Alumni Teknik Fisika ITB Jelaskan Perkembangan dan Implementasi Sistem Telemedicine di Indonesia

Oleh Adi Permana

Editor Adi Permana


BANDUNG, itb.ac.id--Persatuan Insinyur Indonesia dan Teknik Fisika Institut Teknologi Bandung (ITB) kembali mengadakan webinar dalam seri Knowledge Sharing BKTF PII pada Selasa (24/05/2022). Acara yang berlangsung secara virtual melalui Zoom Meeting ini mengangkat tema “Sistem Telemedicine untuk Layanan Kesehatan”. Webinar kali ini menghadirkan Dr. Ir. Yaya Suryana, M.Eng., IPU alumni dari Teknik Fisika ITB yang kini menjabat sebagai Principal Engineer di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).

Sesi ini dibuka dengan pemaparan dan pengenalan awal mengenai telemedicine. Telemedicine adalah kegiatan pemberian pelayanan kesehatan jarak jauh oleh profesional kesehatan dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi, meliputi pertukaran informasi diagnosis, pengobatan, pencegahan penyakit dan cedera, penelitian dan evaluasi, dan pendidikan berkelanjutan penyedia layanan kesehatan untuk kepentingan peningkatan kesehatan individu dan masyarakat. Tren telemedicine sendiri mulai populer di Indonesia beberapa tahun ke belakang didorong oleh startup-startup konsultasi kesehatan yang bermunculan.

Telemedicine sedikit berbeda dengan tren teknologi lainnya, sering kali dianggap sensitif karena berurusan langsung dengan kesehatan pengguna. Ditambah lagi di Indonesia sendiri saat itu masih belum ada regulasi yang mengatur penyelenggaraan pelayanan telemedicine. Dr. Yahya kemudian menyampaikan mengenai keterlibatan timnya dalam penyusunan pedoman pelaksanaan telemedicine.

“Dengan keluarnya Permenkes Nomor 20 Tahun 2019 ini akhirnya kita memiliki pedoman dan regulasi yang jelas mengenai penyelenggaraan pelayanan telemedicine,” ucap Dr. yaya.
Menurut Dr. Yaya, telemedicine memiliki potensi untuk menjawab masalah akses pelayanan kesehatan di Indonesia. Fasilitas kesehatan yang minim di daerah-daerah penjuru sering kali menjadi masalah utama tidak meratanya akses layanan. Hal ini diperparah dengan rendahnya rasio dokter spesialis terhadap jumlah penduduk Indonesia yang mengakibatkan sukarnya menemukan dokter spesialis di daerah penjuru.

“Kendala-kendala ini diharapkan bisa diatasi dengan adanya telemedicine. Untuk akses pelayanan kesehatan yang merata, mestinya itu dijamin oleh negara untuk seluruh rakyat Indonesia,” kata Dr. Yaya.

Telemedicine memungkinkan diagnosa medis untuk dilakukan dengan cepat dan praktis melalui gawai dan sambungan internet. Untuk kasus yang lebih serius, telemedicine dapat membantu mengatasi keterbatasan dokter spesialis di daerah terpencil dengan memfasilitasi joint treatment antara tenaga kesehatan yang ada dan dokter spesialis yang terhubung.

Dr. Yaya kemudian melanjutkan penjelasannya mengenai usaha pemerintah dalam merancang skema Rumah Sakit Pengampu dan Diampu. Rumah Sakit Diampu terdiri dari Puskesmas dan Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP), RS Kelas D Pratama, dan RS Lapangan, sedangkan Rumah Sakit Pengampu terdiri dari RS Rujukan Regional, Provinsi, dan Nasional. Dengan skema ini, RS Diampu akan memanfaatkan teknologi telemedicine untuk menyediakan layanan kesehatan yang sebelumnya tidak mampu disediakan dikarenakan keterbatasan teknologi dan dokter spesialis.

Reporter: Favian Aldilla Rachmadi (Teknik Sipil, 2019)