Kabinet KM-ITB Bersama MWA-WM ITB Penuhi Undangan RPDU Komisi X DPR RI

Oleh Bayu Septyo

Editor Bayu Septyo

BANDUNG, itb.ac.id - Kabinet Keluarga Mahasiswa Institut Teknologi Bandung (KM-ITB) bersama-sama dengan Majelis Wali Amanat Wakil Mahasiswa (MWA-WM) ITB kembali berikan aspirasi bagi kebijakan perguruan tinggi Indonesia. Kali ini, kontribusi tersebut diwujudkan dengan hadirnya KM-ITB dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RPDU) yang dibuka oleh Komisi X DPR RI di Jakarta. Pertemuan yang berlangsung pada Senin (12/10/15) ini membahas dua poin utama yaitu evaluasi Uang Kuliah Tunggal (UKT) dan Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN). Hadir pula pimpinan rapat dari perwakilan Komisi X, Dr. H. Abdul Kharis Almasyhri, didepan para hadirin BEM berbagai PTN lain diantaranya UB, UNS, UNPAD, UGM, UPI, UNAIR, UNDIP dan UI.
RPDU yang didahului dengan bertemunya Komisi X dengan Majelis Rektor berbagai PTN ini mempersilahkan rekan-rekan BEM setiap PTN untuk mempersiapkan materi laporan yang akan dibawa ketika kegiatan evaluasi berlangsung. "Kita dapat info hari sabtu, sedangkan Kesma ke Cikeas, jadi kita baru bisa bikin hari minggu dan senin berangkat," ungkap Luthfie Maula selaku Menteri Koordinator Kesejahteraan Mahasiswa Kabinet KM-ITB. Biarpun persiapan yang dirasa kurang, Luthfi bersama Anasya Arsita Laksmi (Menteri Kebutuhan Dasar), Reza Hafidz Sukamto (Menteri Advokasi Kebijakan Kampus), Anna Fitriana (MWA-WM) dan Enggar (Teknik Fisika 2012) mengaku tetap dapat mengikuti kegiatan evaluasi dengan baik.

Secara garis besar, evaluasi perumusan UKT dari berbagai PTN adalah grading yang dirasa masih menimbulkan kesenjangan. Menurut Luthfie, masih banyak penepatan angka UKT di berbagai PTN yang tidak sesuai dan naik drastis dari satu tingkat angka ke tingkat lainnya. Adapun masalah lain yang muncul dalam evaluasi UKT adalah tidak adanya proses banding per periode akademik dalam beberapa PTN. Hal ini mengakibatkan faktor penyesuaian kemampuan keluarga dari mahasiswa tidak tercapai secara berkesinambungan selama mahasiswa tersebut berkuliah. Namun, hal ini tidak terjadi dengan UI yang sudah menyediakan kesempatan banding pada tiap semester bagi mahasiswanya. Bagaimanapun juga, Mahasiswa yang hadir dalam pertemuan tersebut menyesalkan minimnya keterlibatan mahasiswa dalam penetapan kebijakan UKT dan proses bandingnya serta kebijakan terkait lainnya sebelumnya.

Untuk evaluasi BOPTN sendiri, didapati permasalahan yang dirasa cukup penting oleh mahasiswa berupa rencana penurunan angka BOPTN dari sekitar 4,5 Triliun menjadi 3,7 Triliun oleh pemerintah kepada Kemenristek Dikti. Penurunan ini dinilai oleh mahasiswa sebagai efek konsentrasi tinggi pemerintah dalam memajukan bidang infrastruktur dibanding lainnya. Pada akhirnya, hal tersebut dirasa potensial mengakibatkan salah satu implikasi yaitu terjadinya kenaikan nilai UKT PTN. "Usulan BEM sendiri adalah tetap menjaga angka 4,5 Triliun dengan berbagai pertimbangan, tapi lebih rendah daripada usulan Majelis Rektorat yang menghendaki meningkatnya nilai tersebut menjadi 5,5 Triliun", ujar Luthfie.

Hasil usulan-usulan tersebut kemudian diperjuangkan kembali oleh Komisi X DPR RI pada saat rapat pada Rabu (21/10/15) bersama Kemenristek Dikti untuk kebijakan tahun anggaran 2016. Dari rapat yang juga disaksikan Anna Fitriana (MWA-WM ITB) ini menghasilkan nilai BOPTN yang kembali kepada 4,5 Triliun. Luthfi menilai sedikit pengalaman pertemuannya dengan DPR sangatlah berharga dan membaharukan. "Ternyata kerja mereka bisa lebih berat dari mahasiswa. Pola pikir para anggota dewan pun juga baik dan tidak kalah dengan mahasiswa. Hal ini mengikiskan image anggota DPR yang mudah tertidur ketika pembahasan," ucap Luthfie dengan santai.

 Ilustrasi: Kabinet KM-ITB & koran-sindo.com