Bank Makanan yang Sirkuler dan Terpadu sebagai Solusi Masalah Kerawanan Pangan
Oleh Adi Permana
Editor Adi Permana
BANDUNG, itb.ac.id—Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) ITB melalui Sekolah Bisnis dan Manajemen (SBM) ITB menyelenggarakan webinar terkait bank makanan (food bank) yang sirkuler dan terpadu bersama dengan Food Bank Bandung.
“Food bank hadir sebagai jembatan antara surplus makanan dengan orang yang membutuhkan,” ungkap Gendis Ayu Satiti Irawan, yang merupakan Co-founder dan Ketua Food Bank Bandung.
Selain Gendis, Dr. N. Nurlaela Arief, MBA., yang merupakan pakar komunikasi korporat dan keberlanjutan SBM ITB, bersama dengan pakar tata kelola rantai nilai, Dr. Raden Dikky Indrawan juga ikut berbagi ilmu dan berdiskusi melalui webinar yang bertemakan “Membangun Ekosistem Food Bank Sirkular dan Terpadu: Peran Industri, Akademisi, dan Food Bank,” yang diadakan pada Sabtu (20/3/2021) melalui zoom dan youtube.
Sebagai pembuka paparan, Gendis menyampaikan bahwa banyak sekali makanan di sekitar kita yang terbuang sia-sia. Sedangkan di sisi lain masih banyak orang yang mengalami kekurangan makanan. Dari masalah ini, Gendis melihat peran penting bank makanan sebagai redistribusi makanan bagi mereka yang memerlukan. Gendis yang juga merupakan alumni Teknik Lingkungan ITB ini, memaparkan bahwa sejak lima tahun terakhir sudah banyak bank makanan berdiri di Indonesia.
Pembicara berikutnya, Dr. Nurlaela, mengatakan bahwa kehadiran bank makanan ini sangat diperlukan untuk mencapai target Sustainable Development Goals (SDGs) terutama poin pertama (no poverty) dan kedua (no hunger). Peran bank makanan semakin penting dengan melihat masih rendahnya partisipasi dunia industri dalam mengejar target pada poin tersebut.
Berdasarkan hasil riset dari KPMG tahun 2020, Nurlaela menunjukkan bahwa kalangan industri masih kurang memprioritaskan SDGs poin pertama dan kedua ini. “Program food bank ini perlu diperbanyak dan diduplikat lagi, karena berdasarkan hasil riset menunjukan bahwa perhatian perusahaan terhadap SDGs poin 1 dan 2 masih rendah,” imbuhnya. Ia mengungkapkan bahwa diperlukan komunikasi antara pemerintah dan pihak industri dalam mendukung SDGs terutama poin 1 dan 2 ini.
Pembicara terakhir, Dr. Dikky membicarakan tentang masalah kerawanan pangan yang saat ini sedang dihadapi oleh negara-negara di dunia. “Masalah kerawanan pangan tidak hanya dialami oleh Indonesia tetapi juga negara di seluruh dunia,” ungkapnya.
Menurut pendapat Dr. Dikky, bank makanan mampu menjadi solusi terhadap masalah kerawanan pangan. Hal ini dikarenakan bank makanan mampu meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap makanan berlebih dan tersisa, serta membantu mereka yang kurang mampu untuk mendapatkan akses terhadap makanan yang layak.
Raden yang merupakan penasehat dari Food Bank Bandung ini melanjutkan bahwa, bank makanan tidak hanya merupakan sebuah bisnis, tetapi juga sebuah kegiatan sosial. Sebagai penutup, untuk mengembangakan bank makanan ini, raden menekankan perlunya kerjasama antara pemangku kepentingan terutama dalam mendistribusikan makan yang berlebih.
Reporter: Deo Fernando (Kewirausahaan, 2018)