Orasi Ilmiah Prof. Tjandra Anggraeni: Efektivitas Pengendalian Hama Terpadu dengan Agen Hayati
Oleh Adi Permana
Editor Adi Permana
BANDUNG, itb.ac.id — Prof. Tjandra Anggraeni, Ph.D., dari Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati (SITH) menyampaikan orasi ilmiah yang berjudul “Pengendalian Hayati Serangga Hama” dalam Forum Guru Besar ITB yang digelar secara hybrid pada Sabtu (19/11/2022).
Prof. Tjandra lulus sebagai Sarjana Biologi ITB pada tahun 1985, kemudian melanjutkan pendidikannya di University College of Swansea. Sepanjang kariernya, beliau telah berhasil mendapatkan 5 hak paten atas karya inovasi hasil kerja sama dengan kolega di dalam maupun di luar ITB. Selain aktif sebagai pengajar di ITB, beliau juga banyak terlibat dalam kegiatan institusi nasional yang berfokus pada pertanian dan entomologi.
Mengawali orasinya, Prof. Tjandra mengungkapkan fakta bahwa sekitar ¾ spesies hewan yang hidup saat ini merupakan serangga, dengan jumlah mencapai 10 quintilion (10 x 1018). Hal ini menjadikan serangga sebagai organisme yang paling dominan di dunia. Sebagian spesies serangga dapat berguna dalam kehidupan manusia, sementara sebagian yang lain bersifat merugikan. Spesies serangga yang sifatnya merugikan bagi manusia disebut serangga hama.
Pembasmian serangga hama umumnya dilakukan dengan bantuan insektisida kimia. Insektisida kimia sendiri mulai banyak digunakan sejak diperkenalkannya produk Dichloro Diphenyl Trichloroetane (DDT) sekitar tahun 1944. Namun karena risiko yang ditimbulkan DDT begitu besar, penggunaannya mulai dilarang pada tahun 1960-an. Larangan penggunaan DDT disusul dengan maraknya kemunculan insektisida dengan bahan- bahan yang diklaim lebih aman. Meskipun demikian, pengendalian hama secara kimiawi tetap saja menimbulkan dampak negatif bagi ekosistem yang bersinggungan langsung atau bahkan manusia itu sendiri.
Prof. Tjandra menjelaskan, “Program Pengendalian Hama Terpadu (PHT) adalah salah satu solusi yang ditawarkan saat ini. PHT yaitu pengendalian hama yang dilakukan dengan berbagai cara yang diawali dengan pengendalian secara kultural, fisik, hayati, serta terakhir bila pengendalian belum tercapai, dapat digunakan pengendalian secara kimia menggunakan insektisida dengan jumlah yang kecil.”
Salah satu metode yang paling efektif dan minim risiko adalah pengendalian hayati menggunakan organisme lain atau bagian dari organisme lain untuk mengendalikan serangga hama. Mekanisme yang digunakan dalam pengendalian hayati dapat berupa predator, parasitoid, dan patogen. Untuk memberi gambaran implementasi pengendalian hayati serangga hama, Prof. Tjandra menyajikan dua macam studi terkait pengaruh agen hayati pada serangga hama.
Pertama, studi pengaruh agen hayati pada sistem imun serangga yang berdasarkan pada respon sistem imun seluler maupun humoral serangga hama terhadap organisme patogennya. Penggunaan patogen berperan dalam bioinsektisida yang akan menyerang sistem imun serangga hama dari dalam. Penelitian menunjukkan bahwa metode ini efektif dalam mengendalikan serangga hama melalui penurunan kekebalan dan resistensi serta peningkatan kematian.
Kedua, studi pengaruh agen hayati pada fisiologi serangga yang bertitik tolak pada perubahan fungsi normal sistem kehidupan serangga hama akibat intervensi agen hayati. Kombinasi antara beberapa agen hayati dapat digunakan pada metode ini untuk memberikan hasil yang optimal, mengingat kerusakan fungsi sistem pada serangga hama bisa saja tidak berakibat terlalu fatal.
Pemahaman terhadap mekanisme sistem imun dan fisiologis serangga sangat penting untuk menetapkan skema PHT yang paling cocok dengan serangga target. Dengan skema PHT menggunakan agen hayati yang tepat, serangga hama dapat dikendalikan secara optimal tanpa menimbulkan dampak negatif bagi keseluruhan ekosistem. “Kedepan, diharapkan manusia lebih bijaksana dalam mengendalikan serangga hama, yaitu dengan cara menggunakan prinsip PHT termasuk penggunaan agen pengendali hayati yang lebih luas,” ujar Prof. Tjandra menutup orasinya.
Reporter: Hanifa Juliana (Perencanaan Wilayah dan Kota, 2020)
Foto: Adi Permana/Humas ITB