Façade ITB, Ekshibisi Desain Rethinking Public Space pada Masa Pandemi

Oleh Adi Permana

Editor Adi Permana


BANDUNG, itb.ac.id—Mahasiswa Arsitektur Institut Teknologi Bandung (ITB) menggelar Façade ITB 2021 pada 1—25 Agustus 2021. Akibat pembelajaran jarak jauh, Façade ITB tahun ini diadaptasi menjadi sayembara desain dengan teknis pengelompokan berdasarkan domisili. Hasilnya bisa diakses melalui www.facade-itb.com.

Mengangkat tema “Rethinking Public Spaces”, penyelenggara berharap desain bangunan yang dibuat mahasiswa pada pameran ini tidak sekadar menjadi desain, tetapi dapat membuka pemikiran masyarakat terhadap berbagai solusi baru sebagai upaya adaptasi masa pandemi.

“Pandemi ini mengubah banyak tatanan kehidupan manusia dari berbagai aspek, seperti ekonomi, lingkungan, pendidikan, sosial, dan lainnya,” ujar Ketua Pameran Façade ITB 2021 Dita Zulu Oriza (Arsitektur, 2019)

Dita mengatakan, Façade ITB memiliki benang merah tentang cara manusia berinteraksi. Keadaan public spaces di Indonesia kebanyakan belum mendukung cara manusia berinteraksi pada masa pandemi. Penyelenggara lantas berusaha mencari jalan keluar untuk beradaptasi dengan merancang public spaces yang sekiranya sesuai kebutuhan masyarakat.

Hasil karya mahasiswa yang ada di pameran ini merupakan hasil penjurian tertutup yang menghasilkan 10 desain terbaik. Desain-desain tersebut dipresentasikan untuk dinilai secara terbuka. Konsep penataan pameran ini diadaptasikan dari phase of music, yaitu intro, chorus, dan outro.

Uniknya, konsep phase of music bukan hanya konsep visual, tetapi juga menjadi konsep tahapan dalam pameran. Setiap lagu dalam intro, chorus, dan outro juga berbeda. Ia menyesuaikan pesan yang ingin disampaikan.

Bagian intro terdapat pengantar berupa puisi dan video yang menggambarkan latar belakang masalah yang diangkat dalam pameran ini, yaitu perubahan interaksi manusia pada masa pandemi. Chorus, bagian inti atau klimaks dari dari sebuah lagu, berisi hasil karya mahasiswa dalam pameran ini.

Solusi berupa desain bangunan yang adaptif terhadap pandemi dan membawa unsur keberlanjutan ini terbagi menjadi tiga, yaitu commercial, productive, dan recreation. Commercial berisi 11 desain tempat perdagangan, seperti kafe, food court, pasar malam, dan pasar. Seluruh peserta memuat solusi adaptasi dalam bentuk desain bangunan, pengaturan ruangan, bukaan cahaya, dan sirkulasi udara, serta teknis operasional tempat komersial tersebut.

Productive berisi tiga desain bangunan yang berfungsi sebagai co-working space dan perpustakaan. Recreation, sebagai bagian terakhir, berisi sebelas rancangan bangunan yang berfungsi sebagai tempat rekreasi dan peringatan, seperti taman musik, saung, taman anjing, hingga gedung pemakaman korban Covid-19.

Seluruh desain dalam chorus memiliki analisis tapak, konsep perancangan, seperti tampak, potongan, hingga material dan render. Sementara itu, bagian terakhir, outro, menjadi penutup pameran berisi puisi yang menggambarkan harapkan penyelenggara terhadap isu yang menjadi tema pameran ini.

Sebagai penutup, Dita berharap Façade ITB melahirkan inovasi baru berupa konsep dan rancangan cara arsitektur merespons post-pandemic Covid-19. Dia ingin pameran ini memantik kesadaran dan kepekaan mahasiswa arsitektur terhadap keadaan masyarakat dengan menggunakan desain bangunan sebagai solusi permasalahan. Dengan begitu, mahasiswa arsitektur kelak dapat berkontribusi untuk kemajuan Indonesia melalui ide dan inovasi dalam konsep arsitektur.

Reporter : Mirmanti Cinahya Winursita (Perencanaan Wilayah dan Kota, 2019)