ITB Siap Berkontribusi dalam Pembangunan IKN dengan Teknologi Trem Otonom
Oleh Ahza Asadel Hananda Putra - Mahasiswa Teknik Pangan, 2021
Editor Anggun Nindita
Ilustrasi trem (Dok. Freepik)
SOLO, itb.ac.id - Belum lama ini ramai di media sosial kita mengenai kabar Trem Otonom buatan China yang akan digunakan di IKN tidak layak uji coba. Saat dilakukan Proof of Concept (PoC), Autonomus Rail Rapid Transit (ART) yang berasal dari China dinyatakan tidak layak dan akan dikembalikan ke negara asalnya.
Ketua Tim Peneliti Institut Teknologi Bandung (ITB) sekaligus Guru Besar Sekolah Teknik Elektro dan Informatika (STEI) ITB dan salah satu pendiri (co-founder) Pusat Artificial Intelligence ITB, Prof. Dr. Bambang Riyanto Trilaksono, ikut memberikan pendapat mengenai hal tersebut. Beliau pun ternyata merupakan salah satu anggota dari tim PoC uji kelayakan trem otonom di IKN.
“Trem yang ada di IKN itu seperti bus menggunakan roda ban, dan relnya bersifat virtual (trackless system), menggunakan cat putih di jalan. Di IKN dilakukan penilaian PoC dan apakah trem otonom dari China itu bisa berfungsi tanpa supir sebagaimana klaim otonom dari pabrikannya," ujarnya.
Dan dari hasil penilaian tim, sebenarnya dari sisi wahana trem-nya sendiri, seperti interior, pendingin, baterai, sudah sangat baik dan nyaman. Namun metode otonom atau kemampuan untuk berjalan melalui jalur virtualnya tadi tanpa menggunakan pengemudi (masinis), masih belum sempurna atau kurang baik. "Sehingga perlu ada perbaikan dan penyempurnaan produsen trem otonom tersebut pada lingkungan jalan raya di IKN," lanjutnya.
Beliau menyampaikan bahwa trem otonom kolaborasi antara ITB dan PT INKA ini dapat berpeluang untuk menggantikan trem otonom buatan China di IKN.
“Bila diberikan kesempatan pada prinsipnya bisa dikembangkan”, ujarnya.
Perlu diketahui sebelumnya, perbedaan utama, trem otonom yang diuji coba di Solo menggunakan rel fisik dan bukan virtual. Prof. Bambang menjelaskan, dari aspek sistem otonomnya, sebenarnya 80% teknologinya serupa.
"Teknologi ART dari China perlu memiliki kemampuan untuk mengikuti jalur virtual yang ditetapkan," tuturnya.
Reporter: Ahza Asadel Hananda Putra (Teknik Pangan, 2021)