Dosen Seni Rupa ITB Mengungkap Arsip dari Periode Awal "Laboratorium Barat" pada Seminar AESCIART FSRD ITB

Oleh Adi Permana

Editor Adi Permana

Foto: Patriot Mukmin/Dosen Seni Rupa ITB

BANDUNG, itb.ac.id—Danuh Tyas Pradipta, S.Sn., M.Sn., Dosen Program Studi Seni Rupa ITB mengatakan, umumnya Seni Rupa Bandung (Seni Rupa ITB) dalam bidang Seni Rupa Modern Indonesia dimulai dengan tulisan kritis Trisno Sumardjo di tahun 1954 yang bertajuk “Bandung Melayani Laboratorium Barat”. Berangkat dari sana, mulailah Seni Rupa ITB identik dengan terminologi “Laboratorium Barat”.

Ia menyampaikan bahwa kritikus yang membantah hal tersebut adalah Sudjoko. Sudjoko tidak sepenuhnya menolak kritik Sumardjo mengenai laboratorium Barat tersebut. Menurut Sudjoko, memang betul Seni Rupa Bandung seperti sebuah laboratorium. Hal itu karena dalam Seni Rupa Bandung terdapat eksperimen, investigasi, analisis, dan diskusi mengenai seni yang dibawa ke sana.

Diskusi mengenai Seni Rupa Bandung sebagai “Laboratorium Barat” itu tersaji dalam acara AESCIART: International Conference on Aesthetics and The Science of Art” yang berisikan seminar, diskusi, dan lokakarya. Kali ini, temanya adalah “Looking Back to Zero Point: Interpreting Archives from the Early Period of the ‘West Laboratory’” (Melihat Kembali ke Titik Nol: Menafsirkan Arsip dari Periode Awal "Laboratorium Barat") pada Rabu (10/11/2022) di Ruang Seminar, Gedung CAD FSRD ITB.

Danuh merupakan dosen pada Kelompok Keahlian Riset Estetika & Ilmu Seni Rupa. Beliau menyelesaikan pendidikan masternya dengan tesis berjudul “Study of the Art Boom di Dunia Seni Kontemporer Indonesia”. Sejak 2014, Danuh, menjabat sebagai peneliti sekaligus kurator di Galeri Soemardja.

Ia melanjutkan, tulisan kritis Sumardjo diterbitkan tujuh tahun setelah Bandung Fine Art didirikan. Oleh karena itu, artikel ini tidak cukup untuk menggambarkan apa yang terjadi di Seni Rupa Bandung. Dalam mengetahui keadaan sebenarnya, serta ungkapan “a kind of laboratory” (semacam laboratorium) Sudjoko, diperlukan untuk membaca arsip-arsip awal Seni Rupa Bandung. Hal tersebut karena arsip-arsip ini erat berkaitan dengan keberadaan dosen-dosen Belanda terdahulu untuk mengetahui perspektif mereka dalam melihat Seni Rupa yang berdiri di Hindia Belanda pada era tersebut.

Menurutnya, dengan membaca arsip-arsip ini juga dapat membantu dalam memahami aspek-aspek penting Seni Rupa Bandung. Misalnya, sejarah mengapa didirikannya sekolah tersebut yang awalnya bertujuan untuk mendidik guru seni. Oleh karena itu, seni lukis, yang menjadi sasaran kritik Sumardjo, hanyalah menjadi salah satu dari sekian yang diajarkan di Seni Rupa Bandung.

Reporter: Inas Annisa Aulia (Seni Rupa, 2020)