Kontroversi Kandungan Sodium Dehydroacetate dalam Roti, Begini Pandangan Ahli Farmakokimia ITB
Oleh Anggun Nindita
Editor M. Naufal Hafizh
BANDUNG, itb.ac.id - Belum lama ini, masyarakat dihebohkan dengan pernyataan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang mengeluarkan pernyataan mengenai kandungan bahan pengawet dalam dua brand produk roti.
Berdasarkan keterangan BPOM, salah satu dari brand roti yang sudah umum dikonsumsi masyarakat tersebut terbukti mengandung natrium dehidroasetat. Hal ini tentu memicu perhatian publik, sebab natrium dehidroasetat dikenal sebagai bahan pengawet yang tidak diizinkan digunakan pada produk makanan.
Permasalahan tersebut semakin kompleks, ketika sebuah laboratorium pengujian independen mengeluarkan pernyataan yang berbeda. Dalam uji lab tersebut, kedua brand roti itu disebut mengandung Sodium Dehydroacetate. Dua brand roti ini memang banyak digemari konsumen lantaran harganya yang sangat terjangkau, yakni berkisar Rp2.500-Rp3.000 di pasaran.
Guru Besar dari Kelompok Keilmuan Farmakokimia Sekolah Farmasi Institut Teknologi Bandung (ITB), Prof. Dr. rer. nat. Rahmana Emran Kartasasmita, M.Si., mengatakan bahwa perlu dipastikan apakah sampel yang diuji BPOM dan laboratorium pengujian independen itu berasal dari tanggal produksi yang sama. Sebab, perbedaan tanggal produksi atau batch, bisa saja menghasilkan perbedaan komposisi. Meskipun produk berasal dari brand yang sama.
"Apabila sampel identik, selanjutnya perlu dilakukan analisis terkait metode uji yang digunakan serta teknik pengolahan dan interpretasi data," ujarnya dalam keterangan resminya.
Sebagai informasi, Sodium Dehydroacetate adalah garam natrium dari Dehydroacetic acid, keduanya seringkali dianggap sebagai satu senyawa yang sama. Pada konteks bahasa Indonesia, natrium dehidroasetat merupakan terjemahan langsung dari Sodium Dehydroacetate. Hal tersebut menunjukkan bahwa keduanya merupakan senyawa yang identik.
Berdasarkan regulasi di Indonesia, Sodium Dehydroacetate hanya diizinkan sebagai pengawet dalam produk kosmetik, bukan dalam pangan. Bahkan standar internasional seperti General Standar For Food Additives (GSFA), juga tidak merekomendasikan penggunaan Sodium Dehydroacetate sebagai pengawet untuk makanan.
Berdasarkan ketentuan ini, penggunaan Sodium Dehydroacetate dikategorikan sebagai bahan berbahaya dan dapat menimbulkan risiko kesehatan.
Beliau menuturkan bahaya suatu senyawa tak hanya ditentukan oleh hasil pengujian laboratorium. Namun juga melalui evaluasi keamanan yang komprehensif oleh badan internasional, seperti The Joint FAO/WHO Expert Committee on Food Additives (JECFA). Terlebih hingga saat ini belum ada pernyataan resmi dari JECFA mengenai keamanan Sodium Dehydroacetate sebagai pengawet pangan.
"Sehingga, bahan pangan yang mengandung senyawa tersebut tidak dapat dianggap aman," ucapnya.
Umumnya hasil evaluasi dari JECFA digunakan sebagai acuan untuk menentukan apakah suatu zat atau senyawa dapat digunakan ke dalam GSFA. Akan tetapi, proses adopsi ini bisa memerlukan tahapan yang panjang. Termasuk pembahasan di sidang tahunan Codex Committee on Food Additives (CCFA) dan Codex Alimentarius, lembaga di bawah FAO dan WHO.
Dalam konteks keamanan konsumen, beliau menjelaskan batas penggunaan senyawa yang telah direkomendasikan sebagai bahan tambahan pangan GSFA sangat penting. "Contohnya, sorbates seperti asam sorbat, kalium sorbat, dan kalsium sorbat digunakan sebagai pengawet roti dengan batas maksimal 1.000 miligram per kilogram (mg/kg)," tuturnya.
Bicara soal pengawetan makanan, Prof. Emran menjelaskan bahwa keawetan roti kemasan dapat bertahan hingga 3 bulan dibandingkan dengan roti rumahan, yang hanya bertahan selama tiga hari. Hal ini dapat didukung oleh teknologi pengawetan seperti pengemasan yang baik, penggunaan desiccant, kemasan vakum, atau penggunaan gas inert seperti nitrogen.
Meskipun begitu, produk pangan tetap harus memperhatikan tanggal kedaluarsa. Mengonsumsi produk yang telah melewati batas kedaluarsa tentunya dapat berisiko buruk bagi tubuh.
"Konsumen sebaiknya berhati-hati dan memperhatikan regulasi serta tanggal kadaluarsa produk pangan untuk memastikan keamanan konsumsi pangan," pungkasnya.