Mahasiswa Teknik Kelautan ITB Gelar Diskusi Rencana Tol Laut Indonesia

Oleh Hafshah Najma Ashrawi

Editor Hafshah Najma Ashrawi

BANDUNG, itb.ac.id - Kampus ideal bukanlah kampus yang hanya diisi oleh dosen terbaik ataupun melahirkan sarjana terbaiknya. Lebih dari itu, kampus ideal adalah kampus yang baik dosen maupun mahasiswanya mampu bersama-sama berpikir guna melahirkan kontribusi terbaik untuk tanah air. Untuk mewujudkan ini, pada Senin (30/03/15) Keluarga Mahasiswa Teknik Kelautan (KMKL) ITB kembali mengadakan forum kajian terbuka bertemakan "Tol Laut Indonesia : Mengetahui Seluk Beluk Pendulum Nusantara". Acara yang bertempat di gedung Labortorium teknologi VI ITB diisi oleh Ahmad Mukhlis Firdaus, M.T., dosen Prodi Teknik Kelautan ITB, sebagai pembicara tunggal dan dihadiri oleh mahasiswa dari berbagai jurusan di ITB.

Forum yang dipimpin oleh Achmad Ryan, anggota KMKL ITB ini mengajak seluruh mahasiswa perwakilan dari berbagai jurusan yang hadir untuk mendalami persoalan Tol Laut Indonesia yang sedang hangat dibicarakan. Isu tol laut memang bukanlah suatu hal yang baru, Indonesia Port Company (IPC) pernah menyodorkan ide serupa beberapa tahun lalu hanya saja dengan nama yang berbeda, Pendulum Nusantara. Barulah di era pemerintahan Presiden Jokowi konsep pendulum nusantara kembali dicanangkan dengan nama Tol Laut Indonesia. "Sebenarnya konsep ini muncul sejak masa kampanye, IPC/Pelindo sudah punya ide ini sejak lama, tapi baru-baru ini pemerintah  mengumandangkannya," jawab Ahmad ketika ditanya perihal kejelasan ide ini.

Tol laut adalah sebuah sistem distribusi logistik nasional berbasis kelautan dengan menghubungkan pelabuhan-pelabuhan besar yang ada di Indonesia. Dengan tol laut, diharapkan tercipta trayek yang menjamin kelancaran dan efisiensi pada arus pergerakan kapal antar pelabuhan. Bila terlaksanakan, sistem ini direncanakan akan mengganti sistem distribusi logistik nasional yang selama ini mengacu kepada rancangan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) pada era kepemimpinan Presiden SBY. "MP3EI tidak menjawab tujuan dan rencana awal rancangan tersebut dibentuk, justru melahirkan ketimpangan ketersediaan logistik di tanah air terutama Indonesia bagian timur. Mengirim dari sini ke Denmark bisa jadi lebih murah daripada mengirim dari sini ke Belawan," ujar Ahmad.

Ahmad menilai terdapat inefisiensi pada kegiatan perkapalan di Indonesia saat ini. "Selain menjadikan Tol Laut Indonesia sebagai solusi logistik nasional, konsep tersebut sekaligus memperbaiki berbagai permasalahan perkapalan di tanah air," terang Ahmad. Skema tol laut digambarkan sebagai sistem yang murah karena menggunakan skema cost sharing. Tidak akan ada perjalanan kapal utama secara langsung melainkan mengikuti trayek yang ada dengan membawa barang yang terakumulasi dalam satu perjalanan penuh. Dengan begitu satu kapal dapat membawa berbagai barang yang lebih banyak namun tetap menggunakan biaya satu kali perjalanan sehingga lebih hemat dan efisien. Adapun short sea shipping tidak dihilangkan melainkan menjadi bagian terintegrasi dari sistem tol laut secara keseluruhan.

Dalam sesi tanya jawab tidak lupa berbagai mahasiswa yang datang menanyakan kendala, dampak dan resiko dibangunnya Tol Laut Indonesia. Dari segi lingkungan, ide ini dipercaya tidak akan berdampak besar walaupun harus tetap dilakukan pengkajian. Pasalnya, semua pelabuhan utama yang digunakan merupakan pelabuhan yang telah ada sebelumnya, hanya saja tetap diperlukan peremajaan di bagian-bagian pelabuhan tertentu. Disamping itu, Ahmad menuturkan terdapatnya resiko terbesar yang akan dihadapi seperti ketidaktercapaian prinsip bekerjanya ide tersebut. Berbeda dengan konsep MP3EI yang mengembangkan infrastruktur dengan adanya pasar komoditi (Trade to Ship), ide tol laut baru akan bekerja jika pasar komoditi berhasil terbentuk dengan dikembangkannya infrastruktur terlebih dahulu (Ship to Trade). Ahmad menilai jika hal ini tidak terjadi, maka ide ini akan gagal.

Di sisi lain ide ini akan menemui banyak kendala. Seperti yang diajukan Rizky, salah satu peserta yang mempertanyakan pembiayaan mega proyek itu. Hal tersebut dibenarkan oleh Ahmad, hanya saja ada banyak cara untuk mengakali kendala ini. Menurut Ahmad, ada kendala utama lainnya yang membutuhkan perhatian khusus yaitu masalah politis. Jika tol laut direalisasikan maka tekanan internasional akan berdatangan melalui berbagai aspek. Selain itu pembangunan tol laut bukanlah suatu pembangunan fisik yang proses dan hasilnya dengan mudah dapat dirasakan secara nyata. Keberhasilan ide ini justru terlihat dalam sistem yang dibentuknya, sehingga political revenue yang dihasilkan sulit dirasakan secara langsung. Oleh karena itu, diperlukan komitmen tinggi dari pemerintah jika ide ini hendak direalisasikan."Yang jadi permasalahan adalah kemauan dari pemerintah," tambah Ahmad.

Dilema antara melanjutkan konsep MP3EI atau melaksanakan ide Tol Laut Indonesia tentu menjadi pertanyaan. Ahmad pun tidak menutup kemungkinan akan dilanjutkannya lagi konsep MP3EI sebagai masterplan acuan sistem distribusi logistik nasional Indonesia. "MP3EI tidak bisa dibilang gagal, hanya saja tidak berjalan sesuai rencana dan tujuannya serta tidak menutup kemungkinan kita akan melanjutkan program MP3EI dalam hal ini," jelasnya.

Oleh :

Bayu Prakoso, Irfaan T. R., dan Widyandita G.

ITB Journalist Apprentice 2015