Tim Hidrografi ITB Dampingi Desa Pangandaran Menjadi Tsunami Ready UNESCO

Oleh Adi Permana

Editor Vera Citra Utami


BANDUNG, itb.ac.id—Desa Pangandaran, Jawa Barat merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang rentan terhadap Tsunami. Bersama Tim Pengabdian Masyarakat KK Hidrografi ITB yang diketuai Dr.rer.nat. Wiwin Windupranata, survei lapangan secara berkala dilakukan untuk mendampingi Desa Pengandaran memenuhi 12 indikator Tsunami Ready Program.

Program rekognisi kesiapsiagaan tsunami tersebut disusun oleh UNESCO bersama Intergovern mental Oceanographic Commission (IOC) yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan kesiapsiagaan masyarakat menghadapi bencana tsunami. Tim ITB melakukan survei pada November 2020 dan Maret 2021 melalui skema Pengabdian Masyarakat Bottom-Up ITB.

Dr. Wiwin mengatakan, terdapat sejumlah indikator untuk mencapai Tsunami Ready Program. Indikator pertama yakni penetapan wilayah bahaya tsunami dan adanya peta bahaya tsunami ini dipenuhi dengan adanya peta redaman tsunami pemodelan numerik dari instansi pemerintah serta berdasarkan penelitian yang dilakukan para ahli.

Sedangkan, indikator kedua yakni perkiraan jumlah penduduk di wilayah bahaya tsunami ini didapatkan dari data Desa Pangandaran 2021. Indikator ketiga yaitu ditempatkannya informasi publik mengenai rute evakuasi tsunami ini dapat dilihat di sepanjang pesisir pantai Desa Pangandaran. Pemenuhan indikator ini perlu disempurnakan karena terdapat beberapa kesalahan koordinat. Dan indikator keempat adalah adanya inventarisasi sumber daya ekonomi, infrastruktur, politik, dan sosial berkaitan dengan pengurangan risiko bencana.

“Melalui wawancara saat survei lapangan, Pemerintah Desa Pangandaran memenuhi sisi ekonomi melalui anggaran dana untuk penanggulangan tsunami. Sisi infrastruktur dipenuhi melalui persiapan titik pengungsian sementara seperti di wilayah Cagar Alam dan shelter evakuasi lima lantai di perbatasan Desa Pangandaran dan Desa Pananjung,” ujarnya seperti ditulis dalam Rubrik Rekacipta ITB Media Indonesia, Selasa (14/12/2021).

Adapun tujuh rekomendasi hotel untuk evakuasi pun sudah disiapkan mengingat banyaknya jumlah wisatawan yang berkunjung ke Kawasan Pangandaran. Pada sisi politik dan sosial, bersama Forum Kesiapsiagaan Dini Masyarakat (FKDM), pemerintah daerah menyusun dokumen emergency operation plan (EOP). Efektivitasnya dapat dilihat melalui simulasi evakuasi.

“Selain itu, FKDM Pangandaran dan Badan Penanggulanga Bencana Daerah (BPBD) menyelenggarakan kegiatan pendidikan kebencanaan dan mempersiapkan kegiatan kesiapsiagaan bencana di wilayah Pangandaran. Organisasi Linmas, Komunitas Nelayan, dan Komunitas Pengusaha Pariwisata di Pangandaran pun mendukung kegiatan pengurangan risiko bencana tsunami tersebut,” jelasnya.

Indikator kelima yakni pengadaan peta evakuasi yang mudah dipahami ini melibatkan kerja sama antara otoritas lokal dan masyarakat serta pembuatan peta oleh berbagai instansi seperti Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), BPBD, dan Badan Metereologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). Koreksi terkait perbedaan detail dan tujuan evakuasi tsunami pun diperlukan.

Indikator keenam yaitu pengembangan, sosialisasi, dan pendidikan kepada masyarakat ini dipenuhi salah satunya melalui program Goes To School (GTS), yaitu pemberian edukasi kebencanaan kepada siswa SD-SMP-SMA di Pangandaran. BMKG juga telah membuat materi edukasi yang dapat diterapkan secara nasional tentang bencana tsunami.

Indikator ketujuh yakni kegiatan sosialisasi atau pendidikan yang diadakan setidaknya tiga kali dalam satu tahun ini telah dipenuhi melalui kegiatan tahunan yang digagas oleh BPBD Pangandaran dan FKDM Pangandaran, yaitu Hari Siaga Bencana pada 26 April, Peringatan Tsunami Pangandaran pada 17 Juli, dan GTS.
Indikator kedelapan yakni diadakannya latihan komunitas tsunami minimal dua tahun sekali ini telah dipenuhi. Begitu pun indikator kesembilan yaitu EOP. Indikator ini telah dipenuhi melalui peresmiannya dalam Surat Keputusan Kepala Desa Pangandaran Nomor 144/47-Kpts/Desa/2020. Dokumen tersebut nantinya menjadi acuan saat terjadi bencana tsunami di Pangandaran.

Indikator kesepuluh yakni adanya kapasitas untuk mendukung pelaksanaan tanggap darurat tsunami telah dipenuhi melalui adanya koordinasi FKDM dan Linmas dalam merespons bencana alam seperti gempa bumi dan tsunami.

Indikator kesebelas dipenuhi dengan adanya sarana seperti penyampaian keputusan tanggap darurat melalui media sosial, Command Center dan perangkat diseminasi seperti CCTV untuk memantau tsunami, serta sirine dan pengeras suara untuk penyebaran informasi operasi tanggap darurat tsunami.
Command center yang berada di Kantor Desa Pangandaran terhubung dengan perangkat sosialisasi di Pantai Timur, Pantai Barat, Pantai Wisata, dan Kantor Desa Pangandaran. Laman Desa Pangandaran, SMS, dan Warning Receiver System pun dimanfaatkan untuk menyebarluaskan infromasi resmi dari BMKG.

Indikator keduabelas dipenuhi dengan adanya sarana penyebaran informasi kepada masyarakat seperti melalui handy talkie, media sosial, speaker, sirine pada alat penyebaran pusat komando, dan sirine tsunami di Gedung Telkom Pangandaran.

“Komitmen dari masyarakat dan pemerintah diperlukan untuk menjaga pemenuhan indikator serta untuk menjaga infrastruktur mitigasi bencana sehingga dapat meminimalisir kerugian yang diperoleh,” katanya Dr. Wiwit.

*Program pengabdian masyarakat ini telah dipublikasi di Media Indonesia rubrik Rekacipta ITB, tulisan selengkapnya dapat dibaca di laman https://pengabdian.lppm.itb.ac.id

Reporter: Amalia Wahyu Utami (Teknik Fisika 2020)