Gempa Selatan Jabar: Pakar ITB Ingatkan Potensi Gempa Merusak Selain Megathrust yang Berpotensi Tsunami
Oleh M. Naufal Hafizh
Editor M. Naufal Hafizh
BANDUNG, itb.ac.id -- Pakar gempa Institut Teknologi Bandung (ITB), Prof. Dr. Irwan Meilano, S.T., M.Sc., mengatakan, bencana gempa bumi yang berlokasi di selatan Jawa Barat memberikan peringatan bahwa ada karateristik sumber gempa lain yang merusak selain megathurst. Salah satu sifat gempa megathrust adalah berpotensi menimbulkan tsunami.
Guncangan gempa selatan Jawa Barat yang terjadi pada Sabtu (27/4/2024) pukul 23.39 WIB dan berlokasi di laut terasa di sejumlah wilayah Jabar, seperti Garut dan Kota Bandung. Dengan Magnitudo 6,2, gempa tersebut juga terasa di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek).
Prof. Irwan mengatakan, sebelumnya, telah terjadi gempa di lokasi yang mirip dengan lokasi bencana akhir pekan lalu tersebut. Salah satunya gempa yang terjadi pada 2 September 2009 dengan magnitudo yang lebih besar, 7,3.
"Gempa (27 April 2024) tersebut terjadi di bagian dalam dari lempeng yang masuk, bukan di bidang atasnya. Gempa di dalam lempeng memiliki beberapa karakteristik yang berbahaya. Salah satunya, lokasi lebih dekat dengan daratan sehingga potensi untuk merusak lebih besar. Berbeda dengan megathrust yang lebih selatan (lebih jauh dari daratan)," ujarnya, Senin (29/4/2024).
Dengan adanya gempa tersebut, Dekan Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian (FITB) ITB itupun menyampaikan, "Hal tersebut memberikan peringatan yang sangat penting bagi kita bahwa ada karaktersitik sumber gempa lain yang ada di selatan Jawa Barat, jadi bukan hanya megathrust yang berdampak tsunami. Gempa yang kemarin itu merupakan sumber gempa lain dan memberikan dampak kerusakan yang signifikan."
Penyebab Gempa Dirasakan Lebih Lama di Daerah Lain
Terkait durasi gempa yang terasa lama di sejumlah wilayah Kota Bandung, beliau menjelaskan, salah satu faktornya karena lapisan tanahnya yang lunak.
Baca Juga: Pakar ITB Ungkap Alasan Gempa di Jepang Memicu Tsunami dan Efektivitas Sistem Peringatan Dini
"Ini karakteristik yang khas dari Kota Bandung karena dibangun dari sedimen, ada sedimen danau dan sungai yang menambah durasi dari goncangan. Kalau belajar dari gempa tahun 2009, bahkan ada beberapa kerusakan yang terjadi di bagian utara Kota Bandung. Gempanya di selatan, di selatan Bandung tidak terdampak tapi di utara Bandung yang seharusnya lebih jauh justru mengalami dampak. Itu karena karakteristik lokal yang ada di beberapa wilayah Kota Bandung," tuturnya.
Saat ini, di Indonesia terdapat dua teknologi pendeteksi tsunami. Pertama, berbasiskan deteksi gempa bumi. Kedua, melalui verifikasi kenaikan muka air laut. "Kalau kedua instrumentasi tersebut berjalan realtime, maka kita bisa mendeteksi tsunami dengan sangat baik," katanya.
Beliau menyampaikan, terkait potensi gempa di Indonesia, masyarakat perlu untuk memahami kondisi rumah. "Apakah rumah sudah cukup baik untuk menahan goncangan gempa? Di beberapa daerah, kualitas bangunannya kurang dipersiapkan untuk itu. Kita tidak perlu panik. Kita harus tetap menyadari bahwa sangat mungkin di waktu yang tidak kita ketahui kita akan mengalami gempa," ujarnya.
Baca Juga: Pakar ITB: Gempa di Turki Paling Ditakuti oleh Para Ahli Gempa
Selain itu, masyarakat perlu untuk memahami potensi risiko goncangan di lingkungan sekitar dan evakuasinya. "Evakuasi baru bisa dilakukan setelah goncangan selesai. jika diperlukan evakuasi, seperti kalau ada bagian rumah yang rusak, maka kita harus tahu lokasi evakuasi," katanya.
Di sisi lain, pemerintah perlu untuk meningkatkan literasi kebencanaan masyarakat dengan program-program yang relevan. Pemerintah pun harus konsisten menerapkan perencanaan pembangunan yang mulai mengatur potensi bencana, seperti membuat zona-zona kebencanaan secara khusus.