ITB dan Universitas Warwick Kerjasama Pengembangan Keilmuan Humanitarian Engineering

Oleh Adi Permana

Editor Adi Permana

BANDUNG, itb.ac.id – Universitas Warwick, Coventry, Inggris saat ini tengah mengembangkan keilmuan baru dalam bidang humanitarian engineering atau rekayasa kemanusiaan. Indonesia dipilih sebagai tempat kerjasama dalam pengembangan keilmuan tersebut.
*Kampus Universitas Warwick, Inggris (Foto: Muhamad Abduh)

Kerja sama Universitas Warwick dengan Indonesia diwakilkan oleh tiga Universitas, yaitu Institut Teknologi Bandung, Universitas Gajah Mada, dan Universitas Brawijaya. Kerja sama yang diberi nama program ENHANCE ini ditandai dengan rilis proyek pengembangan keilmuan tersebut pada hari Selasa (11/12/2018/) sampai Rabu (12/12/2018) di  Universitas Warwick.

“Kalau untuk ITB, kita kerja sama dalam bentuk pengembangan kurikulum karena kita juga tidak memiliki jurusan-jurusan yang fokus dalam kemanusiaan, padahal pembangunan perlu untuk memiliki pengetahuan itu,” tutur Muhamad Abduh, dosen Teknik Sipil ITB sekaligus Board of Executive ITB untuk program ini. 

Kerja sama dengan ITB, yang masih dalam tahap pilot project, ini akan dimulai dari perubahan kurikulum untuk penguatan di beberapa program studi, misalnya untuk prodi Sarjana Teknik Sipil dan Magister Manajemen dan Rekayasa Konstruksi. Hal ini dikarenakan kelompok keahlian tersebut dirasa sangat dekat dengan masalah-masalah yang ingin dicari dan diselesaikan dari program rekayasa kemanusiaan bersama Universitas Warwick.


*Ketua Program ENHANCE, Georgia Kremmyda.

Hal-hal yang sebenarnya ingin diselesaikan melalui program ENHANCE dengan dana penuh dari Erasmus+ ini adalah ketidaksetaraan, polusi, konflik, energi, populasi, dan tergerusnya budaya (ciri khas).  Masalah-masalah tersebut dirasa akan menggangu tujuan utama dunia dalam mengedepankan SDG (sustainable development goals).


*Foto anggota tim program ENHANCE di Universitas Warwick

“Saya rasa mereka cukup serius karena SDG memang merupakan masalah global dan ini sesuai dengan tujuan ITB yang ingin menjadi World Class University,” jelas Abduh kepada reporter Kantor Berita ITB.

Abduh menambahkan, hal ini berkaitan erat juga dengan akreditasi ABET (akreditasi internasional untuk keilmuan teknik) yang akan memperbaharui salah satu penilaian menjadi kebisaan mahasiswa dalam melakukan complex problem solving melalui multidisiplin yang mempertimbangkan ilmu non-rekayasa.

"Berpikir kompleks nantinya bukan lagi soal-soal keteknikan, tapi kita sudah masuk ke ranah hukum, sosial, budaya, politik, yang tidak akan jauh-jauh singgunganya dengan manusia, oleh karena itu, saya rasa kerja sama dengan Universitas Warwick adalah kesempatan emas untuk ITB dan Indonesia,” tambah Abduh.


*Foto anggota program ENHANCE dari ITB, dari kiri ke kanan  Krishna S. Pribadi,  Budi Hasiholan, Muhamad Abduh, Reini D. Wirahadikusumah, dan Irwanda Laory (alumni ITB di Universitas Warwick).

Selain keuntungan yang sifatnya jangka panjang, Abduh juga membeberkan beberapa keuntungan lainnya terhadap ITB baik secara institusi maupun civitas akademiknya. “Ya, antara lain, kita bisa membuka keran program pertukaran atau exchange, bukan hanya dengan Universitas Warwick, tapi juga negara-negara lain yang ikut kerja sama seperti Yunani, Banglades dan Vietnam,” terangnya. 

Selain itu, ini juga akan mengubah citra ITB menjadi kampus yang lebih humanis termasuk lulusan-lulusannya . “Kan, kita ini ada wacana membuat fakultas non-rekayasa ya, jadi ini bisa dijadikan sebagai bagian pembangunan pondasi awal yang baik. Selain itu, tidak bisa kita pungkiri, suatu hari mungkin humanitarian engineer bakal jadi profesi sendiri yang penting dan sangat diperlukan sehingga kita tidak boleh untuk ketinggalan,” pungkasnya.

Reporter: Ferio Brahmana