Buat Inovasi Perkuatan Lereng, Tim ITB Raih Juara 1 Civil Innovation Challenge 2023

Oleh Anggun Nindita

Editor Anggun Nindita

Tim ITB Raih Juara 1 Civil Innovation Challenge 2023

BANDUNG, itb.ac.id – Tim mahasiswa dari Institut Teknologi Bandung berhasil meraih juara 1 ajang Civil Innovation Challenge 2023. Tim tersebut keluar sebagai juara lewat inovasi perkuatan lereng pada tanah yang tidak stabil.

Tim dengan nama "Kuya Kapal Api" itu terdiri atas Vincent Siswaji, Andreas Setiawan, Nur Rama Adamas, dan Kelsen Fernandi. Keempatnya merupakan mahasiswa Program Studi Teknik Sipil angkatan 2020. Tim ini dibimbing oleh dosen Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan (FTSL), Yuamar Imarrazan Basarah, S.T., M.T., Ph.D.

Civil Innovation Challenge merupakan kegiatan kompetisi di bidang teknik sipil yang diadakan oleh Keluarga Mahasiswa Teknik Sipil Universitas Gajah Mada (UGM). Acara ini telah memasuki tahun yang ke-11. Tema yang dibawakan kompetisi ini adalah "Inovasi Solutif sebagai Langkah Antisipasi terhadap Ketidakstabilan Tanah untuk Merealisasikan Daerah Tangguh Bencana".

Kompetisi ini terdiri dari dua babak, yaitu penyisihan dan final. Pada babak penyisihan, peserta diharuskan membuat lima inovasi perkuatan lereng pada suatu perumahan. Sementara pada babak final, peserta diminta membuat pemodelan lereng tegak dengan box ukuran 50x50x60 cm serta presentasi metode perkuatan lereng tegak 90 derajat dengan menggunakan geosintetik.

Sebagai persiapan untuk babak penyisihan, tim Kuya Kapal Api melakukan analisis studi kasus dan modelling tanah melalui program Plaxis dan Geoslope. Mereka memelajari materi perhitungan perkuatan lereng dan merumuskan solusi dalam bentuk paper. Pada saat kompetisi, solusi perkuatan lereng yang diusung tim, yaitu soil nailing, gabion, dinding penahan tanah, resloping, serta geotextile. Masing-masing solusi tersebut memiliki perbedaan prinsip.

Selanjutnya, tim memilih satu solusi paling efektif yaitu soil nailing. “Alasannya karena dari sisi harga, ini ekonomis, dan nilai keamanan juga mencukupi,” jelas salah satu anggota tim, Rama.

Sementara pada tahap final, tim mempersiapkan modelling 3D di laboratorium. Variabel tanah dan air dibuat semirip mungkin dengan persoalan studi kasus, yakni menyaring tanah sebanyak 20 kg dan membuat kadar air menjadi kering.

Saat kompetisi final, tim membuat solusi geosintetik yang diberi nama "Geobion". Solusi ini merupakan pemanfaatan geosintetik dengan jenis geotextile, geogrid, dan bronjong untuk perkuatannya. Tiap geosintetik tersebut memiliki kegunaan masing-masing, seperti geogrid sebagai perkuatan tanah, geotextile untuk menahan erosi, serta bronjong untuk menghasilkan lereng yang tegak.

Saat pemodelan, mereka menggunakan tenaga manusia ketika peserta lain menggunakan alat-alat yang lebih canggih. “Bahkan karena kita nggak pernah modelling yang skalanya sama, jadi pas modelling bener-bener deg-degan soalnnya takut nggak berdiri tanahnya,” ungkap Rama.

Ada momen yang menegangkan yang terjadi di 10 menit terakhir pemodelan. Saat itu tanah nyaris longsor, sehingga mereka perlu membongkar sisa-sisa tenaga lapisan paling atasnya dalam waktu kurang lebih 5 menit. “Pas selesai akhirnya enggak runtuh dan modelnya berhasil,” pungkas Rama.

Reporter: Hafsah Restu Nurul Annafi (Perencanaan Wilayah dan Kota 2019)