Gedung BPI ITB Masuk Nominasi Anugerah Cagar Budaya Kota Bandung
Oleh Adi Permana
Editor Adi Permana
BANDUNG, itb.ac.id—Gedung Balai Pertemuan Ilmiah (BPI), Institut Teknologi Bandung (ITB) masuk ke dalam nominasi penerima Anugerah Cagar Budaya Kota Bandung tahun 2021 kategori bangunan umum dari Pemerintah Kota Bandung. BPI masuk nominasi karena dinilai dirawat dan dilestarikan dengan baik dalam pengelolaannya sehingga keberadaanya masih ada hingga saat ini.
Demikian disampaikan oleh Ketua Dewan Juri Anugerah Cagar Budaya Kota Bandung Tahun 2021, Aji Bimarsono, M.Sc., saat melakukan peninjauan Gedung BPI, Kamis (11/11/2021) pagi. Selain Aji, pada kunjungan tersebut juga dihadiri oleh Kasi Cagar Budaya dan Permuseuman, Disbudpar Kota Bandung, Rina Oesman, Dr. Eng. Arif Sarwo Wibowo (Dosen Arsitektur ITB) dan anggota dewan juri lainnya dari Komunitas Aleut.
Sementara itu dari ITB, kunjungan diterima oleh Sekretaris Senat Akademik ITB, Prof. Wawan Dhewanto, Ph.D., Wakil Direktur Sarana Prasarana ITB, Dr. Allis Nurdini, Kepala Seksi Bangunan, Jalan/Jembatan, Lanskap, Tanah/Kebun di Direktorat Sarana Prasarana ITB, Agus Suyatno, S.Ars.
Rina Oesman mengatakan, Pemkot Bandung sejak 2017 rutin memberikan anugerah cagar budaya sebagai bentuk apresiasi. Melalui penganugerahan tersebut, Pemkot ingin memberikan aspresiasi dan penghargaan kepada pihak-pihak baik pemilik maupun pengelola yang telah memelihara dan melestarikan aset-aset dengan cukup baik dan bentuknya melalui anugerah ini.
Di sisi lain, Aji Bimarsono mengatakan, Gedung BPI masih dirawat dengan baik, sampai sekarang kita masih melihat kelestariannya. Untuk itu, tahun ini BPI masuk nominasi sebagai salah satu calon yang menerima anugerah cagar budaya.
"Pada kunjungan lapangan ini, kami ingin menggali lebih banyak kira-kira sejarah bangunan ini dan pemanfaatannya selama ini, dan mungkin suka-duka dalam memanfaatkan dan melestarikan bangunan ini, dan harapan ke depannya seperti apa," ujarnya.
Sejarah Gedung BPI
Gedung BPI mulai dibangun pada November 1953 oleh arsitek asal Austria, Ir. Albertus Wilhelm Gmelig Meyling dari Ingenieursbureau Ingenegeren-Vrijburd (IBIV) NV Bandung. Bangunan tersebut selesai dibangun Februari 1955 dan diresmikan penggunaannya pada 7 April 1956-hingga sekarang.
“Pada 2000-an terjadi perubahan fungsi. Pada awalnya Gedung yang mendukung perkuliahan. Namun sejak ITB jadi BHMN ditetapkan fungsi sebagai tempat kegiatan Majelis Wali Amanat (MWA), Senat Akademik, pengukuhan guru besar, kegiatan orasi ilmiah, dan kegiatan senat akademik lainnya,” ujar Dr. Allis pada sesi diskusi dan tanya jawab.
Keberadaan Gedung BPI, lanjut Dr. Allis, masih dipertahankan ke-heritage-annya, misalnya struktur bangunan, arsitektural, dan dari sisi warna cat sehingga terkesan masih bernuansa vintage. Akan tetapi ada beberapa elemen yang ditambahkan seperti toilet yang lebih besar, akustik ruangan karena dipakai rapat-pertemuan. Namun modifikasi tersebut tetap menghormati keasrian Gedung BPI.
Dalam sesi tanya jawab tersebut, dewan juri bertanya mengenai ketahan terhadap gempa. Dr. Allis menjawab, sampai sejauh ini belum ada laporan kerusakan meskipun Bandung sempat mengalami gempa bumi yang cukup besar. Justru ia menegaskan, bangunan lama cenderung lebih stabil terhadap gempa. “Kehandalan struktur bangunan teruji dari beberapa benca alam yang terjadi,” ujarnya.
Adapun Prof. Wawan Dhewanto, berharap kepada Pemkot Bandung karena ITB punya beberapa bangunan bersejarah lain seperti Aula Barat-Aula Timur, Villa Merah, Bosscha, dan BPI, di satu sisi ingin memaksimalkan fungsinya namun di sisi lain ingin mempertahankan nilai bangunan bersejarah. “Jadi kita ingin memaksimalkan fungsi tanpa mengurangi nilai sejarahnya,” jelasnya.
Kunjungan tersebut ditutup dengan penyerahan cenderamata, kunjungan lapangan, dan pendokumentasian Gedung BPI oleh tim dewan juri.