Kuliah Perdana FTSL ITB: Pendulum Nusantara sebagai Solusi Masalah Logistik Indonesia

Oleh Bayu Rian Ardiyansyah

Editor Bayu Rian Ardiyansyah

BANDUNG, itb.ac.id - Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan (FTSL) ITB menyelenggarakan kuliah perdana dengan mengundang narasumber dari PT. Pelindo II, Ir. Richard Joost Lino, selaku Presiden Direktur. Kuliah yang bertemakan "Optimalisasi Kinerja Pelabuhan dalam Rangka Meningkatkan Perekonomian Indonesia" ini diselenggarakan pada Kamis (28/08/14)di Gedung Aula Timur ITB. Selain mahasiswa FTSL ITB, kuliah perdana ini juga dihadiri oleh Ketua  Program Studi Magister dan Doktor Teknik Sipil Ir. Harun Al Rasyid S. Lubis, M.Sc, Ph.D. , Hadi Kardana, ST., MT. Ph.D , serta Dr. Hendra Achiari, ST., MT.
Acara dibuka dengan sambutan dari Ir. Krisnaldi Idris, M.Sc, Ph.D sebagai Wakil Dekan Bidang Sumber Daya FTSL ITB dan langsung dilanjutkan perkuliahan dari RJ Lino dengan moderator Prof. Ir. Ade Sjafrudin, M.Sc., Ph.D. Dengan judul presentasi "From Serving to Driving Indonesia's Growth", RJ Lino menyampaikan berbagai transformasi terkini yang terjadi di PT. Pelindo II. Perusahaan yang kini berganti identitas menjadi Indonesia Port Corporation (IPC) ini telah menunjukkan perkembangan pesat dalam lima tahun terakhir di bawah kepemimpinan RJ Lino. Trafik petikemas Pelabuhan Tanjung Priok yang semula pada 2009 ada di angka 3,8 TEU kini telah mencapai 6,2 TEU. Dari segi keuangan, aset IPC juga telah bertumbuh tiga kali lipat menjadi sekitar 20 triliun rupiah.

"Orang Indonesia menyebut negaranya sebagai tanah air. Sayangnya, kita seringkali hanya berfokus pada tanahnya saja dan lupa pada airnya," tutur RJ Lino. "Sebagai negara kepulauan, persatuan Indonesia dan integrasi ekonomi yang utuh hanya dapat dicapai melalui reformasi logistik maritim yang menyeluruh. Tanpa reformasi tersebut, Indonesia hanyalah kumpulan pulau-pulau bukan Negara kepulauan," jelas alumni Teknik Sipil ITB 1972 ini.

RJ Lino menyampaikan bahwa tantangan yang dihadapi dunia pelayaran Indonesia saat ini adalah biaya logistik yang masih tinggi untuk distribusi barang ke Indonesia Timur. Inilah yang menyebabkan pertumbuhan ekonomi yang tidak merata. Selain itu, pemberlakuan Pasar Bebas ASEAN pada 2015 juga menjadi tantangan tersendiri untuk segera meningkatkan performa dan kapasitas pelabuhan Indonesia. Oleh karena itu, untuk mengurangi biaya logistik sekaligus meningkatkan perdagangan domestik, IPC telah menyiapkan sebuah solusi bernama Pendulum Nusantara atau yang sempat terkenal dengan nama tol laut. Idenya adalah membuat jalur pelayaran tidak lagi secara point to point, melainkan menggunakan satu jalur laut utama mulai dari pelabuhan di Belawan, Jakarta, Surabaya, Makassar, hingga Sorong.

Selain itu, RJ Lino juga menekankan pentingnya meningkatkan produktivitas pelabuhan dengan berkunci pada perbaikan sisi soft infrastructure. "Membangun dermaga baru bukanlah sebuah solusi. Kita perlu membereskan manajemen dan operasionalnya agar bisa mendorong produktivitas dengan cepat, termasuk sistem birokrasi dari pemerintah," tuturnya. Untuk mencapai hal tersebut, IPC kini tengah melakukan tiga studi maritim berskala besar dengan bantuan konsultan asing. "Meskipun saya sering dicap tidak nasionalis karena menggunakan jasa konsultan asing, itu tidak masalah. Bagi saya, nasionalis adalah melakukan sesuatu untuk orang banyak," tutup RJ Lino.