Dialog Seni+Teknologi: Kolaborasi Seni, Desain, dan Rekayasa dalam Pengembangan Aplikasi Biomedika
Oleh M. Naufal Hafizh
Editor M. Naufal Hafizh
BANDUNG, itb.ac.id — Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Institut Teknologi Bandung (ITB) menggelar Dialog Seni+Teknologi Vol. 4 dengan tema "Art, Design & Engineering: Joining Forces for A Healthier Future”, Senin (4/3/2024). Acara tersebut digelar di Design Centre FSRD dengan menghadirkan Allya Paramita Koesoema, S.T., M.T., Ph.D. dari Kelompok Keahlian Teknik Biomedika, Sekolah Teknik Elektro dan Informatika (STEI) ITB sebagai pembicara.
Allya. Ph.D. menjelaskan bahwa Teknik Biomedika merupakan irisan dari keilmuan teknik, sains, dan kesehatan. Kolaborasi ketiganya telah berhasil melahirkan berbagai inovasi teknologi kesehatan yang sangat bermanfaat bagi manusia. Beberapa contoh implementasi teknik biomedika yang sekarang mulai dikenal luas dalam dunia kesehatan modern antara lain bioelektronik, Artificial Intelligence (AI), dan robotik.
“Bagaimana teknologi itu untuk manusia, jangan sampai manusia untuk teknologi. Jangan kita menjadi budaknya teknologi, tapi bagaimana teknologi itu membantu kita menjadi lebih manusia,” ujarnya.
ITB sebagai insitusi penelitian dan pengajaran juga telah memperkuat riset di bidang biomedika melalui pengembangan berbagai teknologi kesehatan yang dilakukan oleh beberapa fakultas. Kendati demikian, menurut beliau, berbagai teknologi tersebut kerap kurang memperhatikan aspek desain sehingga nilai fungsinya kurang optimal. Maka dari itu, perlu adanya kolaborasi antara seni, desain, dan teknologi, yang mampu menjembatani optimasi fungsi dari teknologi-teknologi tersebut bagi manusia.
Dalam skema kolaborasi ini, seni dan desain dapat bekerja pada aspek desain produk, desain grafis UI/UX, serta perluasan teknologi (humanising technologies). Sementara itu, bidang teknik dapat membantu dalam hal pengukuran dan kuantifikasi, serta memfasilitasi eksplorasi seni melalui teknologi yang sudah ada.
Dalam kesempatan tersebut, beliau menceritakan proyek kolaborasi terkini, yaitu aplikasi kesehatan mobile (mhealth) yang diberi nama “Sahabat Bunda”. Aplikasi ini fokus pada kesehatan ibu dan anak dengan teknologi sederhana yang disesuaikan dengan kebutuhan lokal. Aplikasi Sahabat Bunda dirancang dengan tiga modul pemakaian, yaitu untuk bidan, untuk ibu, dan untuk pemangku kebijakan (pemerintah).
“Kalau ITB bilang kita ingin globally respected, tapi kita juga ingin locally relevant. Jadi bagaimana teknologi yang ada bisa dipakai untuk teman-teman kita di Indonesia,” tuturnya.
Dalam perkembangannya, aplikasi Sahabat Bunda telah mengalami banyak perubahan dari desain awal karena menyesuaikan pada kebutuhan di lapangan. Selain versi digital, tim peneliti berinovasi dengan media nondigital berupa board game untuk literasi pengelolaan keuangan keluarga yaitu “Bunda Cermat”. Hasil diseminasi ke sejumlah wilayah di Indonesia menunjukkan bahwa pola pengaturan keuangan di tiap daerah berbeda. Kondisi tersebut dijadikan input untuk adaptasi sistem.
“Kita membuat kit ini disesuaikan dengan budaya lokal. Oleh karena itu, kita perlu bisa menghayatinya juga, penting adanya man-design dan humaniora di sini,” ujarnya.
Selain itu, ada toolkit bernama “Kapan Ya Bu?” untuk mengingatkan milestone penting dalam kehamilan serta tumbuh kembang anak. Hingga saat ini, keseluruhan proyek tersebut terus dikembangkan dan digarap secara bertahap. Harapannya, model aplikasi serupa dapat terus diperbaiki dan ditambah dengan fitur-fitur terbaru yang relevan dengan kebutuhan saat ini dan masa depan.
Terakhir, Allya mengingatkan bahwa tantangan terbesar dalam desain kolaboratif multidisiplin adalah latar belakang yang berbeda. Hal ini membuat masing-masing individu membawa perspektif, konsep, dan teknologi yang berbeda pula. Oleh karena itu, perlu adanya pendekatan yang saling menyatukan sumber daya tersebut menjadi output yang lebih baik melalui proses co-design yang berkesinambungan.
Reporter: Hanifa Juliana (Perencanaan Wilayah dan Kota, 2020)