Dr. Yan Yan Sunarya, M.Sn.: Figur Eksentrik Dunia Pendidikan ITB

Oleh Teguh Yassi Akasyah

Editor Teguh Yassi Akasyah

BANDUNG, itb.ac.id - Lulusan Institut Teknologi Bandung (ITB) dari tahun ke tahun selalu dikenal menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. Hal ini terbukti dari performa alumni ITB di perusahaan, produk inovasi yang dihasilkan, serta banyaknya tokoh-tokoh besar tanah air yang merupakan jebolan dari Kampus Ganesha. Dibalik itu, dosen ITB memainkan peran penting dalam proses penempaan mahasiswanya selama masa perkuliahan. Penyampaian ilmu-ilmu tingkat universitas yang terbilang sulit harus dilakukan dengan cara yang tepat agar mahasiswa mampu memahami dan mengaplikasikan ilmunya secara nyata. Pengajaran melalui metode pendekatan yang unik sekaligus komunikatif menjadi tantangan bagi setiap dosen di ITB untuk memastikan keberterimaan materi yang berkelanjutan pada mahasiswanya. Menjawab tantangan tersebut, Dr. Yan Yan Sunarya, M.Sn., dosen Program Studi Kriya Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) ITB, memiliki cara tersendiri untuk menguasai ruang kelas agar proses belajar menjadi konsumsi yang menarik bagi mahasiswanya.

Dr. Yan Yan meraih gelar sarjananya di Desain Tekstil FSRD ITB, gelar magister di Desain FSRD ITB, dan gelar doktor di Ilmu Seni Rupa dan Desain FSRD ITB. Atas kecintaannya terhadap tanah kelahiran, dirinya mendalami khazanah batik Sunda dan berhasil diakui sebagai Doktor Batik Sunda pertama di dunia. Ciri khasnya untuk melakukan segala hal dengan dedikasi penuh tak lupa pula ia terapkan dalam dunia belajar-mengajar di kelas.

Lebih dari Sekedar Silabus dan Kurikulum

Menurut Dr. Yan Yan, pendidikan tak hanya sebatas silabus dan kurikulum. Dari pengalaman 18 tahun mengajar di ITB, konsentrasi belajar mahasiswa di kelas hanya bertahan di 10 sampai 15 menit awal. Untuk dapat mempertahankan suasana kondusif di kelas, penguasaan massa menjadi strategi utama yang harus dipegang. Dalam setiap pertemuan, harus selalu ada pembaruan, baik dalam permainan tutur kata, maupun bentuk presentasi yang menarik. "Saya harus menjadi sahabat mahasiswa. Sumber daya anak ITB secara akal sudah hebat, maka saya harus kasih yang hebat juga, atau kalau tidak, ya naif sekalian," tukas Dr. Yan Yan.

Tujuan dari pembaruan yang selalu Dr. Yan Yan bawa ke dalam kelas tidak hanya sebagai shock therapy dan menghindari proses belajar yang monoton, tapi juga agar mahasiswa terlatih untuk berpikir selayaknya pemimpin dan perintis, bukan hanya sekadar mengikuti jejak pemikir atau seniman pendahulu. "Pak Yan Yan selalu berhasil membuat analogi-analogi yang bodor (lucu), tapi masuk akal dan membekas banget," ungkap Qisthina Suhardy (Kriya 2012), salah satu mahasiswa Dr. Yan Yan.

Dr. Yan Yan memiliki tiga metode pengajaran, tergantung pada beban materi perkuliahan yang dimiliki oleh setiap mata kuliah. "Setiap mata kuliah mempunyai strategi dan metode pengajaran yang berbeda-beda," ungkap Dr. Yan Yan. Metode agitasi diterapkan untuk mata kuliah ringan yang bersifat sebatas pengantar. Untuk mata kuliah yang membutuhkan pemahaman lebih mendalam seperti mata kuliah Seminar Kriya, mahasiswa dibimbing perlahan secara bertahap. Sedangkan pada mata kuliah tertentu yang melibatkan praktik, Dr. Yan Yan memberikan kebebasan seluas-luasnya untuk mahasiswa dalam berkreasi. "Pendidikan pada intinya adalah (tentang) mencerahkan (enlightening) mahasiswa," tekannya.

Olah IKRAR sebagai Refleksi Pendidikan Masa Kini

Sebagai hasil dari perkembangan teknologi, pengembangan dan pencapaian kepintaran kognitif mahasiswa zaman sekarang sudah tak perlu diragukan lagi. Namun apabila ditinjau dari segi daya juang, mahasiswa zaman dahulu jauh lebih unggul. Menurut Yan Yan, keunggulan mahasiswa di era sekarang dalam aspek kognitif tidak didampingi dengan kebijaksanaan, sehingga kapasitas otak yang hebat justru membuat mahasiswa cenderung lupa akan pentingnya pendidikan kehidupan yang lebih luas cakupannya. Berkenaan dengan ini, untuk menggali potensi yang ada dalam diri, Dr. Yan Yan Sunarya memiliki konsep "Olah IKRAR" yang merupakan singkatan dari olah iman, olah kata, olah rasa, olah akal, dan olah raga.

Dalam menghadapi setiap tantangan perkuliahan baik akademik maupun nonakademik, kelima hal tersebut harus proporsional dalam porsinya masing-masing. Ambil contoh dalam hal olah kata, misalnya pada saat perkuliahan fisika, mahasiswa harus mengambil inisiatif bertanya tentang berbagai fenomena alam. Akan lebih menarik jika pertanyaan diajukan secara lebih kreatif. "Bagaimana sudut pandang fisis fenomena terompet sangkakala sebagai contoh, tidak hanya (melulu) mengenai permasahalan fisis yang terkait dengan gerak bandul," ujar Dr. Yan Yan. Tidak mengherankan bila keaktifan beliau ketika menjabat Presiden KMSR ITB sekaligus Dewan FKHJ ITB pada masanya, tidak menurunkan performa akademiknya yang justru pernah menjadi salah satu mahasiswa berprestasi.

Matematika, Seni, dan Kehidupan

Bagi Dr. Yan Yan yang selalu berkutat di bidang seni, eksistensi matematika dalam berbagai bidang kehidupan harus dirasakan oleh seluruh seniman dimanapun. Menurutnya, penyampaian maksud yang tertuang dalam media-media seni selain harus bersifat estetis juga harus menyertakan unsur logis. Bagaimanapun juga, dasar-dasar pakem demikian tidak boleh menempatkan seni dalam masa stagnansi. Eksplorasi seni merupakan hal yang mutlak bagi tiap pelaku seni sebagai upaya mencapai apa-apa yang mampu dirasakan manusia di dunia ini.

"Kehidupan di dunia ini hanya bersifat sementara, " jelas Dr. Yan Yan. Sama seperti seni yang membantu manusia merasakan banyak hal, terdapat analogi unik bagi mahasiswa yang ragu mengaktifkan diri dalam kemahasiswaan. "seperti kita mencelupkan jari kelingking yang ke dalam samudera", ucapnya. Ketika jari kelingking tersebut kita angkat dari samudera, maka akan meneteskan beberapa air. Tetesan air yang mengalir dari kelingking tersebut adalah waktu yang kita miliki di dunia ini. Oleh karena itu, akan sangat disayangkan apabila mahasiswa hanya menjalankan kewajiban akademik tanpa melakukan kegiatan kemahasiswaan. Karena sudah seharusnya, setiap mahasiswa mampu memimpin dirinya masing-masing dalam pencarian potensi diri dan beranjak menjadi insan dewasa.

 

Sumber dokumentasi: matiinu.blogspot.com

 

Aditya Binowo, Bayu Prakoso, Sarah Azzahwa, Vinskatania, Adil Setiyanto

ITB Journalist Apprentice 2015