Community Service SBM ITB

Oleh kristiono

Editor kristiono

BANDUNG, itb.ac.id - Sekolah Bisnis dan Manajemen ITB melalui program pendidikan semester pendek TA 2007/2008, memiliki agenda bernama “Community Service”, layanan pada masyarakat. Agenda ini merupakan mata kuliah wajib bagi mahasiswa tingkat dua. Mata kuliah berbobot dua SKS ini mengarahkan mahasiswa untuk berpartisipasi aktif melakukan pelayanan kepada masyarakat. Tahun ini, kegiatan layanan masyarakat dipusatkan di Desa Cisondari, Kabupaten Bandung. “Desa Cisondari merupakan kawasan perbatasan antara desa dan kota. Jadi, kota tidak, desa juga bukan”, ujar Bambang Rudito, Ph.D, Dosen SBM. Menurut Bambang, kawasan seperti ini merupakan kawasan kritis sehingga harus cermat untuk meninjaunya. “Lihat saja, sebagai orang desa mereka masih memiliki perkebunan atau sawah. Pun mereka juga melakukan kegiatan jasa yang menjadi label orang kota”, katanya. Hal ini berdampak bagi kelangsungan dan keberdampingan hidup. Tak terelakkan cukup banyak bentrok antar warga kampung. Sebagai contoh, permasalahan air bersih. Akibat hanya terdapat satu saluran, ketika musim kemarau, terjadi pertikaian antara warga yang perlu pengairan untuk sawah dengan warga yang butuh air bersih untuk kelangsungan hidup sehari-hari. Dititik ini mahasiswa dituntut berperan. “Daripada sibuk demo, ngurus pemerintahan yang nggak beres. Ini langkah nyata untuk membantu masyarakat kita.” tegas Bambang. Community Service SBM memiliki tiga tingkatan yaitu penelitian masyarakat, basic need, business atau secondary need. Untuk tahun-tahun lalu, mahasiswa SBM berhasil melalui level basic need. Mereka telah membangun sejumlah prasarana vital bagi masyarakat, seperti saluran air, masjid, dan jalan raya. Secondary Need Tahun ini, Mahasiswa SBM melanjutkan pembenahan yang lebih bersifat business pada level secondary need. Menurut rencana, akan dilakukan sejumlah inovasi produksi susu kambing, produksi pupuk organik dari kotoran kambing, dan pembuatan yoghurt. Pada intinya, apa yang ada pada masyarakat, dikembangkan dan dimaksimalkan. Selain didampingi oleh seorang dosen dan empat mentor, kegiatan ini juga secara langsung dipantau oleh Lembaga Satoe Indonesia (LSI). Saat ini LSI telah sukses membangun tiga unit rumah pintar untuk mengajar anak-anak yang tidak bersekolah. Hasil usaha secondary need SBM ini nantinya akan dipakai untuk membiayai operasional rumah pintar tersebut. Ini merupakan langkah yang tepat untuk mengenalkan para mahasiswa dengan Corporate Social Responsibility (CSR). Bukan hanya berteori, tapi praktek langsung bagaimana mendapat kepercayaan masyarakat. Sesuai tujuan pendidikan SBM ITB untuk menghasilkan pemimpin kompeten, Mahasiswa harus tahu persis bagaimana keadaan rakyat biasa. Dalam kegiatan ini, Mahasiswa SBM diwajibkan untuk menetap sementara bersama warga. “Capek sih bolak-balik Bandung-Cisondari tiap minggu, tapi senengnya itu luar biasa, kami jadi lebih mengenal budaya sopan-santun di desa,” kata salah seorang Mahasiswa SBM. Social Enterprise for Economic Development (SEED) Gagasan kewirausahaan sosial untuk pembangunan ekonomi (SEED), berlangsung sejak 20 Juli hingga 3 Agustus 2008, dilakukan sebagai program pembelajaran cross-culture antara budaya Indonesia dan budaya luar. Dalam program ini terpilih empat orang partisipan internasional dari Jerman, Filipina, dan Singapura. Secara langsung para peserta program ini diajak meninjau Kampung Kotamaju, Desa Cisondari, Kecamatan Pasir Jambu untuk berunding dengan Ketua RW setermpat. Mereka membahas pendirian usaha Bantuan Unit Desa (Bundes) sebagai upaya untuk memerangi tengkulak. “Yeah, I agree with them. I think this is a good cooperation because I don’t like the middle-man,” kata Daniela, mahasiswa asal Jerman. masalahnya KUD kampung Cisondari dulu pernah bangkrut menyisakan trauma masyarakat karena dirugikan masalah simpan-pinjam, akibatnya para tengkulak mengambil alih peran. Peran itu, kini diupayakan untuk kembali diambil alih. Jika program Bundes untuk kampung berhasil, dapat menjadi contoh bagi kampung-kampung di sekitarnya. “Sebenarnya. saya sudah menunggu lama kegiatan seperti ini. Pemerintah juga sudah memiliki program, tetapi belum jalan. Saya akan segera bermusyawarah dengan tokoh kunci lainnya,” komentar Dadang Suganda, Ketua RW 7, Kampung Kotamaju.