Lewat Teknologi Digitalisasi Konstruksi, Mahasiswa ITB Juara Ajang Rekkinovation 2018
Oleh Adi Permana
Editor Adi Permana
BANDUNG, itb.ac.id - Mahasiswa Institut Teknologi Bandung kembali berhasil menorehkan prestasi. Kali ini, Tim AR-PRO dari ITB mendapatkan juara 1 dalam kompetisi "Rekinnovation 2018 for Campus" yang diselenggarakan setiap tahun oleh PT Rekayasa Industri di Jakarta pada 19 Desember 2018.
Kompetisi ini membawa semangat dan tema yang sejalan dengan visi pemerintah Indonesia yaitu “Transform Together to Indonesia 4.0”. Harapan diadakannya kompetisi ini adalah lahirnya inovasi-inovasi baru dari mahasiswa untuk rancang bangun melalui pemanfaatan digitalisasi di dunia industri.
Tim ini sejatinya beranggotakan 4 orang, yakni Jehian Norman Saviero (Teknik Informatika 2015), I Komang Sena Aji Buwana (Teknik Kelautan 2015) sebagai App & Web Developer, Ramadhan Dwi Kurniawan (Teknik Sipil 2015) dan Muhammad Rais Syam (Teknik Kelautan 2015). Namun, kompetisi ini hanya membatasi 2 anggota pada satu tim yang perlu tampil di final. Oleh karena itu, mewakili tim AR-PRO, Rais dan Ramadhan yang berangkat karena dianggap lebih berwawasan juga terkait rancang bangun.
Teknis lomba Rekkinovation 2018 ini dibagi dalam dua tahap. Pertama, dilakukan seleksi karya tulis inovasi ide sesuai dengan tema dari kompetisi. Dari tahap itu, AR-PRO berhasil lolos beserta 4 tim finalis lainnya. Tahap terakhir adalah tahap presentasi ide menggunakan prototipe yang dilakukan oleh 2 anggota tim, yaitu Rais dan Ramadhan. Prototipe dan presentasi inilah yang mengantarkan mereka menjadi juara.
Tim AR-PRO sendiri mengusung judul “Teknologi AR-PRO (Augmented Reality Project) dalam proyek Rancang Bangun AEC (Architectural, Engineering, and Construction) Industri 4.0” saat mengikuti kompetisi ini. Judul ini muncul karena kegelisahan tim yang melihat lambatnya pergerakan digitalisasi dalam dunia kontruksi.
“Bahkan menurut survei McKinsey, digitalisasi kontruksi adalah yang kedua terakhir, setingkat di atas sektor pertanian,” ungkap Rais, salah seorang anggota tim. Untuk membantu mempercepat digitalisasi ini, maka mereka memilih teknologi augmented reality (AR) sebagai alat bantunya, hal ini dikarenakan dalam dunia rancang bangun ada banyak sekali komponen yang membutuhkan bantuan visualisasi.
Ide mereka adalah menggantikan komunikasi konvensional antar elemen kontruksi terkait rancang bangun. Selama ini, untuk komunikasi rancang bangun, teknisi dan insiyur akan menggunakan gambar teknik. Penggambar akan menaruh ide rancang bangunnya dalam gambar tampak samping, atas, dan depan, di kertas ukuran A0-A4. “Maka disinilah teknologi AR-PRO berguna, teknologi AR akan menggantikan visualisasi 2D selama ini menjadi 3D,” jelas Rais lagi. Karena visualisasi 3D, pembaca gambar teknik akan jauh lebih mudah membayangkan rancang bangun yang diharapkan. Dengan begini, kesalahan manusia pada translasi gambar akan semakin berkurang.
Tak hanya berfokus pada teknologi AR, mereka juga mengintegrasikan teknologi tersebut dengan internet dan smartphone. “'Kan kalau bisa begini (terintegrasi dengan smartphone), kita bisa lebih berkurang penggunaan kertasnya,” lanjut Rais. Hal ini dirasa perlu karena sering kali kesalahan bukan hanya ada pada pemahaman gambar, melainkan tercecernya kertas rancang. “Kalau kertas hilang kan bisa fatal, tercecer saja sudah menghambat waktu kerja di lapangan,” sambungnya lagi.
Untuk pelaksanaanya di lapangan, AR-PRO mengajukan ide penggunaan image target (barcode) pada komponen rancang bangun yang ingin divisualisasikan. “Dengan konsep seperti itu, harusnya teknologi ini efektif dan minim kesalahan,” jawab Rais. Konsep penggunaanya nantinya akan sama seperti penggunaan barcode pada kehidupan sehari-hari. Tiap rancang bangun akan diberikan kode khusus, lalu bisa dilakukan scan. Alhasil, gambar yang di-scan akan tampil dalam bentuk 3D di smartphone.
“Kalau di luar (negeri) itu biasanya fitur arsitektural aja, kalau kami ada 2 fitur yang orisinil yaitu gambar teknik 3D dan gambar struktural yang 3D,” tutur Rais. Soal realisasi, Rais merasa masih perlu ada perbaikan-perbaikan lagi sebelum bisa digunakan secara baik di lapangan. “Tampilan dan keakuratan masih perlu ditambah, selain itu masih memungkinkan adanya penambahan fitur lagi yang lebih aplikatif di lapangan,” tutupnya.
Reporter: Ferio Brahmana