Novi: Pinilih Mojang Bandung 2005

Oleh Krisna Murti

Editor Krisna Murti

Novi Kumala Sari, seorang mahasiswi ITB, adalah pemenang Kompetisi Mojang Jajaka 2005 yang dilaksanakan di Cihampelas Walk tanggal 6 Agustus 2005 lalu. Gadis yang menyukai kucing ini mengaku mempunyai misi khusus dalam mengikuti kompetisi ini. Cuplikan wawancaranya: P (Pewawancara): Bisa cerita sedikit tentang diri Anda? N (Novi Kumala Sari): Saya mahasiswi ITB jurusan Teknik Industri tahun 2004, tapi lulus dari SMU 3 Bandung tahun 2003. Kemarin satu tahun di FKG (Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran -red.) Setelah satu tahun di sana saya pindah ke ITB karena merasa lebih sreg di sini (ITB -reg). P: Alasan ikut kompetisi mojang jajaka? N: Saya ikut karena saya warga Bandung; dan terkadang saya merasa gemas dengan kota saya. P: Maksudnya? N: Yah, banyak sekali potensi-potensi yang sebenarnya belum digali di Bandung. Tiap weekend, banyak sekali turis yang datang melalui Cipularang--tapi apa yang mereka dapat dari Bandung? Kesan yang mereka dapat hanya perut kenyang dan kantong belanjaan yang penuh. Bisa dibilang Bandung menjadi sebuah shopping mall besar bagi mereka. Saya ikut mojang jajaka untuk membantu Bandung dan masyarakatnya untuk menyadari potensi-potensinya. Itu saja. P: Bisa anda jelaskan sedikit tentang Paguyuban Mojang Jajaka, yang mengadakan pemilihan Mojang-Jajaka ini? N: Paguyuban Mojang Jajaka adalah organisasi mojang-jajaka kota Bandung yang sudah cukup tua--sudah berdiri semenjak tahun 1970an. Organisasi ini sebenarnya berada di bawah naungan Dinas Pariwisata Daerah Kota Bandung (Diparda). Tahun ini sebenarnya adalah tahun pertama Pemilihan Mojang-Jajaka diadakan oleh Paguyuban; sebelumnya, pemilihan dilakukan langsung oleh Diparda. P: Kalau tidak salah, ini juga pertama kalinya Pemilihan Mojang Jajaka diadakan di sebuah mall... N: Benar. Mungkin untuk menarik lebih banyak penonton. Pemilihan kali ini memang cukup sukses. Padahal acaranya sampai jam 12 malam, tapi dipadati pengunjung. P: Kegiatan apa saja yang dilakukan oleh Paguyuban Mojang Jajaka? N: Biasanya Paguyuban mengkoordinir para finalis Mojang Jajaka untuk menjadi duta pariwisata kalau ada acara-acara di Bandung. Misalnya tugas pertama saya pada acara Indonesia 10K yang diselenggarakan Extra Joss tanggal 7 Juli 2005 lalu: Di sana, saya dan teman-teman tampil sebagai icon anak muda Bandung. Kami mendampingi Pak Sudjarwo, Asisten Kodam III Siliwangi, saat membuka start dan pembagian hadiah. Selain itu, Paguyuban Mojang Jajaka Bandung berkerjasama dengan organisasi duta pariwisata lain, misalnya Abang-None Jakarta dan lain-lain. Sebentar lagi saya juga akan berangkat ke Bali untuk mengikuti Gabungan Duta Besar Pariwisata Se-Indonesia. Di sana para duta pariwisata akan saling mempresentasikan budaya daerah masing-masing dengan semangat Bhinneka Tunggal Ika. [Tersenyum] P: Pernah terbayang sebelumnya, dapat menjadi Pinilih (Juara I) Mojang Jajaka Bandung? N: Hmm... Mungkin pernah berangan-angan. [Tertawa] Tidak juga sih-- soalnya waktu kemarin di karantina peserta-peserta lain luwes-luwes, feminin, bahasa Sundanya bagus-bagus, sopan, ngunjungannya (hormatnya) juga rapi... Sedangkan saya baru pertama kali ikut pemilihan seperti ini. Modal saya hanya percaya diri dan memberikan yang terbaik saja... Tapi memang ada kejadian aneh waktu karantina.Waktu itu kami para finalis sedang bersiap-siap ganti baju untuk berangkat. Kami berdesak-desakkan dalam kamar ganti sambil bercerita-cerita. Tiba-tiba saya menyadari sesuatu: saya salah memakai baju--baju saya terbalik! Nah, kan memang ada takhyul mengenai baju terbalik: katanya sih, yang memakai baju terbalik saat kompetisi akan jadi pemenang... Finalis yang lain riuh! "Wah, calon menang nih, calon menang!" begitu kata mereka. [Tertawa] Tapi kalau ditanya kebayang atau tidak, yah-- tidak juga. Soalnya finalis yang lain memang bagus-bagus. P: Setelah menjadi Mojang Jajaka, apa saja yang mau Anda laksanakan? Bisa dijelaskan lebih lanjut? N: Tugas saya selanjutnya adalah mengikuti Pemilihan Mojang Jawa Barat pada tanggal 2 September 2005--sebagai Pinilih, saya diwajibkan meneruskan ke tingkat Jawa Barat. Tapi saya juga memiliki program yang benar-benar ingin saya laksanakan, yaitu Bandung Cultural Fair. Ini sudah menjadi impian saya semenjak dulu. P: Bisa menjelaskan sedikit tentang Bandung Cultural Fair ini? N: Bandung Cultural Fair itu dua atau tiga hari di mana semua senias tradisional kota Bandung, seperti Angklung Mang Udjo serta sanggar-sanggar tari terkenal, perform di hadapan penduduk Bandung. Kita juga akan mengajak para siswa pertukaran pelajar serta siswa-siswa asing lain untuk datang dan menunjukkan kebolehan mereka dalam seni khas Indonesia. Selain dalam Paguyuban Mojang Jajaka, saya juga aktif di organisasi pertukaran pelajar tertua di dunia, American Field Service. Tiap tahunnya kami--beserta dengan organisasi pertukaran pelajar lainnya--menerima puluhan siswa asing tingkat SMU untuk belajar budaya Indonesia. P: Tujuan Bandung Cultural Fair? N: Saya rasa acara ini akan sangat menarik bagi anak muda Bandung. Yang lebih penting, kita mengingatkan warga Bandung mengenai kualitas budaya kita-- Bandung bukan sekedar Factory Outlet dan Kafe saja. Kedua hal konsumptif ini memang menarik turis, namun kita tetap harus menyeimbangkan dengan budaya. Ini tema esai saya saat karantina lalu: Bandung, A City In The Balance. Saya mengambil tema "The Two Faces of Bandung". Di mana, Bandung itu memiliki dua jenis turisme: Consumptive tourism serta Cultural tourism. Consumptive tourism itu yang sekarang lebih banyak menonjol, contohnya FO, kafe, butik, dan lain-lain. Jenis turisme ini sangat baik untuk menarik turis datang ke Bandung--tapi identitas Bandung tidak melulu berdasarkan belanja dan belanja; Bandung bukan hanya kota konsumsi. Bandung memiliki sisi lain. P: Sisi kebudayaan? N: Ya. Kebudayaan kita cukup tinggi! Tapi hampir tidak ada ekspos-nya. Padahal lumayan eksis, lho.banyak teman-teman saya yang mengikuti sanggar tari. Banyak yang ikut bermain angklung di sekolahnya. Tapi tetap under-exposed. Jadinya tidak seimbang. Bandung dianggap kota konsumtif belaka. Tempat belanja. Tempat shopping. Nah, dengan acara-acara seperti Bandung Cultural Fair ini saya berharap sisi Cultural Tourism Bandung bisa lebih terangkat. Jadi seimbang. Jadi Bandung, A City In The Balance. P: Sebenarnya apa sebabnya budaya Bandung 'tersembunyi' begitu rupa? N: Menurut salah seorang anggota Bandung Heritage, Mrs. Francis Affandi, Bandung tidak mempunyai peninggalan bersejarah selain yang diturunkan dari mulut ke mulut. Kita tidak mempunyai candi, keraton, atau kuil. Kita memang memiliki bangunan-bangunan bersejarah, namun semuanya bangunan Belanda. Beda sekali dengan Bali atau Jogja. Kedua kota wisata ini masih memiliki banyak sekali peninggalan nenek moyang. Budaya terlihat nyata sekali di sana. Karena Bandung tidak memiliki semua ini, kita harus memulai dari orangnya dulu-- dari warga Bandung sendiri! Saya berharap warga Bandung, khususnya anak muda Bandung, dapat menyadari pentingnya budaya kita. Kampus dan sekolah juga memegang andil banyak dalam pelestarian kebudayaan-- Saya rasa semua warga Bandung harus ikut melestarikan budaya kita. Budaya terlalu berharga untuk menghilang. P: Dapat menggambarkan Bandung dengan satu kata? N: Sunda. Kata ini punya banyak arti. Sunda dapat berarti Bersih. Bukan orang Bandung kalau hatinya tidak bersih. Sunda juga berarti Bercahaya. Selain itu, Sunda artinya Berani. Berani bertindak, berani menghadapi tantangan.