Klungbot: Simfoni Kolaborasi Seni, Sains, dan Teknologi

Oleh Ayesha Lativa Mafaza - Mahasiswa Teknologi Pascapanen, 2021

Editor Anggun Nindita

Dr. Eko dan anggota KPA ITB di acara ITB CEO Summit 2024 (Dok. Dr. Eko)

BANDUNG, itb.ac.id – Institut Teknologi Bandung (ITB) melalui Direktorat Kawasan Sains dan Teknologi (DKST) kembali menggelar CEO Summit 2024 pada Kamis (22/8/2024) di ITB Kampus Ganesha, Bandung.

Acara ini diisi dengan berbagai kegiatan menarik seperti booth produk, diskusi panel, serta pitching dan performance terkait produk inovatif. Salah satu momen yang mencuri perhatian adalah pertunjukan Klungbot.

Klungbot merupakan robot angklung otomatis, yang dipandu oleh dosen Teknik Fisika ITB, Dr. Ir. Eko Mursito Budi, M.T., bersama beberapa anggota Keluarga Paduan Angklung (KPA) ITB. Para peserta pun diberikan kesempatan untuk turut serta dalam permainan angklung ini.

Dr. Eko Mursito Budi yang merupakan lulusan S1 Teknik Fisika ITB tahun 1986 ini memulai proyek Klungbot sejak tahun 2011. "Itu sebenarnya anak saya yang mau bikin untuk proyek sains SD. Mereka lihat angklung, lalu bilang ‘Mari kita buat robotnya, Ayah’," ungkapnya.

Klungbot, yang merupakan hasil dari perjalanan panjang riset dan inovasi, telah berhasil meraih lima paten yang mencakup berbagai aspek teknis. Paten-paten tersebut meliputi konstruksi robot angklung yang kompak dan modular, inovasi angklung dengan nada murni (Angklung Sri Murni), tangan/lengan penggetar angklung, software khusus Klungbot sebagai inventori program dan lagu, serta desain angklung dengan bambu bawah terbuka yang memungkinkan dibuatnya angklung nada tinggi.

Seluruh paten yang kami miliki didasarkan pada kajian mendalam mengenai angklung sebagai karya cipta nenek moyang bangsa Indonesia. Dengan menerapkan prinsip-prinsip fisika dan mengintegrasikan berbagai teknologi modern, akhirnya inovasi Klungbot ini berhasil dikembangkan.

“Makanya ini sangat terkait dengan Teknik Fisika yang terkenal sebagai multidisiplin, karena melibatkan akustik, mekanik, elektronik, mikroprosesor, hingga perangkat lunak. Dalam konteks lebih luas, satu karya ini bisa mewakili tagline ITB ‘art, science and technology’," ucapnya.

Riset Klungbot dilakukan dengan paradigma rekayasa spiral, dengan membangun hingga 5 purwarupa dari 2011 hingga 2015. Purwarupa pertama hanya bisa memainkan 8 angklung, dan pada satu saat hanya bisa memainkan 1 angklung. Lagu yang dapat dimainkan contohnya ‘Gundul Gundul Pacul’. Pada purwarupa ke-5, klungbot sudah dapat memainkan 37 angklung melodi dan 12 angklung akompanimen secara simultan, sehingga sanggup memainkan lagu-lagu kompleks sekelas ‘Bohemian Rhapsody’.

Selain kemampuan utama itu, klungbot juga dilengkapi berbagai inovasi lain. Misalnya saja, Klungbot dapat dilengkapi dengan sensor image processing, memungkinkannya untuk dimainkan “dengan tangan” namun tidak dipegang. Selain itu, terdapat juga fitur ‘nada terjun’ yang memungkinkan banyak orang bermain angklung bersama seperti didemokan pada ITB CEO Summit 2024.

Kini klungbot memang belum diproduksi secara massal. Namun dapat dipesan secara khusus untuk berbagai kebutuhan. Sejauh ini, penggunaan Klungbot pun telah merambah berbagai sektor, sebut saja untuk bidang Pendidikan di ITB (Fakultas Teknik Industri Program Studi Teknik Fisika, unit kegiatan mahasiswa KPA ITB), di sektor pemerintahan seperti di Gedung Sate (Pemerintah Provinsi Jawa Barat), sektor pariwisata (berbagai restoran dan resort), hingga digunakan pula di The Archipelago (Jalan Nusantara) di UNESCO.

"Mungkin yang paling membanggakan buat kami itu (Klungbot) ada di markas UNESCO. Namanya Jalan Nusantara, di situ Indonesia memamerkan berbagai kesenian" kata Dr. Eko.

Koleksi budaya Indonesia yang memiliki lokasi permanen di UNESCO tersebut terus tumbuh dan bertambah, hingga mencapai 11 objek seni pada peresmian di Paris, Prancis beberapa waktu yang lalu.

Klungbot telah menjadi bukti bahwa tradisi dan teknologi dapat berkolaborasi dengan harmonis. Proses kreatif di balik Klungbot melibatkan berbagai talenta, dari pengrajin angklung yang menjaga warisan leluhur hingga desainer yang menghadirkan sentuhan modern.

"Nomor satu itu adalah budaya budaya nenek moyang kita jangan di ‘take it for granted’. Kemudian, jangan segan bekerja sama dengan ahli-ahli lain yang lintas disiplin," tuturnya.

Dengan semangat yang sama, ITB CEO Summit 2024 menjadi ajang pertemuan beragam elemen, mulai dari seni, pengobatan, hingga inovasi energi. Forum ini diharapkan menjadi awal dari berbagai kolaborasi untuk masa depan yang berkelanjutan. Indonesia, dengan kekayaan budaya dan sumber daya alamnya, memiliki potensi besar yang memerlukan inovasi dan kesadaran dari sumber daya manusia yang ada untuk mencapai kemajuan dan kesejahteraan bersama.

Reporter: Ayesha Lativa Mafaza (Teknologi Pascapanen 2021)