Dies Natalis ke-57 ITB: Kontribusikan Agen Perubahan Indonesia

Oleh Cintya Nursyifa

Editor Cintya Nursyifa

BANDUNG, itb.ac.id - Setelah resmi berganti nama dari Tesniche Hogeschoolte Bandoeng (THS) menjadi ITB pada 2 maret 1959, pada Rabu (02/05/16) ITB membuka Dies Natalis ke 57 dengan sidang terbuka bertema "ITB Menyongsong 100 Tahun Pendidikan Tinggi Teknik di Indonesia". Kegiatan yang berlangsung di Aula Timur tersebut dihadiri berbagai instansi, perwakilan mahasiswa, rektor-rektor ITB terdahulu hingga tokoh nasional. Dalam sidang terbuka ini pula dipaparkan pidato ilmiah dari Prof. Zeily Nurachman, D.Sc yang berjudul "Membangun Budaya Meneliti: Perlu Kerja Keras, Daya Juang, dan Daya Tahan (Memasyarakatkan Minyak Laut, Minyak Dari Mikroalga Laut Tropis)".

Terkait undang-undang no. 11 tahun 2014 tentang Keinsinyuran, Prof. Ir. Indratmo Soekarno, M. Sc., Ph.D  selaku Ketua Senat Akademik memaparkan, "Sebagai perguruan tinggi teknik pertama di Indonesia ITB menyumbang  sarjana teknik terbesar di Indonesia untuk menjalankan tugas dalam memenuhi berbagai kebutuhan terkait keinsinyuran di Indonesia." Seiring dinamika global dan kemajuan teknologi perekonomian turut berpindah haluan. "Perekonomian era terkini telah beralih dari ekonomi industrial ke ekonomi entrepreneurial berbasis pengetahuan dan dimotori oleh inovasi teknologi," ungkap Betti Alisjahbana sebagai ketua Majelis Wali Amanat dalam sambutannya. Teknologi tentu sangat menunjang perekonomian, dengan kata lain perubahan perkonomian tersebut membutuhkan agen-agen/insinyur yang kompeten di bidang teknologi.

Kontribusi bagi bangsa sebagai agen-agen pembangunan, dapat direalisasikan dengan memberikan pendekatan bagi masyarakat. Pandangan yang berkembang bahwa keberadaan ilmu-ilmu sosial dan humaniora di ITB membawa IPTEKS lebih dekat dengan masyarakat, serta lebih selaras dengan kebudayaan dan kemanusiaan. Menurut Prof. Kadarsah, ITB telah menjadi agen perubahan dengan memberikan sumbangsih di berbagai sektor pembangunan baik sebagai usaha,  pengajar dan peneliti di perguruan tinggi, pelaku media massa dan jurnalis, ataupun sebagai pegiat politik/organisasi non-pemerintahan. Sejumlah alumni ITB juga telah menjadi 'duta IPTEKS' bangsa, dengan menempati posisi yang terpandang di perguruan-perguruan tinggi  ataupun perusahaan-perusahaan swasta terkemuka di mancanegara. Selain itu berbagai karya intelektual segenap staf akademik ITB juga telah memberikan sumbangsih dalam kehidupan masyarakat, baik dalam ekonomik, sosial maupun kebudayaan.

ITB mempunyai peran penting dalam perspektif entrepreneurial research-university. "Cita-cita Indonesia untuk menjadikan Indonesia sebagai negara ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara dan akan menumbuhkan 1000 teknopreneur pada 2020 memiliki kecocokan dengan visi ITB.  Masyarakat dapat memanfaatkan pula kepakaran, hasil riset, dan inovasi yang dihasilkan oleh ITB serta para lulusannya dapat berkontribusi pada visi tersebut," ungkap Betti.