ITB dan Badan Restorasi Gambut Bahas Pemulihan Lahan Gambut Bersama
Oleh Ahmad Fadil
Editor Ahmad Fadil
BANDUNG, itb.ac.id – Indonesia memiliki jutaan hektare lahan gambut yang tersebar di berbagai provinsi di Indonesia. Sayangnya tidak semua masyarakat paham dengan fungsi lahan gambut yang sangat mungkin menjadi potensi alam Indonesia ini. Padahal, lahan gambut memiliki manfaat luar biasa baik dalam memberikan keseimbangan ekosistem.
Lahan gambut merupakan lahan yang terbentuk dari kumpulan sisa-sisa tumbuhan seperti dedaunan, kayu, dan bagian tumbuhan lain yang jatuh dan menumpuk namun belum sempat teroksidasi menjadi tanah karena tertutup air. Dengan banyaknya kandungan air yang ada di dalam yaitu sekitar 90%, lahan gambut menjadi penolong ketika musim kemarau tiba. Air yang terkandung dalam lahan gambut membantu mencegah kekeringan berkepanjangan dalam satu area karena menyimpan cadangan air. Begitu juga saat musim hujan tiba, air akan tertahan di lahan gambut sehingga mampu mencegah banjir terjadi. Ketika lahan gambut dialihfungsi dan dibuka dengan cara dibuat kanal-kanal yang membuat kandungan airnya menjadi turun, gambut akan menjadi kering dan menjadi sangat mudah untuk dibakar karena bahan-bahan pembentuknya yang memang mudah dipicu api saat kering.
Saat ini terdapat sekitar 7 juta lahan gambut yang tersebar di berbagai provinsi di Indonesia yang dialihfungsikan. Badan Restorasi Gambut (BRG) sebagai lembaga yang dibentuk sejak 2016 sebagai respon terhadap bencana kebakaran hutan hebat pada tahun 2015 mendapat tugas oleh Presiden Indonesia, Ir. Joko Widodo, untuk mengatasi permasalahan yang melanda lahan gambut. Dua juta lahan gambut terpulihkan menjadi target yang diusung dalam kurun lima tahun sejak BRG berdiri, atau hingga tahun 2020 nanti.
Untuk melakukan pemulihan lahan gambut, BRG melakukan beberapa tahapan. Sebagai langkah awal, area-area yang paling berisiko dipetakan. Tercatat ada tujuh provinsi yang menjadi fokus pemulihan, yaitu Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, dan Papua. Setelah diketahui daerah mana saja yang rentan, BRG dibantu para ahli akan mendapat informasi di mana letak paling tepat untuk melakukan penyekatan kanal sehingga kandungan air gambut tidak keluar karena penyekatan yang tidak tepat bisa menyebabkan ketidakseimbangan ekosistem. Sebagai contoh, penyekatan berlebih di hulu justru akan membuat bagian hilir menjadi kekeringan.
Tentunya diperlukan langkah yang tidak hanya fokus pada penanggulangan masalah tapi juga mempersiapkan pencegahan masalah. BRG akan melakukan sosialisasi berupa program Science festival yang dilakukan langsung oleh peneliti dan ilmuwan untuk saling berbagi hasil kajian dan temuan mereka sehingga bisa dipraktikkan di wilayah target pemulihan berbasis kajian ilmiah yang dilakukan. Untuk kalangan yang lebih awam, BRG pada 2016 menggelar Jambore Masyarakat Gambut di Jambi. Dalam jambore tersebut disampaikan praktik-praktik pengelolaan gambut yang tidak memicu kebakaran lahan.
Pada hari Kamis (14/09/17) ITB menerima audiensi dari Badan Restrasi Gambut (BRG) di ruang Rapim A, gedung CCAR ITB. Pada Audiensi ini, Rektor ITB, Prof. Kadarsah Suryadi bertatap muka langsung dengan tamu dari BRG di antaranya Ir. Nazir Foead. M.Sc. sebagai Kepala Badan Restorasi Gambut serta Dr. Haris Gunawan sebagai Deputi bidang Penelitian dan Pengembangan Badan Restorasi Gambut. Dalam audiensi tersebut dibahas langkah-langkah teknis dan lebih mendalam yang dapat diupayakan oleh BRG dalam merestorasi lahan-lahan gambut yang telah beralih fungsi di Indonesia, dibantu oleh ahli-ahli dari berbagai perguruan tinggi seperti ITB dalam prosesnya.