Mahasiswa Farmasi Teliti Potensi Pegagan sebagai Obat Alternatif Stroke
Oleh Neli Syahida
Editor Neli Syahida
Penyakit stroke merupakan suatu kondisi di mana hilangnya fungsi otak karena gangguan suplai darah ke otak. Stroke dikategorikan menjadi 2 menurut penyebabnya. Pertama adalah stroke yang paling sering terjadi, yaitu stroke iskemik. Pada stroke tipe ini, terjadi penurunan suplai darah ke otak yang biasa disebabkan oleh trombosis, embolus, atau shock. Kedua, stroke yang prevalensinya lebih rendah yaitu stroke hemoragik di mana terjadi perdarahan pada otak karena pembuluh darah di otak pecah. Walaupun lebih jarang terjadi, stroke hemoragik bersifat lebih fatal dan lebih susah untuk disembuhkan. Dengan memanfaatkan pegagan yang cukup mudah ditemukan di Indonesia, diharapkan jumlah kematian akibat stroke hemoragik baik untuk kalangan menengah ke atas maupun menengah ke bawah dapat menurun. Meta mendapatkan ide penelitian ini berdasarkan pengalaman empiris dari masyarakat yang memang belum pernah dilakukan penelitian ilmiah untuk membuktikan kebenarannya.
Proses penelitian yang dilakukan mereka adalah sebagai berikut. Pertama, pegagan diekstraksi menggunakan pelarut. Hasil ekstraksinya diujikan ke tikus yang sebelumnya telah dibuat stroke. Adapun metode yang digunakan untuk membuat mencit mengalami stroke adalah menyuntikkan darah ke karotid tikus (pembuluh darah di leher). Setelah tikus diberikan ekstrak pegagan, tikus diamati pola perilakunya. Dengan begitu, besarnya potensi pegagan sebagai obat pemulihan stroke hemoragik dapat ditentukan. Hasilnya, pegagan merupakan obat alternatif yang cukup bagus untuk memulihkan stroke hemoragik, hanya saja perlu dilakukan pengembangan metode lebih lanjut untuk dapat diaplikasikan kepada manusia.
Dalam kompetisi yang diadakan bulan November lalu ini, peserta mengajukan proposal penelitian yang selanjutnya diseleksi menjadi sepuluh proposal yang diterima. Sepuluh tim yang lolos ini masing-masing diberikan biaya untuk melakukan penelitian sesuai proposal yang telah diujikan dengan biaya maksimal 7 juta. Waktu yang diberikan untuk pengerjaan proposal adalah 3 bulan. Kemudian, peserta diminta untuk mengumpulkan laporan hasil penelitian yang membuktikan bahwa mereka benar-benar sudah mengerjakan penelitian. Selanjutnya pada babak final, peserta diminta untuk membuat laporan akhir dan mempresentasikannya di depan juri. Adapun pemenang kompetisi ini ditentukan dari hasil riset, presentasi, dan kesesuaian antara penelitian yang dilakukan dengan proposal yang diajukan.
Meta mengaku bahwa ketika mendaftar kompetisi ini, ia tidak terlalu berharap untuk menang. Tetapi, ternyata hasilnya jauh melebihi harapannya. Persiapan presentasi yang mereka lakukan cukup matang. Sebelum babak final, mereka menghubungi relasi-relasinya yang memang cukup handal di bidang public speaking. Kemudian Meta melakukan simulasi presentasi di depan mereka dan meminta masukan untuk presentasinya. Salah satu hal yang diperhatikan dalam presentasi ini adalah bagaimana presentasi hasil penelitian ilmiah mampu dicerna oleh orang awam. Maka dari itu, selain melakukan presentasi di depan mahasiswa farmasi, ia juga melakukan presentasi di depan mahasiswa jurusan lain untuk mengetahui seberapa mudah presentasinya dipahami oleh orang awam.
Tekad yang Kuat Dibutuhkan Dalam Melakukan Penelitian
Dalam melakukan suatu penelitian, memang dibutuhkan tekad yang kuat. Ia mengaku sempat agak putus asa di awal penelitiannya karena membuat model tikus yang mengalami stroke hemoragik itu ternyata tidak mudah. Namun, pada akhirnya ia sadar bahwa putus asa tidak akan menyelesaikan masalah. Ia berpesan kepada seluruh mahasiswa yang ingin atau sedang melakukan penelitian, "Kalau sedang mengerjakan penelitian itu jangan mudah putus asa. Harus percaya bahwa kalau kamu sudah berusaha, pasti akan ada titik terang dan jalan keluar. Saat akan down, ingat lagi tujuan yang ingin kamu peroleh itu apa, dengan begitu akan lebih bersemangat lagi untuk menyelesaikannya". Ketika ditanya apakah ia ingin mengembangkan obat ini lebih jauh lagi, tentu saja ia ingin. Namun, hanya jika ada industri farmasi yang tertarik untuk mengembangkan obat dari ekstrak pegagan ini mengingat biaya yang dibutuhkan tidak sedikit. Ia berharap suatu saat penelitiannya ini dapat dikembangkan lebih lanjut untuk diaplikasikan pada masyarakat.