Karsa Loka Vol. 014 LPPM ITB Bahas Teknologi IoT untuk Budidaya Ikan Patin
Oleh Adi Permana
Editor Adi Permana
BANDUNG, itb.ac.id—LPPM ITB dan Design Ethnography Lab. FSRD ITB kembali menggelar gelar wicara Karsa Loka Vol. 014 Jumat (25/2/2022). Kali ini, Prof. Trio Adiono, S.T., M.T., Ph.D., Guru Besar STEI ITB, hadir untuk menceritakan upayanya dalam meningkatkan perekonomian masyarakat Kampung Patin dengan menggunakan IoT.
Menurut Prof. Trio, Kampung Patin merupakan sebuah desa wisata di Kabupaten Kampar, Provinsi Riau yang menjadi salah satu sentra pengolahan ikan patin terbesar di Indonesia. Saat ini, Kampung Patin mampu menghasilkan 15 ton ikan patin per harinya. “Uniknya, di sana semua rumah memiliki kolam budidaya ikan patin,” ujar Prof. Trio. Sebagai nilai tambah, para warga juga mengembangkan beberapa UMKM yang mengolah dan menjajakan produk berbahan dasar ikan patin seperti ikan selai, kerupuk, dan abon.
Meskipun demikian, budidaya ikan patin di kampung tersebut dirasa cukup sulit karena masih mengandalkan metode-metode yang konvensional. Tingkat sensitivitas ikan patin yang tinggi terhadap kondisi lingkungan mengharuskan warga untuk terus mengontrol kualitas air. Oleh karena itu, penggunaan bahan kimia dan alat-alat yang tidak efisien dikhawatirkan dapat menimbulkan kesalahan pengukuran yang menurunkan produktivitas kolam ikan patin.
Dengan bantuan berbagai mitra, Prof. Trio kemudian merancang smart water meter yang dapat mengatasi permasalahan tersebut. “Sistem dapat melakukan pengukuran kualitas air secara otomatis selama 24 jam menggunakan sensor dan teknologi IoT sehingga hasilnya dapat diakses dari jarak jauh,” jelasnya.
Teknologi smart water meter juga mampu menyediakan infografis perubahan kualitas air terhadap waktu. Harapannya, data tersebut dapat digunakan untuk memastikan kondisi kolam selalu optimal dan pada akhirnya, dapat meningkatkan kualitas produkasi budidaya ikan patin.
Prof. Trio menjelaskan bahwa teknologi tersebut dilengkapi dengan berbagai fitur penunjang seperti dapat mengukur pH, suhu, kekeruhan, dan kadar oksigen terlarut. “Konsumsi dayanya pun rendah dan menggunakan sumber daya listrik berbasis matahari,” lanjutnya sambil menunjukkan foto smart water meter pada salindia.
Pada foto, terlihat bahwa modul elektronik dipasangkan pada sebuah pelampung oranye yang menurut Prof. Trio bertujuan untuk menyiasati level air kolom yang kerap naik dan turun. Kemudian, pada bagian kanan dan kiri, terdapat dua buah panel surya yang dilengkapi dengan baterai apabila sewaktu-waktu kondisi cuaca mendung. Terakhir, sensor-sensor serta antena untuk menjangkau gateway LoRa juga dipasang pada bagian tengah tubuh smart water meter.
“Untuk menampilkan hasil pengukuran, kami membuat sebuah aplikasi yang disebut patinku.com,” sambung Prof. Trio saat menjelaskan tentang sistem komunikasi jarak jauh yang dipakai. Aplikasi tersebut dapat membantu analisis status perangkat dan sensor serta memperlihatkan dinamika berbagai parameter.
Pada akhir pemaparannya, Prof. Trio turut mengundang Dr. Eni Sumiarsih dan Ir. Suhaimi, dua tokoh asal Provinsi Riau yang juga berperan aktif dalam membantu dirinya mengembangkan smart water meter. Dr. Eni yang memiliki latar belakang perikanan menyampaikan bahwa ia sangat bersyukur dapat membantu para warga untuk mengefisiensikan budidaya ikan patin. “Saya rasa alat ini dapat menjawab permasalahan-permasalahan air yang sejatinya merupakan media pengembangan ikan, terutama di Provinsi Riau yang memiliki empat sungai besar,”katanya.
Senada dengan pernyataan tersebut, Ir. Suhaimi juga berharap integrasi hulu ke hilir di Kampung Patin dapat terus berkembang dengan adanya smart water meter buatan Prof. Trio. “Sekarang, kami bisa mengecek kualitas air dengan mudah secara presisi karena sangat dibutuhkan untuk mengambil keputusan saat masa pembibitan,” pungkasnya.
Reporter: Sekar Dianwidi Bisowarno (Rekayasa Hayati, 2019)