ICE Masterclass: Integrasi Pemodelan Pencahayaan Alami dalam Desain Bangunan untuk Efisiensi Energi

Oleh Indira Akmalia Hendri - Mahasiswa Perencanaan Wilayah dan Kota, 2021

Editor M. Naufal Hafizh

BANDUNG, itb.ac.id - Direktorat Pendidikan Non Reguler Institut Teknologi Bandung (Ditdik NR ITB) mengadakan ICE Masterclass dengan topik “Daylight Modelling and Simulation Workshop”, Rabu (14/8/2024). Workshop ini dipandu Dr. Ir. Rizki A. Mangkuto, IPM., dosen Teknik Fisika, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Bandung (FTI ITB). Acara ini ditujukan untuk praktisi konstruksi, pembuat kebijakan, serta pemilik bangunan, dengan tujuan mengintegrasikan pencahayaan alami ke berbagai aspek desain bangunan.

Sektor bangunan menyumbang sekitar 37% dari total emisi karbon global. Oleh karena itu, efisiensi energi harus menjadi prioritas utama sejak tahap awal desain bangunan. Salah satu strategi yang dapat diterapkan adalah memaksimalkan penggunaan cahaya alami (daylight) dalam bangunan. Selain mengurangi konsumsi energi, pemanfaatan cahaya alami juga memberikan manfaat positif bagi kesehatan fisik dan mental penghuni bangunan. Penting bagi para praktisi konstruksi untuk mempertimbangkan potensi pencahayaan alami sejak awal perencanaan, agar dapat diintegrasikan secara efektif dengan elemen desain lainnya.

Dr. Rizki A. Mangkuto menekankan pentingnya pemahaman yang mendalam tentang karakteristik cahaya alami, khususnya matahari sebagai sumber utama pencahayaan. Tanpa pemahaman yang tepat mengenai karakteristik cahaya matahari, proses pemodelan tidak akan berjalan secara efektif. Selain itu, pengetahuan mengenai material bangunan serta kondisi penghuni yang akan berada di dalamnya juga menjadi aspek yang perlu diperhatikan pula.

Dalam praktiknya, proses pemodelan digunakan untuk memprediksi jumlah cahaya yang mencapai permukaan bumi. Terdapat dua jenis model langit yang dapat digunakan dalam pemodelan. Pertama, model langit teoritis, yang dikembangkan berdasarkan faktor-faktor seperti posisi matahari, densitas awal, dan tingkat kekeruhan atmosfer. Model ini memberikan gambaran teoritis tentang bagaimana cahaya akan berinteraksi dengan atmosfer di berbagai kondisi.

Selanjutnya, model langit empiris, yang didasarkan pada data pengukuran lapangan, termasuk iradiansi horizontal difus, iradiansi normal, iradiansi global, serta pengukuran luminansi langit. Model empiris ini lebih akurat dalam merefleksikan kondisi langit yang sesungguhnya karena dibangun dari data yang diambil langsung dari pengamatan. Dengan memahami kedua model ini, praktisi dapat membuat prediksi yang lebih tepat mengenai distribusi cahaya alami, sehingga dapat mengoptimalkan desain bangunan untuk efisiensi energi dan kenyamanan visual.

Metrik pencahayaan alami berbasis iklim mengukur bagaimana kondisi pencahayaan alami di dalam suatu ruang berubah sepanjang tahun, dengan mempertimbangkan variasi iklim dan lokasi spesifik. Proses ini memberikan gambaran akurat tentang seberapa banyak cahaya alami yang tersedia di ruangan dalam periode satu tahun penuh (365 hari).

Pengukuran ini mencakup analisis data yang berkaitan dengan intensitas dan distribusi cahaya yang diterima dari luar, yang dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti perubahan musim, posisi matahari, dan kondisi cuaca lokal. Dengan menggunakan perangkat lunak khusus, metrik ini menghitung dan menyimulasikan fluktuasi pencahayaan alami berdasarkan data iklim historis dan prediksi cuaca.

Pentingnya metrik ini terletak pada kemampuannya untuk membantu perancang bangunan dalam membuat keputusan yang lebih baik mengenai penempatan dan desain jendela, skylight, dan elemen pencahayaan alami lainnya. Dengan informasi ini, arsitek dan insinyur dapat merancang ruang yang memanfaatkan cahaya alami secara optimal, meningkatkan efisiensi energi dan kenyamanan pengguna, serta mengurangi ketergantungan pada pencahayaan buatan.

“Sebagai hasilnya, desain yang mempertimbangkan metrik pencahayaan alami berbasis iklim dapat membantu menciptakan lingkungan yang lebih sehat dan lebih berkelanjutan,” ujarnya.

Reporter: Indira Akmalia Hendri (Perencanaan Wilayah dan Kota, 2021)