ITB CEO Summit 2024: Seminar Kolaborasi dan Inovasi di ITB Membangun Sinergi untuk Masa Depan

Oleh Iko Sutrisko Prakasa Lay - Mahasiswa Matematika, 2021

Editor M. Naufal Hafizh


BANDUNG, itb.ac.id – Direktorat Kawasan Sains dan Teknologi Institut Teknologi Bandung (DKST ITB), yang sebelumnya dikenal sebagai Lembaga Pengembangan Inovasi dan Kewirausahaan (LPIK) ITB, menggelar "ITB CEO Summit 2024". Acara ini berlangsung pada Kamis (22/8/2024) di ITB Kampus Ganesha, dengan salah satu acaranya yaitu seminar bertajuk “Manajemen Kolaborasi dan Kerja Sama Inovasi”.

Seminar yang dimoderatori oleh Dr.rer.nat. Rino Rakhmata Mukti, S.Si., M.Si. ini menghadirkan tiga pembicara utama yang berbagi pandangan mengenai pentingnya kolaborasi lintas disiplin dan sektor dalam menjawab tantangan inovasi di era yang dinamis. Selain itu, dalam seminar ini membahas lima tantangan strategis utama, termasuk adaptasi terhadap perkembangan teknologi yang cepat dan pentingnya keberlanjutan.

Pertama, Sekretaris Direktorat Pengembangan Usaha Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof. Dr. Sang Kompiang, membahas tentang “Monitoring dan Evaluasi Kesiapan Teknologi untuk Model Adopsi Teknologi”. Beliau menyoroti pentingnya pendekatan kelembagaan dalam mengawal hasil riset dan inovasi, khususnya dalam proses penghiliran dan penghuluan inovasi ke dalam riset yang dapat diadopsi oleh industri.

Prof. Kompiang menjelaskan bahwa beberapa perguruan tinggi Indonesia, termasuk UGM, juga telah mendirikan DKST sebagai bentuk komitmen untuk mendukung para dosen dan peneliti dalam proses hilirisasi inovasi. Pendekatan kelembagaan ini diharapkan dapat mengurangi risiko dan tantangan yang dihadapi dalam proses adopsi teknologi oleh industri. Menurutnya, riset dan inovasi tidak cukup hanya mengejar reputasi dan pengakuan publik. Inovasi harus diarahkan untuk kepentingan nasional, dengan melepaskan identitas kelembagaan demi tujuan bersama. Dengan demikian, harapan untuk bisa membangun sinergi di semua Science Techno Park (STP) yang ada dalam memajukan produk inovasi dari masing-masing universitas dapat diwujudkan.

Pembicara kedua, Wakil Rektor Bidang Riset, Inovasi, Kerja Sama, dan Kealumnian Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Agus Muhamad Hatta, S.T., M.Si., Ph.D., menyampaikan materi tentang “Kebijakan Product Valuation di Perguruan Tinggi”. Dalam paparannya, beliau menyoroti pentingnya valuasi produk inovasi sebagai sebuah langkah strategis dalam hilirisasi inovasi. Salah satu tantangan terbesar, menurutnya, adalah menentukan metode valuasi yang tepat untuk setiap produk inovasi. Oleh karena itu, menciptakan kolaborasi dengan para ahli yang memahami pasar sangat diperlukan untuk memastikan kesuksesan dalam hilirisasi inovasi.

Selain itu, beliau berbagi pengalaman ITS dalam mengembangkan ekosistem inovasi dan komersialisasi yang melibatkan semua elemen di kampus, mulai dari bidang riset hingga keuangan dan SDM. ITS berhasil mengintegrasikan riset dengan kegiatan komersialisasi, yang pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan non-UKT kampus.

Topik ketiga yang diangkat dalam seminar ini adalah “Maturity Product Evaluation: Kolaborasi Inovasi untuk Meningkatkan Kesiapan Adopsi Teknologi” yang disampaikan oleh Direktur DKST ITB, Ir. R. Sugeng Joko Sarwono, M.T., Ph.D. Beliau menekankan pentingnya kolaborasi antara perguruan tinggi, industri, dan regulator untuk mengukur dan meningkatkan kesiapan adopsi teknologi. Beliau menjelaskan bahwa konsep evaluasi teknologi readiness menjadi kunci dalam memastikan bahwa inovasi yang dihasilkan dapat diadopsi dengan baik oleh pasar. Dalam mendukung hal ini, ITB terus berupaya untuk tidak hanya mendorong pengembangan teknologi dari sisi teknis, tetapi juga memperhatikan kesiapan pasar untuk menyerap inovasi yang dikembangkan.

Beliau pun mengulas tentang pentingnya keseimbangan antara technology push dan market demand dalam proses inovasi. Dalam pengukuran kesiapan teknologi, ITB menggunakan beberapa pendekatan, seperti Technology Readiness Level (TRL) dan market readiness. Hal ini dimaksudkan untuk memastikan bahwa inovasi yang dihasilkan benar-benar siap untuk dikomersialisasikan dan memberikan dampak yang signifikan bagi masyarakat.

“Kolaborasi merupakan kunci utama dalam menilai kesiapan teknologi produk inovasi. Jadi, saya kira ini kalau dilakukan bersama-sama untuk kebutuhan masa depan akan membuka kesempatan yang lebih baik. Mudah-mudahan bisa dilakukan teknologi readiness terkait dengan usaha kolaboratif yang sudah kita lakukan, supaya hasil-hasil riset inovasi yang diwujudkan di dalam inovasi yang dihasilkan dalam konteks produk itu tidak hanya sekadar menjadi produk tetapi bisa memberikan dampak yang besar kepada komunitas,” ujarnya.

Reporter: Iko Sutrisko Prakasa Lay (Matematika 2021)


scan for download