Eksplorasi Desain Kursi Santai dan Masa Depan Rotan Berkelanjutan Melalui Workshop Sustainable Rattan
Oleh Anggun Nindita
Editor Anggun Nindita
BANDUNG, itb.ac.id - Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Teknologi Bandung (FRSD ITB) menggelar pameran “SEAT IN-The Art of Sitting: Easy Chair Design Journey” pada Jumat (8/3/2024) di Center for Art, Design, and Language (CADL), ITB Kampus Ganesha, Bandung.
Ajang ini merupakan pameran kursi santai hasil tugas mahasiswa mata kuliah (MK) Desain Mebel III. Dalam pelaksanaannya, terdapat juga talkshow dan workshop bersama VIVERE Group, Karuun dan GIZ dengan topik “Sustainable Rattan”. Topik ini membahas bagaimana ketiga narasumber menjalankan industri rotan dengan memperhatikan aspek regeneratif dan keberlanjutannya.
Pembicara pertama pada sesi talkshow diisi oleh Kepala Departemen Marketing VIVERE Group, Ben Valdi. Dia memaparkan profil perusahaan dari VIVERE Group yang sudah didirikan sejak 1984 sebagai perusahan kontraktor interior dan telah menghadapi krisis global sebanyak 4 kali. Namun akhirnya berhasil bertahan dan terus berkembang di industri interior.
"VIVERE GROUP sudah cukup lama menjadi rekan kerja sama Desain Interior ITB dan meninggalkan jejaknya di Material Library Design Centre," ujarnya.
Pembicara selanjutnya yakni Co-Founder Karuun, Julian Reutur, yang merupakan warga negara Jerman yang memulai mempelajari rotan di Bali.
Perjalanan karirnya diawali karena ia terpesona melihat rotan yang baru saja dikeluarkan dari mesin uap untuk proses pembekokan, ia menganggap rotan sebagai harta karun.
Karuun bekerja sama dengan VIVERE Group dan GIZ dalam menjalankan proyek “Rattan Rangers” sebagai pelopor regeneratif rotan. Mereka memperhatikan isu keberlanjutan dalam setiap tahapan untuk memproduksi rotan. Mulai dari penanaman bibit, penebangan, produksi sampai distribusi.
Julian menekankan untuk selalu menghargai dan melihat hal dari seluruh perspektif. Sekaligus segala sesuatu yang kita ambil untuk dikembalikan dan akan menghasilkan benefit. Dengan begitu seorang desainer dapat memberikan tanggung jawabnya secara ideal.
Dirinya menjelaskan bahwa Karuun mengembangkan inovasi produk rotan, yaitu veneer rotan. Proses produksinya diawali dari mengupas kulit rotan, jika berwarna menginjeksi warna melalui kapilernya, kemudian dipotong membentuk kotak, disatukan dengan lem menjadi balok, kemudian dipotong dalam direksi berbeda menjadi lembaran.
Veneer rotan Karuun sudah banyak diproduksi dan didistribusikan. Bahkan, sudah dikembangkan menjadi produk lain dengan memasok veneer rotan sebagai bahan dasar ke pabrik yang memproduksi interior mobil dengan material veneer rotan.
"Karuun bekerja sama dengan VIVERE Group untuk mendistribusikan produknya dan bekerja sama dengan GIZ sebagai asosiasi hubungan Jerman dengan Indonesia yang juga turut berperan dalam proyek Rattan Rangers," katanya.
Pembicara terakhir, yaitu penasihat “Sustainable Rattan” dari GIZ, M. Alfatha Kurniadi, S.Ds., memaparkan latar belakang dirinya serta peran GIZ dalam isu keberlanjutan rotan.
Sebagai informasi, beliau merupakan lulusan desain interior Telkom University dan sekarang memiliki fokus pada material rotan. Ia berkata bahwa sekarang hutan sudah menjadi kanvasnya.
GIZ juga bekerja sama dengan Karuun dan VIVERE Group dalam proyek regeneratif rotan yang juga disebut “Rattan Ranger”. Proyek tersebut memiliki tujuan dalam memperkuat keberlanjutan rantai pasok rotan untuk produk rotan yang inovatif dari petani terpilih di Sumatera, Sulawesi, Kalimantan, dan Jawa. Program tersebut sudah dijalankan dari Oktober 2020 sampai maret 2024.
Program kerja yang sudah dilaksanakan antara lain, pengelolaan sumber daya berkelanjutan, sistem ketertelusuran dan skema manfaat, sistem manajemen mutu, penggunaan spesies rotan yang kurang dikenal, peningkatan kapasitas dan pembelajaran pengetahuan.
Dikatakan bahwa 80% rotan berasal dari Indonesia. Untuk melakukan pembengkokan rotan diperlukan air dan uap. Dan dampak yang hadir dari satu lembar veneer rotan Karuun sangat besar. Ia mengajak peserta untuk tidak menganggap rotan hanya sebagai produk tetapi membuka pikiran lebih jauh lagi potensi dari rotan.
Karakteristik Rotan
Di sini dijelaskan juga mengenai rotan manau, yang merupakan rotan berkualitas terbaik yang ada dalam proyek ini. Sementara itu, alternatif rotan lainnya, yakni yang berasal dari Sumatera yang dinamakan tabu-tabu.
Saat ini juga sedang dikembangkan rotan jenis yang lebih kecil. Ada pula persediaan spesies yang belum teridentifikasi serta dilakukan percobaan dengan produksi aksesoris di daerah spesies tersebut berada.
Masih banyak masyarakat yang menyamakan rotan dengan bambu. Padahal, rotan termasuk keluarga palem-paleman. Untuk pertumbuhannya, rotan membutuhkan hutan. Akan tetapi, kini sudah banyak hutan yang tereksploitasi.
Proses mencapai titik panen saja sudah cukup sulit. Pada beberapa daerah yang memiliki hubungan erat dengan alam seperti di Sumpur Kudus, Sumatera Barat hanya memperbolehkan menebang pohon untuk masyarakat setempat, tidak untuk dikomersialkan.
Rotan bisa tumbuh hingga 200 meter, merupakan material yang berkelanjutan yang berasal dari alam. Namun, pernyataan bahwa rotan dapat tumbuh sendiri tidak sepenuhnya benar, karena proses panen masih manual dan harus dipotong.
Dengan ukurannya yang sangat panjang dan menjulang ke atas, diperlukan pemanjatan kemudian membawa potongan rotan menggunakan pundak dan berjalan kaki. Untuk lebih memaksimalkan prinsip berkelanjutan, salah satu penggiat rotan dari Jerman membawa alat ke Indonesia untuk alternatif pemanenan rotan.
Dampak yang dihasilkan adalah efektifitas waktu dan tenaga, biasanya untuk memanen rotan membutuhkan 5-10 orang selama 3-5 jam namun terpangkas menjadi kurang dari 1 jam.
Tingkat regenerasi rotan sangat kecil, seleksi alamnya sudah sangat ketat. Dalam satu batang pohon rotan bisa ada 3.000 buah setara 30 kg, tetapi kurang dari 10 bibit yang ada di bawahnya. Karena itu proyek “Rattan Rangers” berinisiatif untuk pembibitan rotan manau. Dimulai dengan 700 bibit, sekarang sudah menjadi 3.500 bibit di Sumatera Barat. Selain berkelanjutan, jadi ada dampak positif terhadap ekonomi warga. Buah, bibit dan prosesnya turut menjadi bernilai.
Dalam mewujudkan sistem ketelusuran dan skema manfaat, ada barcode di rotan karuun untuk melacak dimana asal rotan dan siapa yang melakukan pemanenan. Dengan begitu, pelanggan Karuun dapat mengetahui informasi terkait produk Karuun. Ikatan terhadap rotan sangat kuat, semakin banyak kita menggunakan rotan maka kita ikut berkontribusi untuk menjaga hutan rotan.
Bagaimana Cara Menghadapi Slow Industry
Setelah semua pembicara menyampaikan materinya, sesi tanya jawab pun dibuka. Salah satu pertanyaannya adalah bagaimana cara percaya diri dalam slow industry atau industri yang lambat.
Slow industry atau industri yang lambat menekankan pada kualitas daripada kuantitas dengan mengedepankan aspek lingkungan dan sosial. Tetapi, dalam konteks industri jika terlalu lambat maka mereka tidak akan bisa bertahan.
Sebagai contoh, industri digital seperti Amazon dan Google, mereka tergolong muda, namun dapat beradaptasi hingga menjadi besar. Berbeda dengan industri tradisional yang harus melakukan melakukan sesuatu secara langsung dan fisik terlebih dahulu.
Pada target pasar Karuun, pelanggannya memiliki kesadaran lingkungan. Permintaan kepada industri yang biasnya menuju ke arah tersebut cukup besar sehingga diperlukan transparansi. Tentunya juga, memperhatikan bahwa semua bahan berasal dari sumber yang berkelanjutan.
Sesi selanjutnya adalah workshop yang dilaksanakan setelah melakukan ishoma. Workshop dibuka dengan penyampaian materi pengenalan produk rotan Karuun oleh Julian Reuter. Ia mengenalkan karakteristik rotan yang memiliki rongga-rongga kecil yang disebut kapiler dengan demonstrasi meniup rotan dalam air seperti sedotan untuk menimbulkan gelembung. Ia juga memaparkan jenis produk yang dikembangkan oleh Karuun. Kemudian mempersilahkan peserta untuk berinteraksi langsung dengan contoh produknya.
Setelah materi dan demonstrasi selesai, peserta diberikan instruksi untuk membuat sketsa inovasi produk rotan berdasarkan jenis produk Karuun. Sketsa yang dibuat harus berbentuk selain furniture. Setelah itu, setiap peserta mempresentasikan hasil sketsanya dan diberi tanggapan langsung oleh Julian.
Kegiatan workshop tersebut sekaligus menjadi penutup dari Pameran SEAT IN-The Art Of Sitting: Easy Chair Design Journey. Setelah semua rangkaian selesai dilaksanakan, narasumber diberikan sertifikat lalu dilanjutkan foto bersama para peserta dan panitia. Diharapkan kegiatan ini dapat membuka pengetahuan peserta lebih jauh lagi mengenai industri rotan dan keberlanjutannya.
Reporter : Nazwa Nabiila (Desain Interior, 21)