Laporan Satgas ITB Peduli TPA Leuwigajah dan Sampah Bandung Raya (1)
Oleh Krisna Murti
Editor Krisna Murti
Tanggal 21 Februari 2005 merupakan hari kelabu bagi para warga kampung Kampung Cilimus, Desa Batujajar Timur, Kecamatan Batujajar, Kabupaten Bandung, yang berada di sekitar TPA Leuwigajah. Puluhan ton sampah menggulung puluhan rumah hingga sejauh lebih dari satu kilometer. Setidaknya 143 jiwa menjadi korban, puluhan lainnya luka-luka, dan ratusan warga lainnya kehilangan tempat tinggal.
Hanya dalam waktu sehari setelah peristiwa longsor TPA Leuwigajah, melalui Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat, ITB segera membentuk Satgas ITB Peduli TPA Leuwigajah dan Sampah Bandung Raya (selanjutnya disebut Satgas). Tim yang beranggotakan para ahli di bidang-bidang yang berkaitan dengan persampahan dan bencana ini bertugas menganalisis, mengkaji, dan melakukan usaha-usaha mitigasi terhadap bencana longsornya TPA Leuwigajah (selanjutnya disebut TPA), sekaligus mengatasi masalah persampahan di Bandung raya.
Para anggota Satgas, Dr. Eng. Imam A. Sadisun (ketua), Prof. Dr. ir. Enri Damanhuri, Dr. Ir. Tri Padmi Damanhuri, Dr. Ir. Bobby S. Dipokusumo, Dr. Ir. Ketut Wikantika, Ir. Wayan Sengara, Ph.D., Ir. Miming Mihardja, M.Sc., Andry Widyowijatmoko, ST, MT, Dedi Apriadi, ST, MT. Mereka berasal dari berbagai departemen: Teknik Lingkungan, Teknik Geologi, Teknik Geodesi.
Selanjutnya, Tim Satgas merancang lima program kerja, yaitu:
1. Identifikasi penyebab longsor dan outline teknis mengurangi risiko kemungkinan terjadinya longsoran susulan di TPA .
2. Identifikasi akibat longsor dan upaya penanggulangan secara teknis terhadap masyarakat dan lingkungan sekitar.
3. Sumbang Saran pemikiran upaya mendesak penanggulangan sampah Kota Bandung, Kota Cimahi, dan Kabupaten Bandung pasca bencana longsor.
4. Usulan outline yang bersifat teknis tentang rehabilitasi dan reklamasi ex TPA.
5. Sumbang saran pemikiran ke depan dalam pengelolaan sampah yang berwawasan lingkungan di Bandung raya.
Tugas Satgas berakhir dengan dikeluarkannya laporan akhir satgas ITB Peduli TPA Leuwigajah dan Sampah Bandung Raya. Berikut ini adalah ringkasannya.
PROGRAM 1: Identifikasi penyebab longsor dan outline teknis mengurangi risiko kemungkinan terjadinya longsoran susulan di TPA. Kemungkinan penyebab longsoran adalah karena material sampah tidak dipadatkan. Di sisi lain, penimbunan sampah memiliki lereng tunggal (single slope) dengan kemiringan yang terlampau besar (>45oC).
Menurut peta hidrogeologi, terdapat mata air di bawah TPA bagian Utara. Dalam peta ini juga tampak adanya pergerakan aliran air ke arah selatan. Tingkat kelembaban yang tinggi (oversaturated) akibat aliran air tersebut membuat kestabilan TPA rendah. Selain itu curah hujan yang tinggi sejak Jumat hingga Minggu malam membuat keadaan semakin parah.
“Dari back analisis, bahkan kondisi eksisting TPA sejak awal sudah sangat labil,” tutur Imam Sadisun, ketua Satgas. “Safety factornya di bawah satu. Entah apa yang menahannya hingga baru longsor saat itu (tanggal 21 Februari 2005 –red.” Tanah yang lembab akibat aliran air berkurang kestabilannya, sementara itu, beban tanah di atasnya semakin berat akibat tambahan berat air hujan.
Pasca kelongsoran, kondisi TPA masih berbahaya, rawan terjadi longsor susulan. Ini disebabkan oleh kemiringan sampah sisa longsor terlampau curam (60-70o). Karenanya, Satgas mengusulkan adanya pengikisan lereng yang masih curam dan pemasangan jaring pengaman serta pembuatan tanggul di sekitar TPA.
Untuk mengatasi ekses air, pada hulu TPA hendaknya dibuat drainase permukaan darurat agar air dari luar TPA dapat dicegah masuk ke area TPA. Permukaan atas TPA juga disarankan ditutupi oleh bahan plastik. Untuk mengatasi air di bawah permukaan, perlu dibangun under-drainage.
PROGRAM 2: Identifikasi akibat longsor dan upaya penanggulangan secara teknis terhadap masyarakat dan lingkungan sekitar. Untuk melaksanakan program ini, dilakukan beberapa pengujian, yaitu pengujian air tanah, air sungai dan air sampah, pengukuran indeks lalat, dan pengukuran gas-bio (CO2 dan CH4). Sebagai baku mutu, digunakan PP 82/2001 dan Kepmenkes 907/MENKES/SK/VII/2002.
Hasil pengujian air tanah dari enam air sumur sampel penduduk menunjukkan kondisi yang baik. Namun, diperkirakan air tanah akan segera tercemar akibat sampah yang masih terhampar. pengujian mikrobiologi terhadap tiga sampel sumur penduduk menunjukkan pencemaran coliform fecal. Hanya sampel air sungai Cireundeu yang alirannya belum kontak dengan longsoran yang menunjukkan hasil memenuhi baku mutu. Keempat sampel lainnya memiliki nilai COD di atas ambang. Pengukuran indeks lalat di empat lokasi menunjukkan Fly Index (FI) yang tinggi. Peningkatan nilai FI rata-rata lima kali lipat.
Hasil pengukuran kualitas udara ambien menunjukkan bahwa CO2 berada di atas rata-rata kualitas udara ambien. Sementara itu, hasil sampling di timbunan sampah berada di atas rata-rata kualitas udara ambien. Potensi akumulasi gas-bio yang tinggi tetap ada dan karenanya memerlukan kewaspadaan. Juga terdapat kemungkinan infiltrasi gas-gas ke sumur-sumur.
PROGRAM 3: Sumbang Saran pemikiran upaya mendesak penanggulangan sampah Kota Bandung, Kota Cimahi, dan Kabupaten Bandung. Satgas telah mengobservasi pengganti TPA Leuwigajah, yaitu TPA Jelengkong, TPA Cicabe, dan TPA Sukamiskin. Dari observasi tersebut, dihasilkan evaluasi dan catatan terhadap masing-masing TPA, baik dalam hal kapasitasnya, dampak terhadap lingkungan sekitarnya, dan pertimbangan aksesnya.
(bersambung)