Mengisi Kuliah Tamu di ITB, Kepala PVMBG Ungkap Tantangan Modernisasi Skema Mitigasi Bencana Gunung Api di Indonesia
Oleh Adi Permana
Editor Adi Permana
BANDUNG, itb.ac.id — Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian (FITB) kembali mengadakan sesi kuliah tamu GL5002 Capita Selecta bersama dengan Dr. Hendra Gunawan selaku Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) pada Kamis (20/10/2022). Dalam kesempatan tersebut, Dr. Hendra membawakan topik yang berjudul “Modernization of Volcano Mitigation in Indonesia”.
Sebagai negara yang sangat rawan terhadap bencana geologi, Dr. Hendra menjelaskan pentingnya mitigasi bencana geologi di Indonesia sebagai upaya meminimalisir dampak negatif yang ditimbulkan akibat terjadinya bencana. Salah satu bencana geologi yang paling berbahaya adalah letusan gunung api, sehingga mitigasi untuk jenis bencana ini sangat diutamakan. Mitigasi oleh PVMBG merupakan hasil survei dan kajian mendalam dalam bentuk regulasi serta rekomendasi yang akan ditindaklanjuti oleh pihak berwenang lainnya.
“PVMBG lebih concern ke proses yang sedang berlangsung. Bagaimana proses ini kita gabungkan dengan data yang ada sehingga menambah pengetahuan kita tentang geologi dan gunung api. Ujung-ujungnya, lagi-lagi untuk tujuan mitigasi dan memberi solusi kepada masyarakat serta instansi lain yang memerlukan,” Dr. Hendra menjelaskan.
Hingga saat ini, PVMBG fokus memantau 69 titik gunung api aktif di Indonesia secara terus-menerus dari total 127 titik gunung api yang ada di darat maupun di laut. Dari hasil survei dan pengamatannya, PVMBG dituntut untuk berpacu dengan waktu serta cermat dalam menentukan skema mitigasi terbaik untuk menghadapi dinamisasi gunung api. Perubahan aktivitas gunung api sekecil apapun harus selalu diperhitungkan dalam pengambilan keputusan. Data menunjukkan, sebanyak 3 juta jiwa berhasil diselamatkan dari 8 kejadian erupsi gunung api sepanjang tahun 2021 berkat skema mitigasi yang dilakukan oleh PVMBG.
Meskipun demikian, PVMB dituntut untuk terus mengembangkan model mitigasinya agar semakin mutakhir dengan ditunjang oleh peralatan dan metode analisis modern. Rencana ini direalisasikan pemerintah dengan menargetkan perbaikan sistem monitoring menggunakan alat-alat terbaru yang sudah harus terpasang di semua titik pengamatan hingga tahun 2024 nanti.
Selain dari segi peralatan, mitigasi bencana gunung api juga diwujudkan melalui peta Kawasan Rawan Bencana (KRB) yang diperbarui setiap 5 tahun sekali oleh PVMBG. Peta KRB menunjukkan derajat kerawanan tiap daerah berdasarkan hasil analisis dan overlay komponen-komponen penyusun risiko bencana gunung api. Dr. Hendra juga menegaskan bahwa upaya mitigasi dari PVMBG harus dibarengi dengan mitigasi komunitas lewat peningkatan kapasitas masyarakat.
“Yang tidak kalah penting adalah kapasitas masyarakat, hal ini sudah menjadi isu internasional sebenarnya. Jika dulu penanganan kebencanaan secara umum adalah reaktif, sekarang lebih ke preventif. Masyarakat yang menyadari hadirnya bahaya, akan dengan sendirinya menghindari (bahaya tersebut),” ujar Dr. Hendra.
Penanganan mitigasi bencana gunung api sekarang sudah mencapai tahap di mana proses survei dan monitoring dilakukan melalui kolaborasi antarinstansi untuk mencapai optimalisasi hasil. Kolaborasi ini memungkinkan proses monitoring dan survei dilakukan dengan metode yang lebih canggih melalui citra satelit, remote sensing, dan teknologi sejenis lainnya. Hasilnya kemudian akan dihimpun dalam bentuk database yang dapat diakses secara bebas melalui website rintisan PVMBG. Selain dari segi peralatan, kemampuan sumber daya manusia dalam menginterpretasikan hasil analisis dan mengambil keputusan berdasarkan hasil tersebut merupakan kunci keberhasilan mitigasi.
“Jadi zaman sekarang inginnya segala sesuatu dilihat dari layar. Tapi proses untuk mengarah ke sana perlu jalan, perlu orang, perlu anggaran, perlu waktu yang sangat besar. Maka dari itu amanah mitigasi harus dijaga untuk tujuan mulia,” ujar Dr. Hendra dalam menutup paparannya.
Reporter: Hanifa Juliana (Perencanaan Wilayah dan Kota, 2020)