Dari Mengikat Sarung Hingga Deteksi Pemalsuan Tanda Tangan, Ide Riset Prof. Mikrajuddin Berangkat dari Fenomena Sehari-Hari
Oleh Adi Permana
Editor Adi Permana
BANDUNG, itb.ac.id—Manusia mengamati banyak hal dalam kesehariannya, baik secara sadar maupun tidak. Banyak dari fenomena ini yang tampak sederhana, padahal menyimpan begitu banyak ilmu pengetahuan. Prof. Dr. Eng. Mikrajuddin, M.Si., memanfaatkan observasi keseharian untuk menjadi ide-ide penelitian. Ia membagikan kisahnya pada Discussion Series bertajuk “Research Opportunities for Less-facilitated Researchers” yang diadakan oleh LPPM ITB pada Selasa (4/10) lalu.
Prof. Mikrajuddin merupakan Guru Besar dari Departemen Fisika ITB yang mendapatkan Habibie Award 2018 dalam bidang ilmu dasar dari Yayasan Sumber Daya Manusia dalam Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Yayasan SDM Iptek) dan Lifetime Achievement Material Scientist Award dari Material Research Society of Indonesia (MRS-id) pada 2022. Sepanjang hidupnya, ia telah mendapatkan lebih dari 25 indeks Scopus dan telah disitasi lebih dari 2.300 kali.
Kondisi Riset yang Tidak Ideal
“Melakukan riset dengan produktivitas lebih rendah dari kondisi ideal lebih baik daripada kita tidak melakukan apa pun sama sekali,” demikian Prof. Mikrajuddin membuka materinya. Riset membutuhkan fasilitas yang memadai, dana yang cukup, serta lingkungan yang baik. Tetapi belum tentu seorang periset memiliki ketiga hal tersebut. Dengan demikian, seorang peneliti perlu mengubah metode riset dari eksperimental ke pemodelan teoritis.
Dosen lulusan ITB dan Hiroshima University ini membagikan dua pendekatan yang bisa digunakan untuk mengatasi kendala dalam riset. Pertama ialah pemodelan dari fenomena yang diamati, kedua, melakukan percobaan sederhana atau pengujian melalui data peneliti lain.
Prof. Mikrajuddin berbagi 20 dari sekian penelitian yang ia lakukan dengan mengamati fenomena sehari-hari. Ia melakukan observasi, merumuskan hipotesis, membuat persamaan, kemudian mengujinya. Beberapa fenomena yang ia teliti di antaranya adalah pembakaran kembang api yang memengaruhi lengkungan kawat, memeras pakaian sebelum menjemur, mengendarai mobil saat hujan, permainan enggrang, hingga kejadian keruntuhan terowongan pasir di pantai.
Membuat Model Sederhana
Salah satu penelitiannya adalah mekanisme gaya ikat yang kuat pada sarung. Sarung yang digunakan dengan melipat dan menggulung sangat sulit dilepas. Salah satu hasil dari pengamatan tersebut adalah semakin banyak gulungan, semakin kuat; dan semakin kencang gulungan (tekanan ke arah perut), ikatan semakin kuat. Adakah persamaan fisika dari fenomena tersebut? Jawabannya: ada.
Hasil penelitian ini diterbitkan pada Physics Education pada 2020 dengan judul “A Sarong rolled around a body demonstrates that the force for separating two sheets joined by folding and rolling is very large.”
Contoh lain adalah penelitian mengenai deteksi pemalsuan tanda tangan. Riset tersebut menunjukkan perbedaan tangan dapat menampilkan umur—semakin tua, otot akan mengalami perubahan, dan tanda tangan pun akan berubah sehingga periode pembuatan tanda tangan dapat diketahui. Hasil penelitian ini diterbitkan pada Australian Journal of Forensic Sciences dengan judul “How human age affects the signature’s curvature, density and amplitude to wavelength ratio and its potential application for countering document falsification.”
Prof. Mikra juga menekankan mengenai kebermanfaatan dari penelitian. “Kebermanfaatan jangan hanya dipikir [berupa] kebermanfaatan bagi masyarakat, tapi juga kebermanfaatan bagi ilmu itu sendiri.”
Ia mengingatkan bahwa barangkali saat ini kita belum mengetahui manfaatnya bagi masyarakat, tetapi di masa depan seseorang dapat mengambil manfaat dari penelitian tersebut. Selain itu, penelitian juga memperluas ilmu pengetahuan yang telah ada, dan hal tersebut merupakan sebuah manfaat tersendiri.
Prof. Mikrajuddin menekankan pentingnya untuk berbangga akan produktivitas dalam berkarya melalui penelitian dengan kondisi yang minimal. Setidaknya, hal tersebut lebih baik daripada menyerah pada keadaan dan tidak melakukan apa-apa.
Reporter: Hasna Khadijah, (TL’19)