Emil Dardak: Ilmu Keteknikan Penting dalam Membangun Negeri

Oleh Adi Permana

Editor Adi Permana


BANDUNG, itb.ac.id –  Wakil Gubernur Jawa Timur Dr. H. Emil Elestianto Dardak, M. Sc., atau yang akrab disapa Emil Dardak memberikan kuliah umum dalam Studium Generale KU-4078 Institut Teknologi Bandung (ITB) di Aula Barat Kampus ITB, Jalan Ganesha no. 10 Bandung, Rabu (19/3/2019). Ia banyak bercerita pengalamannya saat menjadi Bupati Trenggalek sampai sekarang menjabat sebagai orang nomor dua di Jawa Timur.

Peraih gelar doktor saat berumur 22 tahun ini membuka kuliah dengan menceritakan alasannya saat memilih untuk mengabdi dan melayani bagi masyarakat sebagai bupati. Padalah ia sebelumnya bekerja di World Bank, menjabat sebagai salah satu direktur pada perusahaan finansial skala global. Emil sering menerima anggapan bahwa bekerja di desa tidak perlu kemampuan intelektual. Untuk itulah ia ingin membuktikan bahwa untuk memecahkan masalah dimana pun perlu kekuatan intelektual.

"Jadi banyak yang nganggep saya sekolah tinggi-tinggi mau ngapain di tempat Trenggalek. Ternyata banyak sekali masalah-masalah kongkret yang dihadapi bangsa kita yang justru bisa ditemukan di daerah dan bisa diaplikasikan ilmu yang kita punya,” ujarnya.

Pengalaman-pengalaman di lapangan saat menjadi Bupati Trenggalek malahan lebih mengejutkan menurut Emil. “Masalah-masalah konkrit bangsa kita justru ada pada daerah-daerah dan penyelesaiannya tentu memerlukan kemampuan intelektual, “ ujar Doktor Ekonomi Pembangunan dari Ritsumeikan Asia Pacific University Jepang ini.

Ia menceritakan beberapa pengalamannya yang harus turun sendiri ke jalan, seperti menarik alat berat bersama-sama dengan warga atau berusaha membujuk seorang anak untuk sekolah walaupun telah dibiayai dan dijamin kesehatannya. “Tidak mungkin kita dapatkan hal-hal seperti ini kalau kita tidak turun sendiri ke lapangan, masalah kompleks seperti ini juga tentu memerlukan orang-orang intelektual, seperti mahasiswa keluaran ITB, salah satunya,” katanya dengan nada semangat.

Emil juga bercerita tentang masalah-masalah di Trenggalek yang ia hadapi dan dihubungkan dengan ilmu keteknikan, misalnya dalam bidang pertanian, sebagai solusi dalam hal penanaman padi agar tidak manual, maka disediakanlah alat yang lebih canggih sekaligus memberikan pelatihannya. “Adanya alat ini tentu akan memudahkan pengerjaan awal dalam penanaman tanaman seperti padi. Kemudahan ini akan sangat berdampak pada konsistensi panen, efisiensi waktu, dan produktivitas dari masyarakat yang terkena dampak,” ujarnya.



Selain soal pertanian, Trenggalek yang merupakan daerah pegunungan dan tebing juga sering dilanda longsor. Ia akhirnya memilih untuk memanggil Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) dan Tim Basarnas dalam memberi saran serta membantu menyusun kebijakan dan keputusan. Hasilnya adalah penanganan awal yang tepat dan terstruktur berdasarkan penggalian informasi yang dalam. “Walau di kala itu, saya sempat di-bully di media sosial karena saya hanya menurunkan satu alat berat, padahal itu lagi proses gali informasi bukan eksekusi,” ceritanya.

Berdasar pengalaman tersebut, Emil menekankan pentingnya keilmuan teknik dalam membantu menyelesaikan masalah-masalah lapangan yang nyata. “Kalian (mahasiswa) benar-benar memegang peranan penting, contohnya, kalau jalan rusak dan tidak ada yang bisa memperbaiki dengan benar, ini bisa merusak jalur perdagangan dan akan menyebabkan kerugian masyarakat sekitar jalan tersebut,” kata Emil di hadapan ratusan mahasiswa ITB.

Tidak lupa, ia juga mengingatkan mahasiswa ITB mengenai industri 4.0, industri masa depan, dan elemen-elemennya. Ia meyakini bahwa Indonesia harus mengambil bagian dalam dunia manufaktur. Untuk meningkatkan kualitas manufaktur ini, kita perlu melengkapi sumber daya manusia yang sudah paham kecerdasan buatan, additive manufacturing, virtual reality, dan lain sebagainya.  Ini juga mengartikan bahwa harusnya mahasiswa-mahasiswa ITB memiliki kerinduan untuk membangun bangsa sendiri dari sisi dunia industri agar tidak kalah dari negara-negara yang sebenarnya tidak jauh berbeda dari kita lingkungan industrinya.

Reporter: Ferio Brahmana (Teknik Fisika 2017)