan, dan perilaku itu saling mempengaruhi,” ujarnya.

Alifia Zahratul Ilmi.

Sementara itu, Alifia Zahratul Ilmi mengatakan, saat mengalami kegagalan, hal yang pertama dilakukan sebaiknya refleksi. Namun, hal ini dapat dilakukan ketika sudah melewati five stage of grief. Seiring dengan waktu, proses pendewasaan mempercepat proses penerimaan.

Sebagai mahasiswa, Alifia Zahratul Ilmi mengatasi stres dengan mengontrol hal-hal yang dapat dia kontrol. Menurutnya, variabel yang dapat dikontrol adalah hasil dari hal yang kita lakukan.

Reporter : Yohana Aprilianna (Perencanaan Wilayah dan Kota, 2021)