Berikan Kuliah Umum, Menkopolhukam Ajak Mahasiswa ITB Berperan dalam Penguatan NKRI

Oleh Adi Permana

Editor Adi Permana


BANDUNG, itb.ac.id -- Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan RI Dr. H. Wiranto S.H memberikan kuliah umum di hadapan ratusan mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB) dalam Studium Generale KU-4078 di Aula Barat Kampus ITB, Jalan Ganesha no 10, Rabu (31/10/2018).

Stadium generale tersebut dibuka terlebih dulu oleh Rektor ITB Prof.Dr.Ir. Kadarsah Suryadi, DEA. Di awal kuliah umum, Wiranto menyampaikan tentang pentingnya mengenal sejarah sebagai guru terbaik dalam hidup. Wiranto menayangkan video kondisi negara ketika zaman Orde Lama dan lengsernya Presiden Soeharto setelah didemo mahasiswa.

Melalui tayangan tersebut, Wiranto ingin menjelaskan posisi ABRI ketika terjadi kekosongan kekuasaan. ABRI bisa saja merebut kekuasaan namun hal itu tidak dilakukan demi kepentingan bangsa dan negara. Oleh karenanya, posisi ABRI mendukung Wakil Presiden Bj. Habibie untuk menjadi Presiden saat itu.

Ia menyampaikan, bahwa bangsa Indonesia berproses melalui rangkaian sejarah panjang. Pada 1908 sebuah gerakan Boedi Oetomo lahir sebagai perwujudan perlawanan terhadap penjajah. Dari Boedi Oetomo kemudian lahirlah Sumpah Pemuda pada 1928 silam. Sampai akhirnya di tahun 1945 diproklamasikan Kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus. "Tidak mudah NKRI ini berdiri, setelah melalui 3 abad lebih terjajah, maka kita tidak boleh menyia-nyiakan itu. Tanpa bersatu kita tidak bisa merdeka, mengusir penjajah, membangun bangsa ini," kata Wiranto.

Wiranto mengajak kepada mahasiswa ITB untuk bersama-sama mencegah bangsa ini agar tidak tercerai berai. Bersatu itu penting, sebagaimana disebutkan dalam pembukaan UUD 1945 alinea kedua dengan kata kunci "merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur."

Menghadapi Ancaman Persatuan

Namun demikian, untuk mencapai persatuan dijelaskan Wiranto, kita akan selalu dihadapkan pada ancaman. Kini ancaman tersebut bentuknya bukan lagi bersifat tradisional seperti perang militer atau penjajahan terhadap suatu negara, melainkan muncul dalam bentuk modern. Ancaman tersebut berupa, dari luar yaitu terorisme, cyber attack, narkoba. Ancaman kolaborasi yaitu proxy war, illegal logging, illegal fishing, dan human trafficking. Sementara ancaman dari dalam yaitu hoax, hate speech, radikalisme dan korupsi.

Wiranto memaparkan, salah satu upaya yang telah dijalankan ialah pembangunan pos lintas batas negara untuk infrastruktur perbatasan. Memindahkan basis militer ke perbatasan sehingga selain dapat memperkuat perbatasan juga dapat membuat klaster ekonomi baru. "Setelah membangun pos lintas batas dan lingkungannya, masyarakat berangsur-angsur mau menempati. Transportasi sebagai urat nadi kita bangun dan sekarang sudah sangat bagus," ujarnya.



Wiranto juga menyebutkan beberapa prestasi Indonesia di dunia Internasional, diantaranya sebagai negara dengan tingkat kepercayaan publik tertinggi dengan 80 persen, peringkat kedua tujuan investasi, stabilitas pembangunan Indonesia, indeks demokrasi sudah semakin membaik dilihat dari banyak event Pilkada berlangsung aman. 

"Capaian lain adalah keberhasilan dalam pengamanan event nasional dan internasional, Idul fitri, Natal Tahun Baru, Pilkada Serentak, Asian Games, Asian para Games, IMF-WB Annual Meeting," katanya.

Harapan untuk ITB, Wiranto menyebutkan, bahwa ia menginginkan ITB harus mempunyai rasa ikut memiliki negeri ini dan terpanggil untuk turut serta dalam membela negara untuk meraih prestasi bangsa, membantu menolak dan memberantas penyebaran ajakan paham yang bertentangan dengan Pacasila.

Kemudian, civitas academica ITB harus mampu membangun persaudaraan toleransi kerukunan dan harmoni di Bumi Pertiwi, mempersiapkan diri dengan baik menjadi agen perubahan dan menguasai iptek dengan mengikuti perkembangan lingkungan strategis baik nasional, regional maupun internasional. "Civitas academica ITB harus berjiwa merah putih, selalu mengutamakan kepentingan bangsa dan negara bukan kepentingan kelompok dan pribadi," pungkasnya.