AUN-ITB Summer Camp 2024: Belajar Memahami Kota Informal dalam Transformasi Perkotaan

Oleh Hafsah Restu Nurul Annafi - Mahasiswa Perencanaan Wilayah dan Kota, 2019

Editor M. Naufal Hafizh

BANDUNG, itb.ac.id – Dalam rangkaian ASEAN University Network (AUN) ITB Summer Camp atau AISC 2024 yang digelar di ITB selama dua pekan, Ninik Suhartini, S.T., MURP., Ph.D., dosen SAPPK ITB, menyampaikan materi mengenai “Self-Organized (Informal) Cities” pada Selasa (16/7/2024) di Ruang Seminar Lantai II, PWK ITB. Kuliah ini merupakan bagian dari subtema 1 “Transforming Cities: Innovations in Urban Living and Sustainable Transportation”.

Beliau menjelaskan pentingnya memahami konteks urbanisasi di negara berkembang, khususnya di Indonesia. Urbanisasi yang terjadi memicu munculnya kota-kota informal yang pembangunan dan tata kelola wilayah terjadi di luar sistem perencanaan formal.

Urban informality meliputi berbagai aspek, seperti informal settlement (perumahan kumuh), informal economy (ekonomi informal), dan informal governance (tata kelola informal). Ketiganya saling berkaitan dan membentuk sistem kota yang kompleks dan dinamis.

Sistem perencanaan formal di Indonesia, meskipun telah memiliki mekanisme yang lengkap, seperti rencana pembangunan jangka panjang, menengah, dan tahunan, serta rencana tata ruang nasional hingga tingkat kecamatan, kerap tidak efektif dalam mengelola pertumbuhan kota yang pesat.

"Ada ketidakselarasan antara rencana formal dan realitas di lapangan. Di sisi lain, kota-kota informal justru mampu beradaptasi dan menjawab kebutuhan masyarakat dengan lebih cepat," katanya.

   

Beliau mencontohkan kampung di Indonesia yang memiliki ciri khas "self-organized" atau berorganisasi sendiri. Kampung merupakan sistem kompleks dengan struktur, aturan, dan tata kelola yang berkembang secara independen dari sistem formal.

"Kampung menunjukkan kecerdasan lokal dalam mengelola ruang dan sumber daya. Aturan yang berlaku di kampung tidak hanya yang tertulis, tetapi juga 'understood rules' atau aturan yang dipahami bersama oleh masyarakat. Contohnya, adaptasi rumah secara bertahap, penggunaan ruang publik secara fleksibel, dan mekanisme tata kelola lokal," ujarnya.

Beliau mengatakan bahwa kota formal dan informal merupakan dua sistem yang saling berinteraksi. Pendekatan "hybrid urbanism" yang mengabungkan sistem formal dan informal menjadi salah satu kunci untuk mewujudkan kota yang berkelanjutan dan menjawab kebutuhan masyarakat secara seimbang.

"Dalam mewujudkan kota berkelanjutan, kita perlu menghargai kecerdasan lokal dan melibatkan masyarakat secara aktif. Pendekatan ‘hybrid urbanism’ dapat menjadi solusi untuk menjembatani kesenjangan antara rencana formal dan kebutuhan masyarakat di kota-kota informal," ujarnya.

Reporter: Hafsah Restu Nurul Annafi (Perencanaan Wilayah dan Kota, 2019)


scan for download