Menuju Pemilu 2024, Forum Guru Besar ITB Beri Sumbangsih Pikiran Terkait Tantangan dan Peluang Indonesia Emas 2045

Oleh M. Naufal Hafizh

Editor M. Naufal Hafizh

BANDUNG, itb.ac.id - Awal tahun 2024 merupakan momentum penting bagi bangsa Indonesia untuk memilih pemimpin negeri. Dalam rangka mendukung acara tersebut, Forum Guru Besar Institut Teknologi Bandung (FGB ITB) menyelenggarakan "Webinar Kontribusi ITB untuk Bangsa" sebagai bentuk sumbangsih dan masukan pikiran ITB untuk Calon Presiden Republik Indonesia 2024-2029. Acara diselenggarakan secara luring di Balai Pertemuan Ilmiah, Rabu (17/1/2024).

Di seri pertama, Webinar FGB ITB dipandu oleh Prof. Ir. Benyamin Sapiie, Ph.D. dan mengundang lima narasumber, antara lain Prof. Dr. Ir. Irwandy Arif, M.Sc., Prof. Dr. Ir. Djoko Santoso, M.Sc., Prof. Akhmaloka, Ph.D., Prof. Dr. Ir. Bambang Riyanto Trilaksono, dan Prof. I Nyoman Pugeg Aryantha, Ph.D. Acara juga dihadiri oleh dosen, mahasiswa, dan tim pemenangan ketiga Calon Presiden RI 2024-2029 secara daring.

   

Ketua Forum Guru Besar ITB, Prof. Edy Tri Baskoro, M.Sc., Ph.D., membuka acara webinar ini. FGB ITB bertugas menyampaikan aspirasi dan sumbangsih pikiran demi kemajuan bangsa. Pada kesempatan kali ini, diskusi terfokus pada “Tantangan dan Peluang Menuju Indonesia Emas 2045” yang dibagi menjadi lima bahasan, yakni Energi, CCS/CCUS, Pendidikan Tinggi, AI dan ICT, serta Ketahanan Pangan. Hasil diskusi akan menjadi masukan kepada Tiga Calon Presiden RI 2024-2029 melalui tim pemenangan masing-masing untuk dapat dijadikan pertimbangan dalam menyusun program kerja ketiga calon presiden.

   

Di bidang energi dan mineral, Indonesia memiliki cadangan batubara dan mineral kritis (Nikel, Cobalt, Tembaga, dsb) yang besar dan masih dapat berkembang hingga tahun 2050. Prof. Irwandy menyampaikan bahwa total sumber daya batubara di Indonesia mencapai 99 miliar ton dan jumlah cadangan batubara sekitar 35 miliar ton. Perkiraan umur cadangan batubara di Indonesia, jika diasumsikan produksi batubara sebanyak 600 juta ton/tahun, sekitar 58 tahun. Berbanding terbalik dengan batubara, produksi mineral kritis di Indonesia belum banyak dikembangkan di Indonesia.

Menuju transisi energi dalam rangka netral karbon 2060, permintaan batubara secara global diperkirakan mengalami penurunan 85% di tahun 2050 dan permintaan mineral kritis akan meningkat. Oleh karena itu, Prof. Irwandy menjelaskan beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk menjaga keberlanjutan industri batubara dan mineral kritis. Pengolahan batubara dapat dialihkan melalui Penggunaan Clean Coal Technology seperti, Ultra Super Critical (USC) dan Intergrated Gasification Combined Style (IGCC) untuk mengurangi emisi karbon. Selain itu, pengurangan penggunaan PLTU dan mengintegrasikan PLTU dengan CCS/CCUS. Guna meningkatkan produksi mineral kritis, pemerintah dapat mengoptimalkan produksi mineral kritis melalui infrastruktur yang ramah lingkungan dan kerja sama internasional untuk menunjang produksi mineral kritis di Indonesia.

   

Saat ini, pengurangan emisi karbon di Indonesia mulai menerapkan teknologi Carbon Capture Storage/Carbon Capture Utilization and Storage (CCS/CCUS). Prof. Djoko Santoso menyampaikan bahwa ketergantungan masyarakat Indonesia terhadap energi fosil sangat tinggi. Oleh karena itu, langkah yang tepat untuk menanggulanginya bukan secara langsung memberhentikan penggunaannya, melainkan secara perlahan mengurangi penggunannya dengan menurunkan karbon yang dihasilkan melalui teknologi CCS/CCUS.

“Sejatinya penggunaan energi sangat bergantung pada kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi manusia sehingga harapannya teknologi ramah lingkungan dan berkelanjutan dapat dikembangkan di masa depan Indonesia,” ujar Prof. Djoko.

   

Dalam hal pangan, Indonesia merupakan negara dengan tingkat ekspor yang tinggi dibandingkan impornya. Namun, komoditas ekspor Indonesia cenderung memiliki nilai tambah yang rendah. Prof. I Nyoman Pugeg menjelaskan pentingnya pembentukan kelembagaan yang terfokus pada ketahanan pangan nasional. Sudah sewajarnya masalah pangan dikoordinasikan oleh sebuah kementerian tersendiri (kementerian pangan) seperti halnya kementerian lain. Hal ini mengingat sampai saat ini belum terdapat kementerian pangan yang berfokus pada industri hulu hingga hilir pangan Indonesia. Dengan adanya kementerian pangan, eksistensi masa depan dan ketahanan pangan nasional dapat terjaga.

   

Di bidang teknologi, tidak dapat dipungkiri teknologi digital memegang peran sentral dan kritis dalam berbagai aspek kehidupan manusia. Dalam rangka menuju Indonesia Emas 2045, teknologi digital seperti virtual reality, augmented reality, cybersecurity, block-chain, digital twin, generative AI, robotika, internet of things, dan quantum information sangat dibutuhkan untuk mendukung akselerasi transformasi informasi. Prof. Bambang menyampaikan bahwa Indonesia dalam hal industri digital dapat dikatakan belum tumbuh dan memiliki Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) yang dimiliki juga rendah. Sebagai contoh belum banyak industri semikonduktor yang mendukung teknologi dan ekonomi digital. Prof. Bambang berharap, di masa mendatang dan kepemimpinan yang baru teknologi digital di Indonesia dapat dikembangkan secara masif.

Sebagai perguruan tinggi sains dan teknologi terkemuka di Indonesia, ITB siap berkontribusi dalam pengembangan teknologi digital dan AI dalam mengakselerasi transformasi digital menuju Indonesia Emas 2045. Beberapa riset yang telah dilakukan mencakup microelectronics, embedded system, pengembangan handphone dan laptop dengan TKDN tinggi, radar dan komunikasi data, alat-alat biomedika, virtual reality, augmented reality, metaverse, robotika dan kendaraan otonom, AI computer vision, natural language processing dan speech processing yang mendasarkan pada AI, big data analytics, smart city, berbagai aplikasi perangkat lunak, smart grid, smart farming, dan berbagai aplikasi teknologi digital pada beragam bidang.

   

Teknologi yang akan dikembangkan di Indonesia tentu tidak lepas dari kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Pendidikan Tinggi memegang peranan penting dalam membentuk SDM Indonesia yang unggul dan berdaya saing. Namun, pada kenyataannya, pendidikan yang menjadi tulang punggung untuk menghasilkan SDM tangguh di Indonesia masih jauh dari cukup dalam segi kualitas. Prof. Akhmaloka menyampaikan hanya 13% dari angkatan kerja Indonesia saat ini telah mengenyam pendidikan tinggi.

Rendahnya angka lulusan perguruan tinggi disebabkan tidak meratanya persebaran perguruan tinggi di Indonesia. Beliau menyebutkan bahwa jumlah perguruan tinggi Indonesia sekitar 3.000-4.000 yang dominan berada di Pulau Jawa. Perguruan Tinggi yang terakreditasi A/Unggul hanya berkisar 3,39%. Langkah yang harus dilakukan demi meningkatkan kualitas SDM Indonesia yakni melalui pendirian institut teknologi baru termasuk pendidikan vokasi dan/atau penguatan perguruan tinggi yang lebih merata. Selain itu, perguruan tinggi dapat diberi amanah untuk mendidikan calon guru dan dosen sehingga di masa mendatang pekerjaan guru dan dosen menjadi pekerjaan favorit dan jumlah lulusan perguruan tinggi dapat meningkat.

Prof. Akhmaloka juga menyampaikan bahwa produktivitas saintis Indonesia jauh tertinggal khususnya dari negara tetangga. Menuju Indonesia maju penting halnya SDM menguasi ilmu dan teknologi yang sesuai dengan perkembangan zaman. Prof. Akhmaloka menyarankan untuk menguatkan program studi riset STEAM di institusi teknologi, sekolah vokasi, dan/atau perguruan tinggi sehingga riset-riset anak bangsa dapat dikenal dan bukan menjadi hal yang mustahil Indonesia menjadi negara maju di masa mendatang.

Reporter: Pravito Septadenova Dwi Ananta (Teknik Geologi, 2019)