Mendiang Republik: Sajikan Gambaran Pemerintahan Saat Ini melalui Teater

Oleh Diviezetha Astrella Thamrin

Editor Diviezetha Astrella Thamrin

BANDUNG, itb.ac.id - Majalah Epik yang digagas oleh sekumpulan mahasiswa Sekolah Bisnis dan Manajemen (SBM) ITB kembali menggelar pertunjukan teaternya, bekerja sama dengan mahasiswa Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD). Bertempat di Teater Tertutup Dago Tea House, pertunjukan yang diadakan pada Minggu (27/05/12) ini mampu memesona para penonton dengan drama teatrikal mengenai pemerintahan Indonesia saat ini yang dikemas secara menarik.

Pertunjukan tahun ini merupakan teater keempat yang diselenggarakan Majalah Epik, dengan berkolaborasi bersama sekelompok mahasiswa dari Sekolah Teknik Elektro dan Informatika (STEI), Sekolah Arsitektur, Perencanaan, dan Pengembangan Kebijakan (SAPPK), serta Fakultas Ilmu Teknologi Kebumian (FITB) ITB. Mendiang Republik hadir sebagai wujud dari semangat para penggiat Teater Majalah Epik atas pergerakan seni pertunjukan di Bandung.

Pertunjukan dibuka dengan para artis yang menari-nari di atas panggung sembari menyanyikan lagu yang dikomposisi sendiri oleh para komposer teater. Lagu ceria yang dinyanyikan ini memulai suguhan teater yang terbangun atas fragmen-fragmen imaji yang banyak menyajikan puisi-puisi yang dimusikalisasikan.

Cerita dimulai dengan seorang kakek tua yang bermonolog mengenai kondisi Indonesia saat ini, yang merepresentasikan negara Indonesia dengan keadaannya. Fragmen selanjutnya berkisah mengenai perjuangan para pahlawan dalam merebut kemerdekaan melawan tentara Belanda.

Setelahnya, diajukan retorika apakah Indonesia sesungguhnya telah merdeka. Tampil pula sesosok wanita Indonesia berbalut kebaya yang menyenandungkan lagu "In Harmonia Indonesia". Sosok wanita ini dikisahkan merupakan personifikasi dari Ibu Pertiwi.

Perlahan-lahan, dikisahkan keadaan kakek tua yang semakin menderita. Pakaiannya sedikit demi sedikit terlucuti, dan kesehatannya mulai menurun. Pakaian yang sedikit demi sedikit terlucuti menggambarkan keadaan Indonesia yang mulai digerogoti kemiskinan akibat pemerintahan yang kurang memihak rakyat kecil, sementara kesehatan yang mulai menurun menggambarkan kondisi Indonesia yang tidak stabil. Pada akhir cerita, sosok wanita tersebut pun dikisahkan wafat, yang menggambarkan keadaan Ibu Pertiwi yang kritis saat ini.

Cerdas, Memesona

Sutansyah Marahakim (SBM 2009) sebagai penulis naskah bekerja sama dengan Adryan Hafizh (SBM 2009) sebagai produser berhasil mengemas pertunjukan teater ini dengan cerdas dan memesona. Selama pertunjukan berlangsung, penonton dibuai dengan artistik seni peran yang menarik, koreografi yang ekspresif, serta tata panggung yang memesona.

"Fantastis, penyajiannya tetap bermakna tanpa terkesan menggurui. Penempatan karakter yang pas serta penjiwaan para artis yang penuh penghayatan benar-benar membuat teater ini layak dinikmati," komentar Poppy Rahayu, salah satu penonton.