Mahasiswa ITB Kembangkan Giroskop Serat Optik Berbasis Inferometer Optik Pertama di Indonesia

Oleh Muhammad Arief Ardiansyah

Editor Muhammad Arief Ardiansyah

BANDUNG, itb.ac.id – Sebagai upaya dalam mempertahankan integritas nasional, Indonesia membutuhkan payung militer yang tangguh dan cekatan. Dengan kata lain Indonesia senantiasa memerlukan peralatan militer yang canggih dan berkualitas dari masa ke masa. Sayangnya laju impor alat utama sistem senjata (alutsista) Indonesia masih sangat tinggi, bahkan mencapai angka US$ 683 juta atau sekitar Rp 9,3 triliun pada tahun 2015. Terkhusus untuk komponen giroskop, sensor orientasi yang mengukur kecepatan sudut pada sistem navigasi inersial alutsista, produksi mandiri bahkan belum pernah bisa dilakukan. Hal inilah yang mendorong Ardinda Kartikaningtyas (Teknik Fisika 2013) dan tim untuk mengembangkan sebuah purwarupa giroskop serat optik berbasis inferometer optik pertama yang nantinya diharapkan mampu memberikan manfaat besar bagi dunia militer Indonesia.

Bermula dari Nawacita

Berbekal dari cita-cita Presiden RI poin pertama tentang penghadiran negara untuk melindungi segenap bangsa dan pemberian rasa aman kepada seluruh warga negara, tim dari ITB ini tergerak untuk menciptakan perangkat militer tersendiri. “Indonesia kan lagi gencar-gencarnya buat (mewujudkan) Nawacita Pak Jokowi, jadi pengen bisa mandiri lah dalam alat-alat sistem senjata,” ujar Megan Graciela Nauli, salah satu anggota tim G-FORTAR pada Jumat (28/07/17). 

Diantara komponen utama alutsista ialah sebuah sistem navigasi inersial yang didalamnya terdapat suatu sensor kecepatan sudut. Sensor yang disebut giroskop ini memegang peranan penting dalam mengukur dan mempertahankan orientasi perangkat berdasarkan prinsip-prinsip momentum sudut. Dalam dunia militer, giroskop yang banyak dipakai ialah giroskop berjenis serat optik. Giroskop dengan jenis ini banyak dipilih sebab memiliki banyak kelebihan dibandingkan giroskop solid-state yang lain.

Sayangnya sampai hari ini 100% giroskop yang dimiliki oleh Indonesia masih berasal dari jalur impor. Menurut Megan dan tim, hal ini disebabkan belum menjamurnya pabrik serat optik di Indonesia. Padahal komponen ini merupakan komponen utama pada giroskop jenis serat optik yang banyak digunakan dalam dunia militer. Penelitian tentang giroskop serat optik sendiri awalnya pernah dilakukan oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), namun tidak terselesaikan. “BPPT pernah juga mau neliti tentang ini, tetapi terkendala kurangnya personil peneliti. Saat ini BPPT lebih memfokuskan riset pada Ring Resonance Fiber Optic Gyro,” tambah Megan. Meskipun begitu, Megan juga menyatakan bahwa BPPT sepenuhnya mendukung penelitian G-FORTAR ini.

G-FORTAR sendiri merupakan sebuah giroskop berjenis serat optik berdiameter 15 cm yang memanfaatkan efek Sagnac dan interferensi gelombang cahaya untuk mendeteksi kecepatan sudut perangkat alutsista. Dengan memanfaatkan gelombang cahaya, giroskop ini diharapkan menjadi lebih efisien dan lebih presisi dibandingkan giroskop mekanik. Perangkat keras giroskop mengukur kecepatan angular perangkat dengan memanfaatkan interferensi gelombang cahaya. Hasil pembacaan giroskop ini kemudian dimasukkan ke dalam perangkat lunak Kalman filter untuk diolah sinyalnya. Pengolahan sinyal ini berfungsi mereduksi galat sehingga bacaan giroskop lebih akurat.

Kendala Perancangan G-FORTAR 

Masalah utama yang dihadapi oleh tim yang beranggotakan Ardinda Kartikaningtyas (Teknik Fisika 2013), Megan Graciela Nauli (Teknik Fisika 2013), Nahdia Nurul Hikmah (Teknik Fisika 2013), Khodijah Kholish Rumayshah (Aeronotika dan Astronotika 2014), dan Cristian Angga Jumawan (Teknik Mesin 2014) ini adalah komponen-komponennya yang belum dapat diproduksi oleh Indonesia secara independen. “(Terdapat) kendala di barang-barangnya, (yang sebagian besar masih) impor. Karena disini susah dan memang kalau impor lama. Industri optik di Indonesia juga relatif masih kurang berkembang,” jelas Megan pada Jumat (28/07/17).

Megan juga menyatakan bahwa kurangnya pengalaman dalam menangani serat optik juga merupakan kerikil dalam penelitian ini disamping mahalnya alat-alat yang berhubungan dengan optik. Walaupun begitu bantuan dari berbagai pihak seperti PT Telkom akhirnya mampu membuat G-FORTAR selesai dibuat sebelum dilombakan dalam ajang Program Kreativitas Mahasiswa (PKM).

Masa Depan G-FORTAR

Menurut Megan, ukuran giroskop ini sebenarnya masih bisa dipekerkecil lagi dengan menghilangkan selubung pelindung seratnya. Dengan diameter 15 cm, G-FORTAR masih tergolong cukup besar dibandingkan giroskop serat optik komersial di luar negeri. Ukuran giroskop yang lebih kecil tentu akan lebih mudah disematkan dalam berbagai perangkat.

Pengembangan G-FORTAR yang dilakukan di lingkungan perguruan tinggi ini sendiri diharapkan mampu memberikan sumbangsih aktif dalam rangka menuju Indonesia mandiri pada aspek teknologi alutsista. Tim G-FORTAR juga mengharapkan penelitian ini dapat dilanjutkan oleh mahasiswa ITB sendiri atau masyarakat luas agar pengembangannya semakin baik sehingga manfaatnya semakin cepat dirasakan oleh kemiliteran Indonesia.

Ditulis oleh: Zoealya Nabilla Zafra (Teknik Kimia 2016)
Telah mengalami revisi pada 01/08/2017 20:30 WIB.