Mendorong Manajemen Infrastruktur Publik yang Berkelanjutan

Oleh Adi Permana

Editor Adi Permana


BANDUNG, itb.ac.id – Ketersediaan infrastruktur untuk mendukung aktivitas ekonomi masyarakat mutlak diperlukan. Dengan infrastruktur yang baik, maka produktivitas kerja masyarakat pun akan semakin meningkat. Untuk menjamin hal tersebut, maka diperlukan manajemen infrastruktur publik yang baik dan harus berkelanjutan.


Infrastruktur publik yang dimaksud ialah fasilitas fisik yang dimiliki, dibangun dan dikelola oleh institusi pemerintah, baik pusat, daerah, kota/kabupaten, yang tujuannya untuk kepentingan publik. Jenis-jenis infratruktur tersebut diantaranya seperti dalam bidang transportasi, pengelolaan air bersih, pembuangan limbah, sumber energi dan distribusi, bangunan gedung, komunikasi dan lain-lain.

Menurut Prof. Ir. Reini D. Wirahadikusumah, MSCE, Ph.D., dalam orasi ilmiahnya “Tantangan Manajemen Aset Infrastruktur Publik yang Berkelanjutan” menyampaikan, bahwa meningkatkan kualitas dan kuantitas infrastruktur adalah suatu cara untuk meningkatkan perkembangan ekonomi khususnya bagi negara-negara berkembang. 

“Namun tentunya hal ini akan terjadi hanya apabila infrastruktur tersebut dikelola dengan efektif,” kata Guru Besar pada Kelompok Keahlian Manajemen dan Rekayasa Konstruksi, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan (FTSL-ITB) itu.

Dia menjelaskan, infrastruktur harus dikelola sebagai aset. Artinya bukan hanya ketika rusak dibetulkan, tapi mesti dikelola dengan baik dan digunakan semaksimal mungkin untuk mencapai tujuannya. “Keberadaan infrastruktur ini ‘kan ujung-ujungnya untuk aktivitas ekonomi. Pengelolaannya pun harus berlandaskan aspek jangka panjang, sustainable untuk generasi mendatang,” ujarnya saat diwawancara Humas ITB, Jumat (22/3/2019).

Tantangan

Seringkali, isu utama yang dibahas dalam mengelola infrastruktur publik adalah pada aspek pendanaan, dampak lingkungan, sosial, bahkan politik. Artinya kebanyakan masalahnya adalah non teknis. Sementara aspek rekayasa dan teknologi, porsinya lebih sedikit. Untuk itu, menurut Prof. Reini, seorang engineer harus mengerti masalah dominan tersebut, meskipun hal tersebut di luar kompetensinya. 

“Masalah tersebut, di keteknikan sipil disinggung tapi sebetulnya kompetensi yang berbeda lagi. Mau tidak mau engineer yang bekerja di infrastruktur publik harus memahami isu non teknis tersebut,” ujarnya.

Dijelaskan Prof. Reini, aspek lain yang perlu diperhatikan dalam membangun infrastruktur adalah melihat kebutuhan jangka panjang, untuk generasi-generasi di masa yang akan datang sesuai dengan tujuan pembangunan berkelanjutan. “Tantangannya bagaimana kita bisa sama-sama kalau mengambil keputusan melihat manfaat yang jangka panjangnya sangat besar, bukan hanya saat ini saja,” jelasnya.

Dalam rangka menjawab tantang tersebut, sejak tahun 2002, Program Studi Magister Teknik Sipil ITB mendirikan Pengutamaan Rekayasa dan Manajemen Infastruktur (RMI). Pembentukan prodi tersebut dimotori oleh para anggota KK Manajemen Rekayasa Konstruksi Bersama dengan KK lain yang terkait FTSL. Pada saat itu, para pendiri terdorong untuk berkontribusi dalam menjawab kebutuhan SDM di daerah dalam mengelola berbagai aset infrastruktur publik.

Prof. Reini berharap, melalui kehadiran program studi tersebut, dapat membantu khususnya pemerintah sebagai pengelola infrastruktur publik dalam mewujudkan manajemen infrastruktur yang berkelanjutan. “ITB akan terus mendorong pemerintah, baik melalui kerjasama dan kajian-kajian mengenai sistem pemeliharaan infrastruktur yang sudah dibangun saat ini,” pungkasnya.