American Corner ITB Sharing Session: Bangun Ketangguhan Tantangan Emosional
Oleh Iko Sutrisko Prakasa Lay - Mahasiswa Matematika, 2021
Editor M. Naufal Hafizh
BANDUNG, itb.ac.id – American Corner Institut Teknologi Bandung (AC ITB) menyelenggarakan kegiatan bertema “Building Mental Health Resilience” yang berfokus pada membangun resiliensi dalam menghadapi tantangan emosional. Kegiatan ini menghadirkan dra. Isriana, Psikolog dari Layanan Bimbingan Konseling ITB sebagai narasumber.
Beliau mengatakan, kebahagiaan tidak selalu mudah dicapai, terutama jika terdapat faktor internal yang membelenggu perasaan tersebut. “Pada dasarnya, kebahagiaan itu ada dalam diri kita masing-masing. Tidak ada manusia yang menginginkan penderitaan. Masalahnya, apakah kita mengizinkan diri kita untuk bahagia atau tidak?” ujarnya.
Perlu dorongan dalam setiap individu untuk hidup bahagia. Namun, kebahagiaan itu kerap terhalang oleh ketidakmampuan atau ketidakberanian untuk keluar dari zona nyaman yang sudah mengekang.
Menurutnya, zona nyaman tidak selalu merupakan kondisi yang benar-benar “nyaman” secara emosional. Di sisi lain, perasaan-perasaan negatif seperti cemas, tidak puas, dan membandingkan diri dengan orang lain kerap muncul tanpa disadari dan menambah berat belenggu kebahagiaan yang ada.
Ketika seseorang terlalu sering membandingkan hidupnya dengan orang lain, terutama melalui media sosial, perasaan terjebak dan kurangnya apresiasi terhadap diri sendiri akan semakin mendalam.
Beliau mengatakan pentingnya membangun resiliensi atau kemampuan untuk pulih dari situasi sulit dan tantangan emosional. Resiliensi bukan hanya sekadar kemampuan untuk bertahan, tetapi juga kekuatan untuk bangkit dan belajar dari pengalaman buruk. Salah satu kunci utama membangun resiliensi adalah dengan mengenali dan mengakui emosi dalam diri. Dengan begitu, seseorang dapat belajar untuk melepaskan perasaan yang tidak produktif, seperti marah, sedih, atau kecemasan, yang sering memperpanjang rasa tertekan.
Salah satu teknik yang disarankan adalah let go and live. Dalam konsep ini, seseorang perlu belajar melepaskan emosi negatif yang tidak lagi berkontribusi pada kebahagiaan atau kesejahteraan mentalnya.
“Kita sering merasa emosi negatif adalah bagian dari diri kita yang tidak terpisahkan, padahal emosi itu hanyalah sebagian kecil dari apa yang kita rasakan. Kita perlu belajar mengatakan ‘I feel angry’ daripada ‘I am angry’ karena dengan begitu kita bisa lebih mudah melepaskan amarah itu dari diri kita,” katanya, Kamis (7/11/2024), di Ruang Serbaguna UPT Perpustakaan ITB, ITB Kampus Ganesha.
Beliau menekankan perlunya kesadaran diri dan penerimaan terhadap ketidaksempurnaan hidup. Kebahagiaan sejati, menurutnya, bukanlah keadaan ketika seseorang merasa senang sepanjang waktu, melainkan kemampuan untuk menerima dan menghargai kehidupan dalam segala aspeknya, termasuk saat-saat yang sulit.
Reporter: Iko Sutrisko Prakasa Lay (Matematika, 2021)