Mengenal Chat GPT, Algoritma di Balik Kemajuan Kecerdasan Buatan

Oleh Adi Permana

Editor Adi Permana


BANDUNG, itb.ac.id–Dalam beberapa tahun terakhir, dunia kecerdasan buatan telah menunjukkan kemajuan yang pesat. Salah satu pencapaian terbaru yang menarik perhatian adalah pengembangan model bahasa alami yang canggih bernama ChatGPT. Model yang dikembangkan oleh OpenAI ini, telah mendapatkan popularitas besar karena kemampuannya untuk berinteraksi secara alami dengan pengguna.

Untuk membahas topik ini, Tim Reporter Humas ITB melakukan wawancara bersama Dr. Eng. Ayu Purwarianti, S.T, M.T., yang merupakan dosen pada Kelompok Keahlian Informatika, Sekolah Teknik Elektro dan Informatika (STEI) ITB. Selain itu, Dr. Ayu saat ini juga mengemban tugas sebagai Head of Artificial Intelligence Center at ITB.

“ChatGPT adalah salah satu aplikasi Artificial Intelligence, lebih tepatnya di bidang natural language processing yang di dalamnya memanfaatkan Pre-trained Generative Large Language Model. Ini merupakan suatu model Artificial Intelligence yang awalnya dibangun dari data unsupervised,” ucap Dr. Ayu.

Dr. Ayu menjelaskan bahwa salah satu teknik dalam Artificial Intelligence adalah machine learning, yang mana jika kita membangun suatu model AI dengan machine learning maka kita juga harus menyediakan data. Data itu yang nantinya kita masukkan ke dalam algoritma machine learning dan menghasilkan sebuah model Artificial Intelligence karena machine learning itu nantinya akan mempelajari pola yang ada di dalam data. Data ini juga memiliki jenis yang bermacam-macam, pembagiannya dapat berupa data supervised dan data unsupervised.

Dijelaskan Dr. Ayu, apabila data supervised harus diberikan penambahan label data secara manual, sebagai contoh data pada media sosial nantinya akan secara manual diberikan label positif, negatif ataupun netral oleh seorang data annotator, meskipun saat ini juga sudah ada jenis data semi-supervised yang pemberian labelnya secara otomatis dan nantinya akan dicek kembali. Berbeda dengan data unsupervised, yang tidak perlu ada label data dan kedua jenis data ini memiliki tugas yang berbeda.

“Hal yang menarik adalah Pre-trained Generative Large Language Model dibangunnya secara unsupervised. Jadi ChatGPT itu mengumpulkan semua data dokumen yang ada di Internet, termasuk source code, yang kemudian digabungkan tanpa diberikan label. Semua data ini dimasukkan ke dalam algoritma deep learning yang disebut GPT,” pungkasnya.


Cara Kerja ChatGPT
Sumber : Slide Presentasi Penjelasan ChatGPT (Ayu Purwarianti)

Lebih lanjut, Dr. Ayu menjelaskan bahwa ChatGPT menggunakan teknik generative, yang dibangun dari data triliunan kalimat yang kemudian dimasukkan ke dalam deep learning. Ketika kita memberikan input pertanyaan maka ChatGPT akan memberikan jawaban yang sebenarnya merupakan hasil karangan yang di-generate per kata. Hanya saja karena sumber datanya yang sangat banyak sehingga karangannya pun sebagian besar benar.

“Sehingga melalui penjelasan ini kita menjadi tau konsekuensinya, untuk tidak terlalu percaya terhadap hasil dari chatGPT, karena pada dasarnya dia (ChatGPT) ngarang,” ucap Dr. Ayu.

Dr. Ayu Purwarianti. (Foto: Dok. Humas ITB)

Ketika kalimat dari data yang sangat banyak itu masuk kedalam algoritma deep learning-nya, Chat GPT sama sekali tidak menyimpan pengetahuan. Yang dilakukan adalah mengatur bobot yang ada di deep learning-nya, sehingga sebenarnya didalam modelnya tersebut secara implisit tersimpan hubungan antarkata.

Chat GPT telah memberikan kontribusi signifikan dalam memperluas penggunaan kecerdasan buatan dalam percakapan sehari-hari. Diharapkan, dengan kemajuan teknologi ini, kita dapat lebih bijak menyikapi pemanfaatan ChatGPT, serta konsekuensi yang mengiringinya.

Reporter: Satria Octavianus Nababan (Teknik Informatika, 2021)

Foto: freepik