Kuntoro Mangkusubroto : Berbagi Ilmu dari Aceh
Oleh Hafshah Najma Ashrawi
Editor Hafshah Najma Ashrawi
Dihadiri 500-an undangan, kuliah umum pada Jumat (06/09/13) sore tersebut dibuka oleh Nur Pamudji (Dirut PT PLN) dan Prof. Dr. Akhmaloka (Rektor ITB), ditanggapi oleh Prof. Hooi Den Huan (Nanyang Technology University, Singapore) serta ditutup oleh Prof. Joseph E. Aoun (Presiden Universitas Northeastern AS) itu berlangsung sederhana namun cukup hangat dan menuai antusias. Kuliah umum yang digelar di Auditorium PLN Pusat tersebut mendiseminasikan pengalaman Kuntoro seputar "seni" pengambilan keputusan di level strategis. Selain mengepalai BRR, tangan dingin Kuntoro terbukti turut andil memegang peranan penting dalam kepemimpinan bidang energi dan sektor sumber daya alam pada tahun 1989-2001. Selain pernah menjabat Menteri Pertambangan dan ENERGI, Kuntoro juga pernah menjadi CEO tiga perusahaan yaitu Perusahaan Listrik Negara, PT Tambang Batubara Bukit Asam, dan PT Tambang Timah.
Dokter Perusahaan Sakit
Bukan tanpa alasan Kuntoro dijuluki "Dokter Perusahaan Sakit". Saat memimpin PT Tambang Timah (PT TT) yang saat itu menampung 24 ribu karyawan, Kuntoro menorehkan prestasi untuk pertama kalinya. Tepatnya pada 1991 PT Tambang Timah tidak merugi. Kuntoro dinilai berhasil memperbaiki kinerja BUMN tersebut dari kondisi yang memprihatinkan sebelumnya dengan tingkat efisiensi yang rendah. Ketika harga timah di pasar dunia pada 1989 merosot tajam, PT TT nyaris karam. Strategi Kuntoro antara lain melakukan kebijakan restrukturisasi besar-besaran meliputi empat aspek yakni reorganisasi, relokasi kantor pusat dari Jakarta ke Pangkal Pinang, pelepasan aset dan rekonstruksi. Pada aspek reorganisasi, Kuntoro juga melakukan rasionalisasi. Separuh karyawan "pensiun dini" tanpa menimbulkan gejolak, dari 24 ribu yang tinggal 12 ribu dipertahankan.
Pada kepemimpinannya di PLN, kala itu Kuntoro diharapkan dapat menyelesaikan masalah PLN yang tersangkut isu KKN berkaitan dengan tarif listrik swasta dari penyedia jasa listrik Paiton I; seperti yang diungkapkan Menteri Pertambangan dan Energi RI kala itu, Susilo Bambang Yudhoyono. Kini, Kuntoro kembali mengemban tanggung jawab negara sebagai Kepala Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4). Kuntoro juga menyebutkan bahwa pengalamannya di dua institusi terakhir, BRR dan UKP4 sebagai fase sangat istimewa dari perjalanan mempelajari, menantang, menerapkan, hingga berbagi sebuah disiplin ilmu yang telah dipilih dan dicintainya sejak mahasiswa.
Belajar dari Aceh
Gelar sarjana (teknik industri) dan guru besar (ilmu keputusan) diperoleh Kuntoro dari ITB, masing-masing pada 1972 dan 2012. Sejak usia awal 30-an decision scientist tersebut sudah mantap menancapkan bendera pengambilan keputusan sebagai disiplin ilmu; antara lain ditunjukkan dengan menjadi dosen tamu mata kuliah ilmu keputusan di Sekolah Staf dan Komando TNI AU (1979-1982).
Kuntoro mengaku selama memimpin BRR, penguasaannya terhadap ilmu keputusan benar-benar diuji. Tekanan yang datang dari berbagai arah seperti alam, manusia, beserta konfliknya. "Menghadapi alam, itu masalah yang relatif tertata. Sedangkan dengan orang, tidak tertata. Alam tidak berpikir tetapi orang berpikir. Di situlah kita dilatih untuk menganalisis dan juga bernegosiasi," jelas Kuntoro.
"Salah satu terobosan penting dari Aceh yang kini berhasil "dijual" UKP4 adalah pemanfaatan informasi geografis (GIS) ke dalam sistem pengendalian pembangunan nasional dan daerah," papar Kuntoro di kuliah umum yang dihadiri pula oleh Wakil Presiden, Bapak Prof. Boediono. "Saking banyak dan bernilainya pembelajarannya, sampai -sampai saya berani menyatakan, itu semua ibarat "warisan dari Aceh untuk Indonesia, dan bahkan dunia"," yakinnya.
Sumber berita : http://sbm.itb.ac.id/kuntoro-dari-aceh-untuk-indonesia.html