Melihat Potensi Supply Chain Halal Indonesia
Oleh Adi Permana
Editor Adi Permana
BANDUNG, itb.ac.id--Produk halal merupakan kebutuhan utama bagi penganut agama Islam. Jika berbicara mengenai kehalalan produk, maka tidak hanya fokus pada bahan baku tetapi juga proses yang menyertainya, salah satunya adalah bagian supply chain, mulai dari proses memilih pemasok, distribusi menuju pabrik, proses produksi di pabrik, dan proses distribusi sampai ke retail.
Mengingat pentingnya supply chain tersebut, Sekolah Bisnis dan Manajemen (SBM)-ITB melalui Center of Islamic Business and Finance (CIBF) mengadakan webinar yang bertajuk “ Halal supply chain : opportunity and best practices in Indonesia” dengan dihadiri oleh beberapa narasumber yaitu, Suhaedi (Direktur Eksekutif Departemen Ekonomi dan Keuangan Syariah Bank Indonesia), Muslich (Advisor LPPOM MUI), Yuliani Dwi Lestari, Ph.D. (Dosen SBM-ITB), Hally Hanafiah (COO Iron Bird), dan Sucahyo (Senior Manager Marketing and Customer Care IPC Logistics). Webinar diadakan Sabtu (29/8/2020).
Prof. Dr. Aurik Gustomo, S.T., M.T., selaku Wakil Dekan Akademik SBM-ITB menyampaikan bahwa pangsa pasar produk halal sangatlah besar. “Pangsa pasar produk halal secara global mencapai 2500 miliar dollar, sedangkan di Indonesia dari segi produk makanan saja memiliki potensi pasar sebesar 190 miliar dollar dan menempati posisi pertama di dunia,” ujar Prof. Aurik.
Dia menambahkan, jika melihat angka-angka tersebut, maka diketahui bahwa potensi produk halal sangatlah besar di Indonesia. Mengingat hal tersebut sangatlah kompleks, sehingga perlu pemikiran bersama untuk menghasilkan produk dan jasa yang terjamin kehalalannya. Dengan adanya webinar ini ia berharap agar menjadi wadah untuk berbagi pengalaman dan sumbang pemikiran untuk rakyat demi kemajuan bangsa Indonesia berkaitan dengan halal supply chain.
Pembicara pertama, Suhaedi selaku Direktur Eksekutif Departemen Ekonomi dan Keuangan Syariah Bank Indonesia menekankan pentingnya inovasi dalam hal supply chain. Hal tersebut disebabkan karena ketergantungan Indonesia kepada Tiongkok yang merupakan penguasa supply chain global. “Krisis pandemi menunjukkan bahwa China adalah penguasa supply chain sehingga ketika ada masalah COVID-19, yang bermasalah tidak hanya China tetapi juga global,” tambah Suhaedi.
Yuliani Dwi Lestari, Ph.D., selaku Dosen SBM ITB memaparkan bahwa halal supply chain menjadi yang penting untuk dikembangkan guna menciptakan nilai tambah. Hasil survei yang dilakukan oleh Yuliani, disimpulkan bahwa konsumen Indonesia memiliki kesiapan terhadap halal supply chain meskipun dengan konsekuensi yang lebih mahal. Namun ia juga menekankan pentingnya kampanye dan promosi terkait dengan pentingnya halal logistik dalam rantai pasok untuk menjamin kehalalan produk.
Pembicara selanjutnya Muslich dari Lembaga Pengkajian Pangan Obat-Obatan dan Kosmetik (LPPOM)-MUI. Ia berbicara mengenai sertifikasi halal. Dalam bidang supply chain, sertifikasi halal sangatlah diperlukan untuk memastikan produk tersebut terjamin halal selama dalam ruang lingkup aktivitas manajemen rantai pasok dan logistik.
Muslich mengatakan, “Ruang lingkup dari sertifikasi dalam supply chain ini adalah penyembelihan, pengolahan, penyimpanan, distribusi, penjualan, dan penyimpanan. Aktivitas tersebut harus tersertifikasi secara halal,” ucapnya.
Dari segi industri, Sucahyo dari IPC Logistics sangat mendukung masterplan supply chain halal. Selain itu Sucahyo juga berharap supaya masterplan halal supply chain yang sudah disusun oleh pemerintah dapat terwujud dengan saling bahu-membahu antara setiap pemangku kebijakan. Tak jauh berbeda, Hally Hanafiah dari Iron Bird melihat bahwa halal supply chain bukan hanya tren tetapi juga kebutuhan disebabkan karena mayoritas penduduk Indonesia adalah penganut agama Islam.
Sebagai penutup, Prof. Dr.Ir. Sudarso Kaderi Wiryono, DEA., mengatakan bahwa halal supply chain memiliki banyak kelebihan. Salah satu kelebihannya adalah di mana konsumennya tidak hanya penganut agama Islam tetapi juga penganut agama lainnya, serta jika dilihat dari bisnisnya sangat luar biasa karena potensi ekonomi Islam yang besar. “Saya melihat ke depannya bukan hanya kita sebagai konsumen karena memiliki penduduk yang besar, tetapi juga bisa ekspor ke negara lain,” pungkasnya.
Reporter: Deo Fernando (Kewirausahaan, 2019)