Tenaga Profesional Geospasial yang Berkompeten Jadi Kunci Pembangunan Berkelanjutan

Oleh Adi Permana

Editor Adi Permana


BANDUNG, itb.ac.id—Sebagai bagian dari pembelajaran mata kuliah Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis Kehutanan, program studi Rekayasa Kehutanan ITB mengadakan kuliah tamu pada Rabu (22/9/2021). Kegiatan ini mengulas tentang “Peran Profesi Geospasial dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Berkelanjutan”.

Seperti diketahui, penggunaan informasi geospasial saat ini telah mencakup berbagai aspek kehidupan. “Nantinya para lulusan Rekayasa Kehutanan akan memiliki perhatian khusus terhadap aspek geospasial ini dengan pengimplementasiannya yang beragam. Hal itu dapat menjadi nilai tambah dan kontribusi bagi prodi kita,” tutur Dr. Elham Sumarga selaku Ketua Program Studi Rekayasa Kehutanan dalam sambutannya.

Penyampaian materi dalam kuliah umum tersebut disampaikan langsung oleh Dr. Lina Wahyuni, M.Sc., Ketua Umum Perkumpulan Ahli Informasi Geospasial Indonesia (PAGI). Lina di awal menyebut bahwa tenaga profesional bidang geospasial harus tersertifikasi karena pengetahuan geospasial menjadi alat bantu dalam perumusan kebijakan, pengambilan keputusan, dan pelaksanaan kegiatan yang berhubungan dengan ruang kebumian.

Tentunya tenaga profesional di bidang geospasial juga dituntut untuk memiliki kompetensi. “Kompetensi dapat diartikan seseorang memiliki pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang baik untuk bisa menangani pekerjaannya,” terangnya.

Pemanfaatan informasi geospasial sangat luas, termasuk kaitannya dengan pembangunan. Pembangunan adalah proses pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan untuk memenuhi kebutuhan manusia agar hidupnya sejahtera lahir dan batin.

“Pembangunan yang dilakukan harus memiliki prinsip berkelanjutan. Jangan sampai pembangunan yang dilakukan saat ini mengabaikan daya dukung bagi kehidupan di masa depan dan merugikan generasi mendatang. Pengelolaan sumber daya alam harus mengacu pada UU No. 32 Tahun 2009 tentang prinsip pembangunan berkelanjutan,” jelasnya.

Lebih lanjut, dosen Institut Teknologi Yogyakarta itu menjelaskan tentang konsep daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. Daya dukung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan manusia, makhluk hidup lain, dan keseimbangan antara keduanya.
“Sedangkan daya tampung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan untuk menyerap apapun yang tertuang di atasnya, misalkan limbah dan polutan yang dihasilkan dari aktivitas manusia,” papar Lina.

Selanjutnya, ia menyebut hubungan data informasi geospasial dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. Pertama, sebagai profil untuk mengidentifikasi isu-isu strategis lingkungan hidup. Kemudian, untuk memprediksi dampak dan risiko lingkungan dari sebuah Kebijakan Rencana Program (KRP). Data yang disajikan dalam peta ini juga mampu memberikan arahan lokasi yang tepat dan minim risiko untuk lokasi pembangunan.

“Selain itu, peta ini menjadi upaya pengendalian pemanfaatan ruang wilayah yang dapat menimbulkan kerusakan lingkungan dan digunakan dalam penyusunan indek lingkungan untuk tujuan tertentu,” imbuhnya.

Tenaga profesional di bidang informasi geospasial bertanggung jawab dalam pembuatan berbagai peta tematik. Contohnya adalah peta penggunaan lahan, peta daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup, dan peta kebencanaan.

“Pekerjaan ini menjadi sangat penting untuk mewujudkan masa depan yang berkelanjutan,” tandasnya.

Reporter: Maharani Rachmawati Purnomo (Oseanografi, 2020)